Makalah Ulumul Quran - I'jaz Al-Quran



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan ini, kita sering menilai sesatu itu tidak mungkin lantaran kebijaksanaan insan yang terbatas dan terpaku dengan hukum-hukum alam atau aturan lantaran jawaban yang telah kita ketahui. Sehingga kita sering menolak suatu yang tidak sejalan dengan logika atau aturan yang berlaku.
Manusia dengan kebijaksanaan yang dimilikinya tidak bisa merenungkan ciptaan Allah di muka bumi dan di alam semesta. Mereka tidak mencoba untuk menyempatkan diri mentadabburi kebesaran Tuhan yang terlukis pada alam semesta. Sehingga Allah mengutus setiap rasul pada kaumnya. Kemudian bersamaan dengan itu Allah bekali setiap rasul dengan mukjizat sebagai tandingan terhadap kemampuan diluar kebiasaan yang berkembang ditengah-tengah kaumnya.
Kemampuan luar biasa atau yang lebih sering dikenal sebagai mukjizat yang dimiliki oleh setiap rasul untuk menandingi dan mengalahkan kemampuan luar biasa yang ada di kaum mereka sehingga dengan adanya itu mereka tidak sanggup melawan dan muncullah perasaan lemah dalam diri mereka yang pada jadinya membawa mereka pada keimanan dengan risalah yang dibawa oleh rasul.
Pembicaraan perihal kemukjizatan al-Qur’an merupakan suatu mukjizat tersendiri, dimana para peneliti tidak bisa mencapai kesempurnaan dari setiap sisi-sisi kemukjizatannya.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.         Apa pengertian I’jaz Qur’an?
2.         Bagaimana tujuan dan sejarah I’jaz Qur’an?
3.         Apa saja macam-macam I’jaz Qur’an?
4.         Apa saja segi-segi I’jaz Qur’an?


C.      TUJUAN
1.         Mengetahui pengertian I’jaz Qur’an.
2.         Mengetahui tujuan dan sejarah I’jaz Qur’an.
3.         Mengetahui macam-macam I’jaz Qur’an.
4.         Mengetahui segi-segi I’jaz Qur’an.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN I’JAZ QUR’AN

Sudah menjadi kelaziman dari munculnya seorang rasul dengan usul agama gres untuk disertai mu’jizat. Dengan mu’jizat itu seorang rasul gres diberdayakan oleh Allah untuk sanggup membalikkan pandangan umatnya yang sedang mengalami fase keterkaguman dengan salah satu aspek kehidupan keduniaan, menuju jalan Allah yang lurus. Sejarah nabi dan rasul memperlihatkan kebhinekaan corak mu’jizat yang tidak lain sebagai respon logis dari tuntutan realitas kehidupan umat.
Fenomena al-Qur’an sebagai mu’jizat, berikut segala segi dan fungsinya, akan banyak ditelaah dalam goresan pena ini. Pembahasan al-Qur’an sebagai mu’jizat oleh para ulama masih menyisahkan perbedaan pendapat perihal derivasi serta domain kemu’jizatan al-Qur’an ditambah lagi munculnya pendapat yang cenderung melimitasi pada segi kemu’jizatan dengan menafikan segi yang lain.
I’jaz berdasarkan bahasa artinya melemahkan, sedangkan mu’jizat artinya sesuatu yang luar biasa, yang asing atau yang menakjubkan. Menurut istilah, mu’jizat yaitu sesuatu yang bernilai sangat tinggi dan bias mengungguli seluruh dilema yang berkembang.[1]
I’jaz ialah membuktikan kelemahan. I’jaz ialah ketidakmampuan mengerjkan sesuatu, lawan dari kekuasaan atau kesanggupan. Apabila I’jaz telah terbukti, tampaklah kekuasaan mu’jiz.
Kata I’jaz yaitu masdar dari kata I’jaz artinya lemah. Adapun maksud dari I’jaz yaitu menampakkan kebenaran Nabi Muhammad saw. dalam kiprah kerasulannya dengan menampakkan kelemahan masyarakat Arab dan generasi-generasi berikutnya untuk menentangnya.
Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa I’jaz al-Qur’an yaitu ilmu yang membahas tentang  segi-segi kemu’jizatan al-Qur’an biar menjadi pelajaran bagi umat manusia.
Mukjizat didefinsikan oleh para agama Islam, antara lain, sebagai suatu hal atau insiden luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada orang-orang yang ragu, untuk melaksanakan atau mandatangkan hal serupa. Mukjizat didefinisikan pula sebagai sesuatu luar biasa yang dipelihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran legalisasi kenabian dan kerasulannya.[2]
Unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat yaitu sebagai berikut:
1.         Hal atau insiden yang luar biasa.
2.         Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku Nabi.
3.         Mengandung tantangan terhadap yang mewaspadai kenabian.
4.         Tantangan tersebut tidak bisa atau gagal dilayani.[3]

B.       SEJARAH DAN TUJUAN I’JAZ AL-QUR’AN

Ada ulama yang berpendapat, orang yang kali pertama menulis I'jazul Qur’an ialah Abu Ubaidah (wafat 208 H) dalam kitab Majazul Qur’an. Lalu disusul oleh Al-Farra (wafat 207 H) yang menulis kitab Ma'anil Qur’an. Kemudian disusul Ibnu Quthaibah yang mengarang kitab Ta'wilu Musykilil Qur’an.
Pernyataan tersebut dibantah Abd. Qohir Al-Jurjany dalam kitabnya Dalailul I'jaz, bahwa semua kitab tersebut di atas bukan ilmu I'jazul Qur’an, melainkan sesuai dengan nama judul-judulnya itu.
Menurut Dr. Shubhi Ash-Sholeh dalam kitabnya Mabahis Fi Ulumil Qur’an, bahwa orang yang kali pertama membicarakan I'jazul Qur'an yaitu Imam Al-Jahidh (wafat 255 H), ditulis dalam kitab Nuzhumul Qur'an. Hal ini ibarat diisyaratkan dalam kitabnya yang lain, Al-Hayawan. Lalu disusul Muhammad bin Zaid Al-Wasithy (wafat 306 H) dalam kitab I'jazul Qur'an, yang banyak mengutip isi kitab Al-Jahidh tersebut di atas. Kemudian dilanjutkan Imam Ar-Rumany (wafat 384 H) dalam kitab Al-I'jaz, yang isinya mengupas segi-segi kemukjizatan al-Qur’an. Lalu disusul oleh Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqillany (wafat 403 H) dalam kitab I'jazul Qur'an, yang isinya mengupas segi-segi kebalaghahan al-Qur’an, di samping segi-segi kemukjizatannya. Kitab ini sangat populer. Kemudian disusul Abd. Qohir Al-Jurjany (wafat 471 H) dalam kitab Dala'ilul I'jaz dan Asrarul Balaghah.
Para pujangga modern ibarat Mushthofa Shodiq Ar-Rofi'y menulis perihal ilmu ini dalam kitab Tarikhul Adabil Arabi dan Prof. Dr. Sayyid Quthub dalam buku At-Tashwirul Fannifil Qur'an dan At-Ta'birul Fanni Fil Qur'an.
Dalam konteks uraian perihal kemukjizatan al-Qur’an, maka yang dimaksud dengan "Al-Qur’an" yaitu minimal satu surah walau pendek, atau tiga ayat atau satu ayat yang panjang ibarat ayat "Al-Kursi" (QS Al-Baqarah [2]: 255). Pembatasan minimal ini dipahami dari tahapan-tahapan tantangan Allah kepada setiap orang yang mewaspadai kebenaran al-Qur’an sebagai firman-Nya.
Selanjutnya tujuan I’jaz al-Qur’an adalah:
1.         Untuk membuktikan kerasulan Nabi Muhammad saw.
2.         Untuk membuktikan bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah SWT.
3.         Untuk memperlihatkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia.
4.         Untuk menujukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.[4]

C.      MACAM-MACAM MUKJIZAT

Secara garis  besar, mukjizat sanggup dibagi dalam dua potongan pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat imaterial, logis dan sanggup dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut sanggup disaksikan atau dijangkau eksklusif lewat indera oleh masyarakat kawasan mereka memberikan risalahnya.
Perahu nabi Nuh yang dibentuk atas petunjuk Allah sehingga bisa bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat. Tidak terbakarnya nabi Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar. Berubah wujudnya tongkat nabi Musa a.s. menjadi ular. Penyembuhan yang dilakukan oleh nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain, kesemuanya bersifat material indrawi, sekaligus terbatas pada lokasi kawasan mereka berada, dan berakhir dengan wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad saw. yang sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi sanggup dipahami akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu kawasan atau masa tertentu. Mukjizat al-Qur’an sanggup dijangkau oleh setiap orang yang memakai akalnya di mana dan kapan pun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok:
1.         Para nabi sebelum nabi Muhammad saw. ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk setelah mereka. Ini berbeda dengan nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat insan hingga kiamat sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada dimana dan kapan pun berada.
2.         Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi, khususnya sebelum nabi Muhammad, membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka.bukti tersebut harus demikian terang dan eksklusif terjangkau oleh indera mereka. Akan tetapi, setelah insan mulai beranjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. Itulah sebabnya, nabi Muhammad saw. ketika diminta bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, dia diperintahkan Allah untuk menjawab:
“Katakanlah, Mahasuci Tuhanku, bukankah saya ini hanya seorang insan yang menjadi rasul?”




D.      SEGI-SEGI I’JAZ AL-QUR’AN

Yang dimaksud segi-segi I’jazul Qur’an ialah hal-hal yang ada pada al-Qur’an yang memperlihatkan bahwa kitab itu yaitu benar-benar wahyu Allah SWT, dan ketidakmampuan jin dan insan untuk membikin hal-hal yang sama ibarat yang ada pada al-Qur’an.

1.         Segi Bahasa dan Susunan Redaksinya
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada dikala turunnya al-Qur’an telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun di dunia ini, baik sebelum dan setelah mereka dalam bidang kefasihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan memberikan klarifikasi (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh lantaran bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, lantaran karena itulah al-Qur’an menantang mereka. Padahal mereka mempunyai kemampuan bahasa yang tidak biasa dicapai orang lain ibarat kemahiran dalam berpuisi, syi’ir atau prosa. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Qur’an.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak bisa oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang diharapkan secara berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu membuktikan adanya ketidakmampuan dikerjakannya pekerjaan itu. Dan apabila hal itu telah terbukti, serta kita tahu bahwa bangsa Arab telah ditantang al-Qur’an namun tak bisa menjawabnya, meakipun mereka sangat ingin melakukannya dan mempunyai sarana yang berpengaruh untuk itu. Maka tahulah kita bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang tidak bisa mereka layani.

2.         Segi Isyarat Ilmiah
Pemakanaan kemukjizatan al-Qur’an dalam segi ilmiah yaitu dorongan serta stimulasi al-Qur’an kepada insan untuk selalu berpikir keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya. Al-Qur’an memperlihatkan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran illmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restiktif. Pada jadinya teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheren dengan al-Qur’an. Al-Qur’an dalam mengemukakan dalil-dalil, argumen serta klarifikasi ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagiannya gres terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar kini ini. Diantaranya adalah:
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ    

Artinya:”Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bersama-sama langit dan bumi itu keduanya dahulu yaitu suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”(QS. Al-Anbiya’:30)
Dalam ayat ini terdapat kode ilmiah perihal sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat kode perihal asal-usul kehidupan yaitu dari air.
$uZù=yör&ur yx»tƒÌh9$# yxÏ%ºuqs9 $uZø9tRr'sù z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB çnqßJä3»oYøŠs)ór'sù !$tBur óOçFRr& ¼çms9 tûüÏRÌ»sƒ¿2 ÇËËÈ
Artinya:”Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, kemudian Kami beri minum kau dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kau yang menyimpannya.”(QS. Al-Hijr: 22)
Ayat ini memperlihatkan kode perihal kiprah angin dalam turunnya hujan begitu juga perihal pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
3.         Segi Pemberitaan yang Ghaib
Surat-surat dalam al-Qur’an meliputi banyak informasi perihal hal ghaib. Kapabilitas al-Qur’an dalam memperlihatkan informasi-informasi perihal hal-hal ghaib seakan menjadi persyarat utama penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat. Akan tetapi proteksi informasi akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seluruh aspek kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Diantara misalnya adalah:
a.    Keghaiban masa lampau. Al-Qur’an sangat terang dan fasih sekalii dalam menjelaskan kisah masalalu seperti menjadi saksi mata yang eksklusif mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang terbukti kebenarannya.
b.    Kisah Fir’aun (QS. Al-Qashash: 4)
¨bÎ) šcöqtãöÏù Ÿxtã Îû ÇÚöF{$# Ÿ@yèy_ur $ygn=÷dr& $YèuÏ© ß#ÏèôÒtGó¡o Zpxÿͬ!$sÛ öNåk÷]ÏiB ßxÎn/xムöNèduä!$oYö/r& ¾ÄÓ÷ÕtGó¡our öNèduä!$|¡ÏR 4 ¼çm¯RÎ) šc%x. z`ÏB tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÍÈ  
Artinya:”Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat otoriter di muka bumi dan menimbulkan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak pria mereka dan membiarkan hidup bawah umur wanita mereka. Sesungguhnya Fir'aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. Al-Qashash:4)
c.    Keghaiban masa sekarang. Terbukanya niat bacin orang munafik masa Rasulullah.
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB y7ç6Éf÷èム¼ã&è!öqs% Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ßÎgô±ãƒur ©!$# 4n?tã $tB Îû ¾ÏmÎ6ù=s% uqèdur $s!r& ÏQ$|ÁÏø9$# ÇËÉÍÈ
Artinya:”Dan diantara insan ada orang yang ucapannya perihal kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia yaitu penantang yang paling keras.”(QS. Al-Baqarah: 204)
d.   Keghaiban masa yang akan datang. (QS. Ar-Rum 2-4)

4.         Segi Petunjuk Penetapan Hukum Syara’
Diantara hal-hal yang mencengangkan kebijaksanaan dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Qur’an yaitu wahyu Allah SWT, yaitu terkandungnya syariat palling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Qur’an untuk mengatur kehidupan insan yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Antara lain contohnya:
a.    Keadilan.
* ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ  
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu biar kau sanggup mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl: 90)
b.    Mencegah pertumpahan darah. “Oleh lantaran itu kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan lantaran orang itu (membunuh0 orang lain, atau bukan lantaran menciptakan kerusakan di muka bumi, maka seperti dia telah membunuh insan seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seoarang manusia, maka di seolah-olah dia telah memelihara kehidupan insan semuanya. Dan sesungguhnya telah tiba kepada mereka Rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka setelah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”

Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi.
öNèdqè=ÏG»s%ur 4Ó®Lym Ÿw tbqä3s? ×poY÷FÏù tbqä3tƒur ßûïÏe$!$# ¬! ( ÈbÎ*sù (#öqpktJR$# Ÿxsù tbºurôãã žwÎ) n?tã tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÌÈ 
Artinya:”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. bila mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.(QS. Al-Baqarah: 193) [5]

E.       PERBEDAAN PENDAPAT DIKALANGAN ULAMA

Para ulama berbeda pendapat perihal ketidakmampuan insan menandingi al-Qur’an dari aspek bahasa. Pendapat pertama menyampaikan bahwa ketidakmampuan insan itu lantaran ketinggian dan keindahan susunan bahasa (balaghah)-nya. Tokoh dari para ulama ini yaitu As-Suyuthi.
Pendapat kedua menyampaikan bahwa ketidakmampuan insan menandingi al-Qur’an lantaran shirfah, yakni Allah memalingkan insan untuk tidak menentang al-Qur’an atau menghilangkan kemampuan insan untuk menandingi al-Qur’an. Tokohnya yaitu An-Nadzham.[6]




BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas sanggup disimpulkan:
1.        I’jaz al-Qur’an yaitu ilmu yang membahas tentang  segi-segi kemu’jizatan al-Qur’an biar menjadi pelajaran bagi umat manusia.
2.        Tujuan I’jaz al-Qur’an adalah:
a.         Untuk membuktikan kerasulan Nabi Muhammad saw.
b.         Untuk membuktikan bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah SWT.
c.         Untuk memperlihatkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia.
d.        Untuk menujukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.
3.        Secara garis  besar, mukjizat sanggup dibagi dalam dua potongan pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat imaterial, logis dan sanggup dibuktikan sepanjang masa.
4.        Segi-segi I’jazul Qur’an ialah hal-hal yang ada pada al-Qur’an yang memperlihatkan bahwa kitab itu yaitu benar-benar wahyu Allah SWT, dan ketidakmampuan jin dan insan untuk membikin hal-hal yang sama ibarat yang ada pada al-Qur’an.











DAFTAR PUSTAKA


Mutawally, Muhammad. 1984. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Risalah.

Husain Al-Munawwar, Said Agil. 1994. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir. Semarang: Dimas.

Anwar M.Ag., Drs. Rosihon. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia.

Nurjanah, Siti. 2013. Ulum Al-Qur’an. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.






















[1] Muhammad Mutawally, Mukjizat al-Qur’an, (Bandung: Risalah, 1984), hlm. 9.
[2] Said Agil Husain Al-Munawwar, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Semarang: Dimas, 1994), hlm. 1.
[3] Drs. Rosihon Anwar M.Ag., Ulumul Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 190.
[4] Siti Nurjanah, Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 118.
[5] Dra. Siti Nurjanah, M.Ag, Op.cit, hlm. 119-124.
[6] Drs. Rosihon Anwar, M.Ag., Op.cit, hlm. 208.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Ulumul Quran - I'jaz Al-Quran"

Posting Komentar