5 Teori Kebijakan Dividen

Teori Kebijakan Dividen - Dividend Policy atau kebijakan dividen yakni keputusan perusahaan yang berafiliasi dengan pembayaran dividen oleh perusahaan. Apakah keuntungan yang dihasilkan dibagikan kepada pemegang saham atau ditahan untuk kebutuhan pengembangan perusahaan diperiode mendatang.

Setidaknya ada 5 teori kebijakan dividen (teori wacana preferensi pemegang saham mengenai dividen) sebagai berikut :
 yakni keputusan perusahaan yang berafiliasi dengan pembayaran dividen oleh perusahaan 5 TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN
5 teori kebijakan dividen

1. Teori Dividen Tidak Relevan [Irrelevancy Theory]

Teori dividen tidak relevan ini ditemukan oleh Modigliani and Miller [MM].

Menurutnya, nilai sebuah perusahaan ditentukan oleh keuntungan higienis sebelum pajak (Earning Before Interest and Tax) dan kelas resiko perusahaan.

Nilai perusahaan TIDAK DITENTUKAN oleh persentase keuntungan yang dibagikan kepada pemilik saham dalam bentuk dividen.

Kaprikornus teori dividen tidak relevan menyatakan bahwa pembayaran dividen TIDAK BERPENGARUH terhadap harga saham atau nilai perusahaan. Tidak relevan.

Nilai perusahaan hanya bisa dipengaruhi oleh bagaimana cara perusahaan dalam mengelola aset yang dimiliki semoga menghasilkan keuntungan yang diinginkan dan mengelola resiko-resiko bisnis yang ada.

          Baca juga : 8 Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

# Asumsi Teori Tidak Relevan

Modigliani dan Miller menyusun teori ini menurut beberapa perkiraan berikut :
  1. Pasar modal sempurna. semua investor bersifat rasional. 
  2. Tidak ada investor besar yang bisa menciptakan harga saham bisa terpengaruh
  3. Tidak ada biaya emisi dalam penerbitan saham gres perusahaan
  4. Tidak ada pajak penghasilan perusahaan atau pajak perseorangan
  5. Kebijakan investasi sebuah perusahaan tidak akan berubah
  6. Pemegang saham tidak peduli apakah kemakmuran meningkat lantaran capital gain atau lantaran dividen.
  7. Manajer perusahaan dan pemegang saham mempunyai infomasi yang sama mengenai investasi perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga tidak ada biaya untuk mendapatkan informasi.
Teori tidak relevan dari MM ini banyak dikritik oleh banyak ahli.

Para hebat menentang lantaran banyak asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori dividen tidak relevan ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Seperti :
  1. Tidak ada pasar modal yang sempurna. 
  2. Banyak investor besar yang bisa menjual atau membeli saham dalam skala yang masif yang bisa mensugesti harga saham perusahaan
  3. Terdapat sejumlah biaya emisi menyerupai biaya penerbitan saham baru, biaya broker atau biaya transfer yang berafiliasi dengan sekuritas perusahaan.
  4. Pajak penghasilan atau pajak perseorangan hampir selalu ada disetiap negara
  5. Kebijakan investasi perusahaan bisa berubah ditengah perjalanan menyesuaikan dengan kondisi yang ada
  6. Pemegang saham tentu sangat concern dan peduli dengan darimana pendapatan yang akan ia peroleh, dari dividen atau capital gain. Ini juga berafiliasi dengan taktik dari masing-masing investor. Tidak semua investor suka dengan capital gain, ada investor yang lebih suka pembagian dividen yang tinggi. Begitu juga sebaliknya.
  7. Manajer dan investor belum tentu mempunyai informasi yang sama wacana perusahaan. Manajer umumnya mengetahui informasi lebih rinci dan detail sehingga timbul asimetri informasi

2. Teori Dividen yang Relevan [The Bird in the Hand]

Teori dividen yang relevan atau yang lebih dikenal dengan istilah the bird in the hand ditemukan oleh Gordon and Lintner.

Pernah mendengar istilah the bird in the hand atau burung ditangan sebelumnya ?
         *ps: yang perjaka dihentikan berfikir negatif ya :)
Satu burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung yang ada diudara. Itulah yang ingin disampaikan oleh teori ini.

Burung ditangan yang dimaksud yakni dividen, dan seribu burung yang ada diudara yakni capital gain.

Ya, teori ini lebih banyak berbicara mengenai return investasi saham yang bisa berupa dividen dan capital gain.

Yang dimaksud capital gain yakni keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual saham yang lebih tinggi daripada harga beli saham.

Teori ini menyatakan bahwa dividen lebih mempunyai kepastian daripada "seribu" capital gain diudara.

Dividen lebih bisa diprediksi.

Sedangkan capital gain dinilai cenderung didapat dari hasil spekulasi lantaran harga saham tiap ketika bisa berubah.

Pada teori ini investor lebih menyukai mendapatkan dividen.

Karena dinilai lebih mempunyai kepastian dari capital gain.

Dividen mempunyai resiko yang lebih kecil.

Manajemen sanggup mengontrol dividen namun tidak bisa mengontrol/mendikte harga saham dipasar.

Investor tidak menyukai capital gain lantaran ketidakpastian yang lebih tinggi.

Dengan mengharapkan capital gain, nilai saham naik turun. Berfluktuatif.

Bisa dengan gampang menghasilkan.

Juga bisa dengan gampang mendapatkan kerugian.

Investor belum tentu bisa menangkap seribu atau bahkan satu burungpun diudara.

Teori ini dianut dan disukai oleh tipe long tern investor.

Loyal dan cenderung setia kepada satu perusahaan dengan prinsip pembayaran dividen yakni kesepakatan perusahaan terhadap pemegang saham yang setia. Investor menyukainya lantaran bisa meningkatkan kemakmurannya.

Mungkin akan muncul pertanyaan...

Bagaimana kalau satu burung yang ada ditangan yang diperlukan dan diyakini sangat berharga tersebut ternyata mengecewakan ?

Bagaimana kalau saham yang dipilih ternyata tidak memperlihatkan dividen menyerupai yang diperlukan ? Bagaimana kalau ternyata perusahaan mengalami kerugian ?

Apabila perusahaan mengalami kerugian, maka bukan hanya investor yang mengharapkan dividen yang kecewa.

Investor yang mengharapkan capital gain pun juga mengalami kerugian yang sama.

Harga jual kembali saham akan jatuh, bukan capital gain yang didapat, melain kan capital loss (kerugian harga jual saham lebih rendah dari harga beli saham).

Kelebihan teori bird in the hand yakni apabila perusahaan membayarkan dividen lebih tinggi, maka nilai perusahaan akan semakin tinggi. Harga saham semakin naik.

Kelemahannya, apabila dividen yang dibayarkan tinggi, investor akan dikenakan pajak yang tinggi juga.

Ya memang semakin besar pendapatan maka semakin tinggi juga pajak yang harus dibayarkan. Hal yang normal sebenarnya.

# Penentang Teori Bird in the Hand

Modigliani and Miller [MM] pelopor teori dividen tidak relevan menjadi penentang teori ini.

Hal ini terang lantaran dalam teori konsep MM, teori bird in the hand yakni kebalikan dari teori dividen tidak relevan yang mereka ciptakan. 

Dalam teorinya MM menyatakan dividen tidak mempunyai imbas terhadap nilai perusahaan.

Sangat bertentangan dengan teori bird in the hand yang menganggap dividen sangat besar lengan berkuasa terhadap nilai perusahaan.

Bahkan MM menyebut teori ini dengan istilah "The Bird in the Hand Fallacy". 

MM mengklaim telah melaksanakan studi bahwa pemegang saham tidak peduli apakah return yang didapatkan berupa dividen ketika ini atau mendapatkan capital gain dimasa depan.

MM menambahkan pada akibatnya pemegang saham akan kembali memakai dividen yang diterima dengan menginvestasikan kembali pada perusahaan yang sama atau paling tidak mempunyai risiko yang hampir sama.

Kenaikan dividen tidak bisa mereduksi resiko perusahaan. Karena akan ada kemungkinan adanya pendanaan perusahaan yang nanti dipenuhi dengan mengeluarkan saham baru.

Maka pembayaran dividen hanya akan memindahkan atau membagi risiko dari pemegang saham yang usang kepada pemegang saham yang baru.

Pada beberapa kasus, tingkat risiko arus kas perusahaan hanya bisa ditentukan oleh bagaimana cara perusahaan beroperasi.

Bukan pada kebijakan pembayaran dividen.

3. Teori Perbedaan Pajak [Tax Differential Theory]

Teori perbedaan pajak ditemukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy.

Umumnya, tarif pajak terhadap return investasi yang berupa capital gain atau dividen yakni berbeda.

Tarif pajak capital gain biasanya lebih rendah dari tarif pajak dividen.

Adanya perbedaan tarif pajak tersebut yang menciptakan teori ini ada.

Teori ini menyatakan investor lebih suka mendapatkan capital gain daripada dividen lantaran capital gain mempunyai tarif pajak yang lebih rendah daripada tarif pajak dividen.

Atau kalaupun perusahaan memutuskan untuk membagikan dividen, investor lebih bahagia dividen yang dibagikan tidak terlalu tinggi.

Paling tidak ada 3 alasan mengapa investor lebih menentukan capital gain daripada dividen, atau menyukai dividen yang tidak terlalu tinggi.
  • Pertumbuhan keuntungan perusahaan dinilai bisa menaikkan harga saham dan keuntungan modal dengan tarif pajak yang rendah akan bisa mengganti dividen yang tarif pajaknya lebih tinggi.
  • Menunda pembayaran pajak. Pajak terhadap keuntungan yang diperoleh tidak dibayarkan hingga saham tersebut terjual. Apabila dihubungankan dengan nilai waktu dari uang, uang pajak yang dibayarkan dimasa depan mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan pajak yang dibayarkan pada ketika ini.
  • Apabila ada saham yang dimiliki oleh seorang investor hingga investor tersebut meninggal dunia. Maka tidak ada sama sekali pajak yang harus dibayar dari keuntungan yang diterima. Ahli waris saham tersebut terhindar dari kewajiban membayar pajak.
Melihat keuntungan-keuntungan yang dikaitkan dengan pajak tersebut, pemegang saham lebih menyukai administrasi perusahaan menahan keuntungan dan memakai kembali untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan dari pada dibagikan dalam bentuk dividen.

Namun apabila dividen dikenai tarif pajak yang relatif rendah. Mungkin saja pemegang saham lebih menginginkan dividen yang tinggi.

4. Teori Hipotesis Sinyal Dividen [Dividend Signaling Hypothesis]

Teori hipotesis sinyal dividen dikemukakan pertama kali oleh Bhattacharya [1979].

Pengumuman pembayaran dividen oleh administrasi perusahaan yakni SINYAL bagi investor.

Sinyal wacana apa?

Manajemen seolah ingin memperlihatkan bahwa perusahaan bisa menghasilkan keuntungan yang diinginkan.

Manajemen ingin memperlihatkan bahwa mereka bisa untuk memenuhi pembayaran dividen kepada pemegang saham.

Manajemen seolah memperlihatkan sinyal bahwa kondisi keuangan perusahaan sangat kuat sehingga bisa membagikan dividen.

Perusahaan yang tidak mempunyai kondisi kekuangan yang sehat tentu tidak akan sanggup memperlihatkan dividen kepada pemegang saham.

Informasi wacana kondisi keuangan yang sehat membuktikan bahwa perusahaan mempunyai prospek yang sangat cerah dimasa yang akan datang.

Menurut teori ini, dividen yakni salah satu cara mengurangi asimetri informasi atau ketidak-seimbangan informasi antara administrasi dan pemegang saham.

Manajemen tentu lebih mengetahui detail kondisi perusahaan dan prospeknya dibandingkan pemegang saham.

Maka dividen kemudian menjadi alat ukur bagi investor untuk menilai kinerja keuangan dan prospeknya dimasa mendatang

Secara tidak langsung. Teori ini memperlihatkan bahwa investor lebih menyukai dividen daripada mendapatkan capital gain.

Maka pada teori ini, pembayaran dividen akan meningkatkan nilai perusahaan. Menaikkan harga saham perusahaan.

Semakin tinggi pembayaran dividen, semakin tinggi nilai saham, respon pasar akan semakin bagus.

Begitu juga sebaliknya, apabila perusahaan menurunkan dividen yang dibagikan dibawah kenaikan yang normal menyerupai biasanya, maka respon pasar akan negatif.

Investor seolah membaca sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa-masa yang sulit dimasa yang akan datang.

# Pendapat Lain Tentang Teori Hipotesis Sinyal Dividen

Modigliani and Miller [MM] mencurigai teori ini bahwa perubahan harga saham sehabis adanya pembayaran dividen yakni reaksi investor yang lebih menyukai dividen dibanding keuntungan ditahan.

Menurutnya investor hanya melihat adanya kandungan infomasi bahwa administrasi perusahaan bisa mengelola aset-aset perusahaan yang ada hingga berhasil memperoleh laba.

Investor tidak melihat besar kecil dividen yang dibayarkan. Melainkan melihat informasi yang bisa menjadikan harga saham naik.

Sebelum menyimpulkan, ada beberapa fakta wacana pembayaran dividen.
  1. Ada kenaikan harga saham. 
  2. Ada informasi yang diberikan
Apakah kenaikan harga saham disebabkan informasi ? ataukah disebabkan oleh preferensi investor terhadap adanya dividen yang dibagikan ?

Sejauh ini masih belum ada penelitian lebih lanjut dengan bukti empiris yang membuktikannya.

5. Teori Efek Pelanggan [Clientele Effect Theory]

Pelanggan disini maksudnya yakni pemegang saham. Dalam sebuah perusahaan yang sudah go public, sahamnya diperjualbelikan secara umum.

Semua orang bisa membelinya. saham perusahaan akan dimiliki oleh banyak orang atau kelompok. 

Teori imbas pelanggan atau clientele effect theory menjelaskan bahwa terdapat clientele atau kelompok pemegang saham yang mempunyai preferensi pandangan, kepentingan, dan tujuan yang berbeda dalam menyikapi kebijakan dividen perusahaan.

Sebuah perusahaan dimiliki oleh majemuk tipe investor.

Ada investor yang menginginkan dividen.

Ada pula yang tidak menginginkan dividen.

Dua tipe yang bertolak belakang yang berada dalam satu perusahaan.

Ada kelompok pemilik saham yang sedang membutuhkan dana pada ketika itu. Umumnya mereka akan mengharapkan ada pembagian dividen dengan rasio yang tinggi.

Ada juga kelompok sebaliknya yang pada ketika tersebut tidak begitu memerlukan dana. Umumnya kelompok pemegang saham ini lebih menyukai perusahaan untuk tidak membagikan dividen. Pemegang saham ingin perusahaan menahan keuntungan higienis perusahaan untuk ekspansi usaha.

Ada kelompok pemegang saham yang menginginkan capital gain lantaran pertimbangan perpajakan. Ada pula kelompok yang mengabaikan aspek pajak dan menginginkan pembagian dividen.

Dengan adanya kelompok-kelompok ini, kebijakan dividen yang diambil akan menguntungkan pemegang saham kelompok tertentu, dan tidak menggembirakan bagi pemegang saham lainnya.

Adanya kondisi menyerupai ini bisa jadi mendorong perusahaan untuk menarik investor-investor yang sejalan dengan kebijakan dividen perusahaan.

Perusahaan yang mempunyai kebijakan membagikan dividen yang tinggi cenderung berusaha menarik investor yang juga suka dengan pembagian dividen.

Begitu juga sebaliknya, Perusahaan yang tidak membagikan dividen cenderung menarik investor yang tidak mengharapkan pembagian dividen.

Melihat kondisi pasar yang memungkinkan pemegang saham bisa dengan gampang berpindah perusahaan.

Perusahaan bisa mengganti kebijakan dividen sesuai yang diinginkan dan membiarkan para pemegang saham yang tidak menyukai keputusan tersebut menjual kepemilikan sahamnya ke investor yang lain yang menyukai kebijakan dividennya.

Namun tentu saja pemegang saham tidak aka melepas sahamnya begitu saja.

Ada beberapa hal yang akan mereka perhitungkan menyerupai adanya biaya-biaya yang harus dibayarkan.

Seperti biaya pialang dan beban pajak misalnya.

Dan bahkan ada kemungkinan kesulitan dalam mencari investor yang menyukai kebijakan dividen perusahaan yang baru.

          Baca Juga : Dasar Dasar Keputusan Investasi

Salah satu rujukan :
Triawan D. [2012] Penggalian Potensi Pph atas Deviden sebagai Upaya Meningatkan Penerimaan Pajak di KPP Madya Semarang, Skripsi S1. Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "5 Teori Kebijakan Dividen"

Posting Komentar