Manajemen Operasional - Pengukuran Kerja

PENGUKURAN KERJA
Pengukuran Kerja (Work Measurement) adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap aneka macam acara dalam rantai nilai yang ada pada suatu perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian dipakai sebagai umpan balik yang akan menawarkan gosip ihwal prestasi pelaksanaan suatu planning dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian–penyesuaian atas acara perencanaan dan pengendalian.
Tujuan Pengukuran Kerja
Pengukuran kerja sanggup dipakai untuk aneka macam tujuan yang berbeda. Akibatnya, kontroversi mengenai teknik serta standar kerap kali berakar pada maksud pengukuran kerja. Adalah tanggung jawab manajer operasi untuk mendefinisikan tujuan ini dan untuk menjamin bahwa teknik pengukuran kerja tersebut dipakai dengan tepat. Teknik pengukuran kerja sanggup dipakai sebagai berikut :
1.         Mengevaluasi prestasi kerja. Hal ini dilakukan dengan membandingkan keluaran konkret dalam suatu periode waktu dengan keluaran standar yang ditentukan dari pengukuran kerja.
2.         Merencanakan kebutuhan tenaga kerja. Untuk suatu tingkat keluaran tertentu di masa dating, pengukuran kerja sanggup dipakai untuk menentukan berapa banyak masukan tenaga kerja yang diperlukan.
3.         Menentukan kapasitas yang tersedia. Untuk suatu tingkatan tenaga kerja dan ketersediaan peralatan tertentu, standar pengukuran kerja sanggup dipakai untuk memproyeksikan kapasitas yang tersedia. Tujuan ini hanya kebalikan dari nomor 2.
4.         Menentukan harga atau biaya dari suatu produk. Standar tenaga kerja, yang diperoleh melalui pengukuran kerja, ialah salah satu unsur dari system penetapan harga pokok atau harga jual.       
5.         Membandingkan metode kerja. Apabila metode yang berbeda untuk suatu pekerjaan sedang di pertimbangkan, pengukuran kerja sanggup menawarkan dasar untuk melaksanakan perbandingan hemat atas metode-metode tersebut.
6.         Mempermudah penjadwalan operasi. Salah satu masukan data bagi semua sistem penjadwalan ialah taksiran waktu bagi kegiatan kerja.
7.         Membentuk insentif upah. Dengan insentif upah, para pekerja mendapatkan lebih banyak untuk keluaran yang lebih banyak. 
Standar Pekerja Dan Pengukuran Kerja
Standar pekerja modern diawali dengan penelitian yang diawali oleh Frederick Taylor dan Frank Gilberth serta Lilian Gilberth pada awal kurun ke-20. Saat itu, sebagian pekerjaan dikerjakan secara manual yang mengakibatkan tingginya porsi pekerja dalam suatu produk. Hanya sedikit gosip yang diketahui ihwal apa-apa yang termasuk dalam satu hari kerja normal,  sehingga manajer memulai suatu penelitian untuk meningkatkan metode kerja dan memahami perjuangan manusia. Usaha ini berlanjut sampai sekarang, walaupun kini sudah awal kurun ke-21 dan upah pekerja sering kurang dari 10% dari nilai penjualan barang, standar pekerja masih masih merupakan hal yang penting dalam organisasi jasa dan manufaktur. Standar pekerja ini biasanya merupakan titik awal dalam menentukan kebutuhan pekerja.
Manajemen operasi yang efektif membutuhkan standar yang sanggup membantu perusahaan dalam menentukan :
1.         Proporsi barang dari setiap barang yang diproduksi (biaya pekerja).
2.         Kebutuhan staf (berapa banyak orang yang dibutuhkan dalam memproduksi barang yang dibutuhkan).
3.         Perkiraan biaya dan waktu sebelum produksi dilaksanakan (untuk mengambil bermacam-macam keputusan, dari asumsi biaya sampai keputusan yang menciptakan sendiri atau membeli).
4.         Jumlah kru dan keseimbangan pekerjaan (siapa, mengerjakan apa dalam satu aktifitas kelompok atau pada satu lini produksi).
5.         Tingkat produksi yang diharapkan (sehingga baik manajer dan pekerja tahu apa saja yang termasuk dalam satu hari kerja normal).
6.         Dasar perencanaan insentif pekerja (apa yang menjadi contoh untuk menawarkan insentif yang tepat).
7.         Efisiensi karyawan dan pengawasan (sebuah standar diharapkan untuk mengetahui apa yang dipakai dalam penentuan efisiensi).
Standar pekerja yang ditetapkan secara benar, mewakili waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja rata-rata untuk melaksanakan aktifitas tertentu dibawah kondisi kerja normal. Standar pekerja ditetapkan dengan empat cara :
1.         Pengalaman masa kemudian (historical experience)
2.         Studi waktu (time studies)
3.         Standar waktu yang telah ditentukan (predetermited time standard)
4.         Pengambilan sampel kerja (work sampling)

A.   Pengalaman Masa Lalu
Standar pekerja sanggup diperkirakan menurut pengalaman masa kemudian (historical experience), yaitu berapa jam pekerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Standar masa kemudian mempunyai kelebihan, alasannya ialah secara relative gampang dan murah untuk didapatkan. Standar masa kemudian biasanya didapatkan dari kartu waktu produksi atau dari data produksi. Walaupun demikian standar ini tidak objektif alasannya ialah kita tidak mengetahui keakuratannya, apakah mereka mencerminkan kecepatan kerja yang layak atau yang buruk, dan apakah yang tidak biasa terjadi sudah dimasukkan dalam perhitungan. Karena variable ini tidak diketahui, penggunaan teknik ini tidak dianjurkan. Sebagai penggantinya, studi waktu, standar waktu yang telah ditentukan, dan pengambilan sampel kerja yang lebih dianjurkan.

B.     Studi Waktu
Pengambilan waktu dengan  memakai studi waktu pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W. Taylor pada tahun 1881. Metode ini masih menjadi metode yang paling banyak dipakai dikala ini. Prosedur studi waktu memakai sampel kinerja seorang pekerja dan menggunakanya sebagai standar. Seorang pekerja yang terlatih sanggup menerapkan standar dengan delapan langkah berikut.
1.      Definisikan pekerjaan yang akan diamati.
2.      Bagi pekerjaan menjadi elemen yang tepat.
3.      Tentukan berapa kali akan dilakukan pengamatan.
4.      Hitung dan catat waktu elemen serta tingkat kinerja.
5.      Hitung waktu siklus rata-rata.


Waktu siklus pengamatan rata-rata = Jumlah waktu yang di catat untuk
melaksanakan setiap elemen
Jumlah siklus pengamatan

6.      Tentukan tingkat kinerja dan kemudian hitung waktu normal.
Waktu normal = (Waktu siklus pengamatan rata-rata) X (factor peringkat)

7.      Tambahkan waktu normal untuk setiap elemen untuk mendapatkan waktu normal total.
8.      Hitunglah waktu standar.
Waktu standar =   Waktu normal total
                                                   __________________
    1-faktor kelonggaran

CONTOH  SOAL
Studi waktu dari sebuah operasi pekerjaan menghasilkan waktu siklus pengamatan rata-rata sebesar 4 menit. Analisis menawarkan peringkat pekerja yang diamati sebesar 85%. Hal ini berarti pekerja mempunyai kinerja 85% dari kinerja normal di dikala penelitian di buat. Perusahaan memakai factor kelonggaran sebesar 13%. Hitunglah waktu standar ?.
Jawab : Waktu pengamatan rata-rata = 4,0 menit
            Waktu normal = (waktu siklus pengamatan rata-rata) x ( factor peringkat)
                                    = (4,0)(0,85)
                                    = 3,4 menit
            Waktu standar= (waktu normal )/(1- factor kelonggoran)
                                    = (3.4)(1-0,13)
                                    = (3,4)(0,87)
                                    =3,9 menit

Dalam studi waktu akan membutuhkan sebuah proses pengambilan sampel, jadi pertanyaan kesalahan pengambilan sampel dalam waktu siklus pengamatan rata-rata biasa terjadi. Dalam statistik kesalahan sanggup terjadi bervariasi dengan jumlah ukuran sampel yang berbanding terbalik.
Terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan sebuah ukuran sampel yang mencukupi :
1.      Seberapa akurat hasil pengamatan yang diinginkan (sebagai contoh, apakah ±5% waktu siklus yang diamati sudah mencukupi?).
2.      Tingkat keyakinan yang diinginkan (sebagai contoh, nilai z; apakah 95% sudah mencukupi atau harus 99%?).
3.      Berapa banyak variasi yang muncul dalam elemen kerja (sebagai contoh, jikalau terdapat variasi yang banyak, maka dibutuhkan ukuran sampel yang lebih besar).
Formula yang sempurna untuk diberikan kepada tiga variabel semoga menemukan ukuran sampel yang sempurna adalah:
                                    Ukuran sampel yang dibutuhkan = n =(
Dengan
  h = tingkat ketepatan yang diinginkan, dinyatakan dalam sebuah angka decimal (5% = 0,05)
  z = jumlah deviasi standar yang dibutuhkan untuk tingkat keyakinan yang diinginkan (90%      keyakinan = 1,65; lihat tabel T10.1 atau Lampiran I untuk nilai z yang lain)
  s = deviasi standar sampel awal
 
 = rata-rata sampel awal
  n = ukuran sampel yang dibutuhkan

Tingkat keyakinan yang diinginkan (%)
Nilai z (deviasi standar yang dibutuhkan untuk tingkat keyakinan yang diinginkan)
90,00
95,00
95,45
99,00
99,73
1,65
1,96
2,00
2,58
3,00

Contoh perhitungan diberikan pada Contoh T3
Thomas W. Jones Manufacturing Co. meminta Anda untuk menyidik sebuah standar pekerja yang telah disiapkan oleh seorang analis yang gres saja diberhentikan. Tugas pertama anda ialah menentukan ukuran sampel yang benar. Ketepatan yang diharapkan ialah 5% dengan tingkat keyakinan 95%. Deviasi standar sampel ialah 1,0 dan rata-rata 3,00.
Jawaban
            h = 0,05,
= 3,00, s = 1,0
            z = 1,96 (dari tabel T10.1 atau Lampiran I)

            n = (


            n =  (
)² = 170,74 = 171
Oleh karenanya, anda menyarankan ukuran sampel sebesar 171.

Sekarang akan dibahas dua variasi dari Contoh T3.
            Pertama, jikalau h, tingkat ketepatan yang diinginkan, dinyatakan sebagai jumlah kesalahan otoriter (sebagai contoh, 1 menit kesalahan masih sanggup diterima), maka gantilah e untuk h, dan formula berubah menjadi.
                                    n = ()²  

Dengan e ialah jumlah kesalahan otoriter yang masih sanggup diterima.
            Kedua, untuk kasus-kasus ketika s, deviasi standar sampel tidak disediakan (yang merupakan masalah yang biasa terjadi di dunia nyata), maka deviasi standar harus dihitung. Formula ini diberikan pada Persamaan (T10-6)
                                    S =   =

dengan
           
 = nilai setiap pengamatan
             
 = rata-rata pengamatan
             n = jumlah pengamatan dalam sampel

C.   Standar waktu yang ditetapkan
Sebagai pemanis bagi pengalaman masa kemudian dan studi waktu, standar produksi sanggup ditetapkan dengan memakai standar waktu yang telah ditentukan. Standar waktu yang telah ditentukan (predetermited time standards) membagi pekerjaan manual menjadi elemen dasar yang kecil yang telah mempunyai waktu tertentu (berdasarkan sampel pekerja yang sangat besar). Untuk memperkirakan waktu untuk sebuah pekerjaan tertentu, faktor waktu bagi setiap elemen dasar dari pekerjaan itu dijumlahkan. Untuk sanggup berbagi sistem standar waktu yang telah ditentukansecara menyeluruh, perusahaan membutuhkan biaya yang besar. Sebagai akibatnya, sejumlah sistem sanggup didapatkan secara komersil. Standar waktu yang telah ditentukan yang paling umum ialah metode pengukuran waktu (methods time measurement ) MTM, yang merupakan produk dari MTM Association.

adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap aneka macam acara dalam rantai nilai y Manajemen Operasional - Pengukuran Kerja
                        Tabel nilai waktu satuan TMU
Standar waktu yang telah ditetapkan merupakan perkembangan dari gerakan dasar yang disebut sebagai therblig. Istilah therblig ditemukan Frank Gilbrerth (Gilbreth dieja terbalik dan posisi t dan h ditukar). Therblig meliputi acara ibarat menentukan (select), mengambil (grasp), mengarahkan (position), merakit (assemble), menjangkau (reach), memegang (hold), beristirahat (rest), dan meneliti (inspect). Aktivitas-aktivitas ini dinyatakan dalam satuan pengukuran waktu (time measurement unit-TMU), yang sama dengan 0,00001 jam atau 0.0006 menit. Nilai MTM untuk bermacam-macam therblig ditentukan dalam tabel yang khusus.
Standar waktu yang telah ditetapkan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan studi waktu yaitu:
1.      Standar waktu sanggup dibentuk di laboratorium sehingga mekanisme ini tidak mengganggu aktifitas sesungguhnya.
2.      Karena standar sanggup ditentukan sebelum pekerjaan benar-benar dilakukanmaka sanggup dipakai untuk menciptakan rencana.
3.      Ada pemeringkatan kinerja yang dibutuhkan.
4.      Serikat pekerja cenderung mendapatkan metode ini sebagai cara yang masuk akal untuk memutuskan standar.
5.      Standar waktu yang telah ditentukan biasanya efektif pada perusahaan yang melaksanakan sejumlah besar penelitian pada kiprah yang sama.

D.   Pengambilan sampel kerja
Metode keempat untuk menentukan standar produksi atau pekerja ialah pengambilan sampel kerja, yang dikembangkan di inggris oleh L. Tippet di tahun 1930. Pengambilan sampel kerja memperkirakan presentasi waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja pada bermacam-macam pekerjaannya.  Hasilnya terutama dipakai untuk menentukan bagaimana karyawan mengalokasikan waktu mereka diantara bermacam-macam aktivitas. Jika pengambilan sampel kerja ini dilakukan untuk memutuskan kelonggaran keterlambatan, metode ini sering disebut sebagai peneliatian rasio keterlambatan (ratio delay study).
Prosedur pengambilan sampel kerja:
1.      Ambil sampel awal untuk mendapatkan sebuah asumsi nilai parameter
2.      Hitung ukuran sampel yang dibutuhkan
3.      Buat jadwal untuk mengamati pekerja pada waktu yang layak. Konsep angka acak dipakai untuk mendapatkan pengamatan yang benar-benar acak. Contohnya : diambil angka acak dari table: 08. 10, 20, 25, 45. Nilai ini sanggup dipakai untuk menciptakan sebuah jadwal pengamatan pada pukul 10:08, 10:10, 10:20, 10:25, 10:45.
4.      Lakukan pengamatan dan catat acara pekerja
5.      Tentukan bagaimana pekerja menghabiskan waktu mereka.

Formula dibawah ini menawarkan ukuran sampel untuk tingkat keyakinan dan keepatan yang diinginkan:
n = z2 p(1-p)
           h2

Dengan:
n = ukuran sampel yang dibutuhkan
z = deviasi normal standar untuk tingkat kepercayaan yang diinginkan
*z = 1 untuk tingkat kepercayaan 68%, z = 2 untuk tingkat kepercayaan 95,45%, z = 3
          untuk tingkat kepercayaan 99,73%
p = nilai asumsi proporsi sampel (waktu kerja operator yang diamati apakah sedang
       sibuk ataukah sedang menganggur)
h = tingkat kesalahan yang sanggup diterima, dalam presentasi
Fokus pada pengambilan sampel kerja ialah untuk menentukan bagaimana pekerja mengalokasikan waktu mereka diantara bermacam-macam acara yang dilakukannya. Hal ini sanggup dicapai dengan memutuskan presentasi waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja pada aktivitas-aktivitas yang ada daripada sejumlah waktu tertentu yang dihabiskan untuk kiprah tertentu dibawah ini ialah kelebihan dan kelemahan pengambilan sampel kerja diandingkan metode studi waktu.
Kelebihan
Kelemahan
1.      Lebih murah, alasannya ialah hanya diharapkan seorang pengamat yang sanggup mengamati beberapa pekerja secara bersamaan
2.      Pengamat tidak membutuhkan training yang khusus, dan tidak diharapkan peralatan mengukur waktu yang khusus
3.      Penelitian sanggup ditunda kapan saja dengan menghasilkan sedikit dampak pada hasil
4.      Pekerja hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk menghipnotis hasil penelitian
5.      Prosedur yang ada hanya sedikit mengganggu dan karenanya tidak mengakibatkan pekerja merasa keberatan
1.      Tidak membagi elemen kerja selengkap studi waktu
2.      Pengambilan sampel kerja sanggup menghasilkan hasil yang tidak bias atau tidak benar
3.      Pengambilan sampel kerja cenderung kurang akurat




















DAFTAR PUSTAKA

Heizer, Jay. 2005. Manajemen Operasi. Edisi 7. Jakarta : Salemba Empat
Schroeder, Roger G. 1994. Manajemen Operasi : pengambilan keputusan dalam fungsi operasi. Edisi 3. Jakarta : Erlangga

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Manajemen Operasional - Pengukuran Kerja"

Posting Komentar