4 Metode Penetapan Harga
4 METODE PENETAPAN HARGA
Secara umum metode penetapan harga dikelompokkan menjadi empat (4) kelompok utama, yaitu metode penetapan harga berbasis permintaan, metode penetapan harga berbasisi biaya, mentode penetapan harga berbasis laba, dan metode penetapan harga berbasis persaingan.
1. Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan
Metode penetapan harga berbasis undangan ialah suatu metode yang menekankan pada banyak sekali faktor yang mensugesti selera dan preferansi konsumen daripada faktor-faktor menyerupai laba, biaya, dan persaingan. Permintaan konsumen sendiri didasarkan pada banyak sekali pertimbangan, yaitu antara lain:
a) Kemampuan para konsumen untuk membeli (daya beli).
b) Kemauan konsumen untuk membeli.
c) Posisi suatu produk dalam gaya hidup konsumen, yaitu menyangkut apakah produk yang bersangkutan tersebut merupakan simbol status atau hanya produk yang digunakan sehari-hari.
d) Manfaat yang diberikan oleh produk tersebut kepada konsumen.
e) Harga produk-produk substitusi.
f) Perilaku konsumen secara umum.
g) Sifat persaingan non harga.
h) Segmen-segmen dalam pasar.
i) Pasar potensial bagi produk tersebut.
Setidaknya ada tujuh metode penetapan harga yang termasuk ke dalam metode penetapan harga berbasis permintaan, yaitu sebagai berikut:
a) Skimming Pricing
Strategi skimming pricing digunakan dengan cara menetapkan harga yang tinggi bagi sebuah produk gres atau penemuan dalam tahap perkenalan, kemudian kemudian menurunkan harga produk tersebut pada dikala persaingan sudah mulai ketat. Strategi skimming pricing ini gres bisa berjalan baik apabila konsumen tidak sensitif terhadap harga, namun lebih menekankan pada pertimbangan-pertimbangan inovasi, kualitas, dan kemampuan produk tersebut dalam memuaskan kebutuhan konsumen.
b) Penetration Pricing
Dalam strategi penetration pricing, perusahaan akan berusaha memperkenalkan produk gres dengan harga yang rendah dengan impian akan mendapat volume penjualan yang besar dalam waktu yang relatif singkat. Tujuan dari taktik ini ialah untuk mencapai skala hemat serta mengurangi biaya per unit. Selain itu, pada dikala bersamaan taktik penetrasi juga bisa mengurangi minat serta kemampuan pesaing alasannya harga yang rendah akan menjadikan margin yang didapatkan setiap peusahaan menjadi terbatas.
c) Prestige Pricing
Strategi prestige pricing, merupakan taktik yang dilakukan dengan cara menetapkan tingkat harga yang tinggi dengan begitu konsumen yang sangat peduli dengan statusnya akan tertarik dengan produk yang ditawarkan tersebut, kemudian kemudian membelinya. Sedangkan kalau harga diturunkan hingga pada tingkat tertentu, maka undangan terhadap barang ataupun jasa tersebut juga akan turun. Produk-produk yang sering dikaitkan dengan prestige pricing antara lain yaitu berlian, permata, kendaraan beroda empat mewah, dan lain sebagainya.
d) Price Lining
Strategi price lining lebih banyak digunakan pada tingkat pengecer. Dalam taktik ini, penjual akan menentukan beberapa tingkatan harga pada semua barang yang ia dijual. Contohnya, sebuah toko yang menjual banyak sekali macam sepatu dengan ukuran, model, dan kualitas yang berbeda, memilih 3 tingkatan harga yaitu Rp. 100.000, -; Rp. 70.000,-; dan Rp. 50.000, -. Hal tersebut akan memudahkan konsumen dalam pengambilan keputusan untuk membeli dengan harga yang sesuai kemampuan keuangan mereka.
e) Old Even Pricing
Metode penetapan harga old even pricing sering digunakan untuk penjualan barang pada tingkat pengecer. Dalam metode old even pricing, harga yang ditetapkan memakai angka ganjil atau harga yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu. Seperti misalnya harga Rp. 2.975 bagi sebagian kelompok konsumen tertentu masih beranggapan bahwa harga tersebut masih berada dalam kisaran harga Rp 2.000-an meskipun lebih mendekati harga Rp 3.000.
f) Demand Backward Pricing
Demand backward pricing merupakan penetapan harga melalui proses berjalan ke belakang, maksudnya ialah perusahaan akan memperkirakan suatu tingkat harga yang bersedia dibayar oleh konsumen, kemudian perusahaan akan memilih margin yang harus dibayarkan kepada retailer dan wholesaler, sehabis itu gres harga jualnya bisa ditentukan.
g) Bundle Pricing
Bundle pricing ialah strategi pemasaran dua atau lebih produk dalam satu harga paket. Metode bundle pricing didasarkan pada pandangan bahwa konsumen lebih menghargai nilai suatu paket tertentu secara keseluruhan dari pada nilai masing-masing item secara individual. Contohnya menyerupai travel agency, mengatakan paket liburan yang meliputi akomodasi, transportasi, dan konsumsi. Metode bundle ini mengatakan manfat besar bagi penjual dan pembeli. Pembeli bisa menghemat biaya total, sementara penjual sanggup menekan biaya pemasaran.
2. Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya
Dalam metode penetapan harga berbasis biaya, faktor penentu harga yang paling utama ialah aspek penawaran atau biaya bukannya aspek permintaan. Harga akan ditentukan menurut biaya produksi dan pemasaran produk yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga bisa menutupi biaya-biaya langsung, biaya overhead, dan juga laba. Metode penetapan harga berbasis biaya ini terdiri atas:
a) Standard Markup Pricing
Standard markup pricing ialah penetapan harga yang ditentukan dengan cara menambahkan markup (persentase) tertentu dari biaya pada semua item dalam suatu kelas produk. Besarnya persentase markup sangat bervariasi tergantung pada jenis produk yang dijual. Pada umumnya produk yang tingkat perputarannya tinggi dikenakan markup (persentase) yang lebih kecil dibandingkan dengan produk yang tingkat perputarannya relatif rendah.
b) Cost Plus Persentage of Cost Pricing
Cost plus persentage of cost pricing ialah penetapan harga yang ditentukan dengan cara menambahkan persentase tertentu terhadap biaya produksi atau kontruksi. Metode cost plus persentage of cost pricing seringkali digunakan untuk memilih harga satu item ataupun hanya beberapa item. Contohnya, suatu perusahaan arsitektur memutuskan tarif sebesar 15% dari biaya konstruksi sebuah rumah. Jadi, apabila biaya konstruksi sebuah rumah senilai Rp 100 juta serta fee arsitek sebesar 15% dari biaya konstruksi (Rp 15 juta), maka harga hasilnya ialah sebesar Rp 115 juta.
c) Cost Plust Fixed Fee Pricing
Metode cost plust fixed fee pricing banyak diterapkan pada produk-produk yang sifatnya sangat teknikal, menyerupai satelit, pesawat, mobil, dan sebagainya. Dalam taktik cost plust fixed fee pricing ini, produsen atau pemasok akan mendapat ganti atas semua biaya yang dikeluarkan, berapapun besarnya. Tetapi pemasok atau produsen tersebut hanya mendapat fee tertentu sebagai keuntungan yang besarnya tergantung pada biaya final proyek tersebut yang telah disepakati bersama.
3. Metode Penetapan Harga Berbasis Laba
Metode penetapan harga berbasis laba berusaha menyeimbangkan biaya dan pendapatan dalam penetapan harganya. Upaya ini bisa dilakukan atas dasar sasaran volume keuntungan spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan ataupun investasi. Metode penetapan harga berbasis keuntungan ini terdiri atas sasaran return on sales pricing, sasaran profit pricing, dan sasaran return on investment pricing.
4. Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan
Selain menurut pada pertimbangan permintaan, biaya, ataupun laba, harga juga bisa ditetapkan atas dasar persaingan, yakni apa yang dilakukan oleh pesaing. Metode penetapan harga berbasis persaingan ini terdiri dari customary pricing, above, at, or below market pricing, sealed bid pricing dan loss leader pricing.
0 Response to "4 Metode Penetapan Harga"
Posting Komentar