Makalah Hukum, Ham Dan Demokrasi Dalam Islam
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami sanggup menuntaskan penyusunan makalah yang berjudul “Hukum, HAM dan Demokrasi Dalam Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu kiprah yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Negeri Makassar.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis memberikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menuntaskan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah menawarkan kiprah dan petunjuk kepada kami, sehingga kami sanggup menuntaskan kiprah ini.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis memberikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menuntaskan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah menawarkan kiprah dan petunjuk kepada kami, sehingga kami sanggup menuntaskan kiprah ini.
Makassar, Mei 2011
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. HUKUM
A. Pengertian Hukum IslamB. Ruang Lingkup Hukum Islam
C. Tujuan Hukum Islam
D. Sumber Hukum Islam
E. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
F. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
3. DEMOKRASI DALAM ISLAM
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika kita berbicara wacana hukum, yang terlintas dalam pikiran kita ialah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laris insan dalam suatu masyarakat, yang dibentuk dan ditegakkan oleh penguasa atau insan itu sendiri seperti:
1) Hukum adat
2) Hukum pidana dan sebagainya.
Berbeda dengan sistem aturan yang lain, aturan islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan insan di suatu tempat pada suatu massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyunya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui sunnah dia yang terhimpun dalam kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan aturan Islam secara mendasar dengan aturan yang lain.
Adapun konsepsi aturan Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur korelasi insan dengan insan lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga korelasi insan dengan Tuhan, korelasi insan dengan dirinya sendiri, korelasi insan dengan insan lain dalam bermasyarakat, dan korelasi insan dengan benda serta alam sekitarnya.
Kita berlanjut ke Hak asasi insan dalam Islam, HAM dalam Islam berbeda dengan hak asasi berdasarkan pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban menawarkan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin proteksi sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya mengakibatkan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di ketika yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam hingga dengan hari ini masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa mendapatkan tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit bahwasanya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi. Di bawah ini, ada goresan pena menarik wacana demokrasi dalam perspektif Islam. Untuk itu, kami akan membahas mengenai bagaimana bahwasanya Hukum, HAM dan Demokrasi berdasarkan pedoman islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini sanggup dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana ruang lingkup aturan Islam sebagai kepingan dari Agama Islam di Indonesia ?
2. Bagaimana hak-hak asasi insan berdasarkan pandangan dalam Islam dan pandangan Barat ?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi dalam Islam ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ruang lingkup aturan Islam sebagai kepingan dari Agama Islam di Indonesia
2. Untuk memahami hak-hak asasi insan berdasarkan pandangan dalam Islam dan pandangan Barat
3. Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1. HUKUM ISLAM
A. Pengertian Hukum Islam
Hukum ialah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laris manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibentuk dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa aturan yang tidak tertulis, menyerupai aturan adat, bisa juga berupa aturan tertulis dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibentuk oleh insan untuk mengatur korelasi insan dengan insan lain dan harta benda.
Sedangkan aturan Islam ialah aturan yang bersumber dan menjadi kepingan dari agama Islam. Konsepsi aturan islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur korelasi insan dengan insan dan benda dalam masyarakat, tetapi juga korelasi insan dengan Tuhan, korelasi insan dengan insan dengan dirinya sendiri, korelasi insan dengan insan lain dalam masyarakat, dan korelasi insan dengan benda alam sekitarnya.
B. Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua kepingan besar, yaitu:
1. Ibadah (mahdhah)
Adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam menjalankan hubingan kepada Allah, menyerupai shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi. Ketentuannya telah di atur dengan niscaya oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya. Dengan demikian mustahil ada proses yang membawa perubahan dan perombakan secaara asasi mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.
2. Muamalah (ghairu mahdhah)
Adalah ketetapan Allah yang berafiliasi dengan kehidupan sosial insan walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad insan yang memenuhi syarat melaksanakan usaha itu.
Bagian - Bagian Hukum Islam
a) Munakahat
Hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya.
b) Wirasah
Hukum yang mengatur segala kasus yang berafiliasi dengan pewaris, andal waris, harta warisan daan cara pembagian waarisan.
c) Muamalat
Hukum yang mengatur kasus kebendaan daan hak-hak atas benda, tata korelasi insan dalam kasus jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan lain-lain.
d) Jinayat
Hukum yang mengatur wacana perbuatan-perbuatan yang diancam dengan eksekusi baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.
e) Al-ahkam as-sulthaniyah
Hukum yang mengatur soal-soal yang berafiliasi dengan kepala negara, pemerintahan sentra maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya.
f) Siyar
Hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata korelasi dengan pemeluk agama dan negara lain
g) Mukhassamat
Hukum yang mengatur wacana peradilan, kehakiman, dan aturan acara
Sistematika aturan islam daapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum peronrangan
2. Al-ahkam al-maadaniyah (hukum kebendaan)
3. Al-ahkam al-murafaat (hukum program perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
5. Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
6. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
C. Tujuan Hukum Islam
Tujuan aturan islam secara umum ialah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi (mencegah terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima tujuan aturan islam:
1. Memelihara agama
Agama ialah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap insan oleh martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat jiwanya. Agama islam memberi proteksi kepada pemeluk agam lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
2. Memelihara jiwa
Menurut aturan islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak insan untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang pembunuhan sebagai penghilangan jiwa insan dan melindungi aneka macam sarana yang dipergunakan oleh insan untuk mempertahankan kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)
3. Memelihara akal
Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, lantaran logika mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan sanggup menjalankan aturan islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan logika sehat. (QS.5:90)
4. Memelihara keturunan
Dalam aturan islam memlihara keturunan ialah hal yang sangat penting. Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dihentikan melaksanakan perzinahaan. (Qs.4:23)
5. Memlihara harta
Menurut pedoman islam harta merupakan pemberian Allah kepada insan untuk kelangsungan hidup mereka. Untuk itu insan sebagai khalifah di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah berdasarkan aturan dan benar berdasarkan aturan moral. Makara huku slam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup insan itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).
D. Sumber Hukum Islam
Di dalam aturan islam rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh syariat, mulai dari sumber yang pokok maupun yang bersifat alternatif. Sumber tertib aturan Islam ini secara umumnya sanggup dipahami dalam firman Allah dalam QS. An-nisa: 59:
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di antara kamu. Jika kau berlainan pendapat wacana sesuatu maka kembalikanlah ia pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jikalau kau benar-benar beriman kapada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik (akibatnya)".(QS. An-nisa: 59)
Dari ayat tersebut, sanggup diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan aturan agamanya harus didasarkan urutan:
1) Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2) Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3) Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4) Mengenbalikan kepada alquran dan sunah jikalau terjadi perbedaan dalam memutuskan hukum
Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
1) Al Quran
2) Sunah atau hadits Rasul
3) Keputusan penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi (legislatif), amupun qadli (yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif (ijma’)
4) Mencari ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jikalau terjadi kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.
Dengan komposisi itu pula aturan islam sanggup diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1) Dalil Naqli yaitu Al Alquran dan as sunah
2) Dalil Aqli yaitu pemikiran logika manusia.
E. Kontribusi Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
1. Al- tsabat (stabil), aturan islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang masa
2. At-tathawwur (berkembang), aturan islam tidak kaku dalam aneka macam kondisi dan situasi sosial.
Dilihat dari skema historis, aturan islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke Indonesia pada masa ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan aturan barat gres diperkenalkan VOC awal masa 17 masehi. Sebalum islam masuk Indonesia, rakyat Indonesia menganut aturan moral yang bermacam-macam sistemnya dan sangat beragam sifatnya. Namun sehabis islam tiba dan menjadi agama resmi di aneka macam kerajaan nusantara, maka aturan islam pun munjadi aturan resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar menjadi aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan Indonesia ialah diawali pada ketika proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya UUD 1945. Pada ketika itulah impian para pemimpin islam untuk kembali menjalankan aturan islam bagi umat islam berkobar.
Dalam pembentukan aturan islam di indonesia, kesadaran berhukum islam untuk pertama kali pada zaman kemeerdekaan ialah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha esa”.
Meskipun demikian, dalam aneka macam macam peraturan perundang-undangan, aturan islam telah benar-benar memperoleh tempat yang masuk akal secara kontitusional yuridis.
Dengan demikian bantuan umat islam dalam petrumusan dan penegakan aturan sangat besar. Adapun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan aturan dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah mengakibatkan suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan aturan islam dengan aturan positif yaitu melalui usaha legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib berdasarkan islam menjadi wajib pula berdasarkan perundangan.
F. Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
Manusia ialah makhluk sosial yang tidak sanggup hidup sendiri insan membutuhkan pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya. Setiap individu dan kelompok sosial mempunyai kepentingan. Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan. Hal itu mengandung potensi terjanya benturan daan konflik. Maka hal itu membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu sanggup dicapai secara adil, maka diperlukan penegakan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian disebut dengan aturan islam yang dan menjadi pedoman setiap pemeluknya.
Dalam hal ini aturan islam mempunyai tiga orientasi, yaitu:
a. Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi insan dalam jangka pendek dalam kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan korelasi antara Allah dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi aturan itu sendiri.
Sedangkan fungsi aturan islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:
1) Fungsi ibadah
Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: "Dan tidak saya ciptakan jin dan insan melainkan untuk beribadah kepadaKu". Maka dengan daalil ini fungsi ibadah tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2) Fungsi amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran).
Maka setiap aturan islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk mannusia yang yang sanggup menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3) Fungsi zawajir (penjeraan)
Adanya hukuman dalam aturan islam yang bukan hanya hukuman eksekusi dunia, tetapi juga dengan bahaya siksa darul abadi dimaksudkan biar insan sanggup jera dan takut melaksanakan kejahatan.
4) Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan aturan hukuman tersebut bukan sekedar sebagai batas bahaya dan untuk menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu aturan hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering social.
Keempat fungsi aturan tersebut tidak sanggup dipilah-pilah begitu saja untuk bidang aturan tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.
2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia ialah hak dasar atau hak pokok yang menempel pada diri insan semenjak ia berada dalam kandungan hingga meninggal dunia yang harus menerima perlindungan. Istilah HAM berdasarkan Tolchach Mansoer mulai terkenal semenjak lahirnya Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Walaupun pandangan gres HAM sudah timbul pada masa ke 17 dan ke 18 sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal di zaman itu. Ide hak asasi insan juga terdapat dalam Islam. Hal ini sanggup dilihat dalam pedoman tauhid. Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi insan dilihat dari sudut pandangan Barat dan Islam.
Hak asasi insan berdasarkan pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan demikian insan sangat dipentingkan. Sedangkan dalam Islam hak-hak asasi insan bersifat teosentris artinya segala sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan. Dalam korelasi ini A.K Brohi menyatakan: “Berbeda dengan pendekatan Barat”, taktik Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan kemerdekaan dasar insan sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan yang terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-penganutnya. Perspekitf Islam sungguh-sungguh bersifat teosentris.
Pemikiran barat menempatkan insan pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi tolok ukur sesuatu, sedangkan insan ialah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
Oleh lantaran itu dalam Islam hak-hak asasi insan tidak hanya menekankan kepada hak-hak insan saja, tetapi hak-hak itu dilandasi oleh kewajiban asasi untuk mengabdi hanya kepada Allah sebagai penciptanya. Aspek khas dalam konsep HAM Islami ialah tidak adanya orang lain yang sanggup mema’afkan pelanggaran hak-hak jikalau pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu negara Islam pun tidak sanggup mema’afkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki seseorang. Negara harus terikat menawarkan eksekusi kepada pelanggar HAM dan menawarkan sumbangan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM nya telah mema’afkan pelanggar HAM tersebut.
Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights diungkap dalam aneka macam ayat antara lain :
1. Martabat manusia
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa insan mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi. Kemulian martabat yang dimiliki insan itu sama sekali tidak ada pada makhluk lain. Martabat yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia, pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak sanggup dipisahkan dari diri manusia.
Q.S Al Isra’ (17) ayat 70. Artinya : “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan bawah umur Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan…”
Q.S Al Maidah (5) ayat 32. Artinya : “ …Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan lantaran orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan lantaran membuat kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh insan seluruhnya…”
Mengenai martabat insan ini telah digariskan dalam Universal declaration of Human Rights dalam Pasal 1 dan Pasal 3.
Pasal 1 menyebutkan, ”...Semua makhluk insan dilahirkan merdeka dan mempunyai hak-hak serta maratabat yang sama …”
Pasal 3 menyebutkan, “...Setiap orang berhak untuk hidup, berhak akan kemerdekaan dan jaminan pribadi...”
2. Persamaan
Pada dasarnya semua insan sama, lantaran semuanya ialah hamba Allah. Hanya satu ukuran yang sanggup membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni ketaqwaannya.
Q.S Al Hujurat (49) ayat 13. Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami membuat kau dari jenis laki-laki dan seorang perempuan dan mengakibatkan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Prinsip persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 6 menyebutkan, “...Setiap orang berhak menerima ratifikasi di mana saja sebagai seorang pribadi di muka hukum...”
Pasal 7 menyebutkan, “...Semua orang sama di muka aturan dan berhak atas proteksi yang sama di muka aturan tanpa perbedaan…”
3. Kebebasan menyatakan pendapat
Al Qur’an memerintahkan kepada insan biar berani memakai logika pikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini secara khusus ditujukan kepada insan yang beriman biar berani menyatakan kebenaran. Agama Islam sangat menghargai logika pikiran. Oleh lantaran itu, setiap insan sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan sanggup dipertanggungjawabkan.
Q.S Ali Imran (3) ayat 110. Artinya : “...Kamu ialah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…”
Hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration of Human Rights Pasal 19 “...Semua orang berhak atas kemerdekaan mempunyai dan melahirkan pendapat…”
4. Kebebasan beragama
Prinsip kebebasan beragama ini dengan terang disebutkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” Dan Q.S Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
Dari ayat-ayat tersebut sanggup dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyatakan “...Setiap orang mempunyai hak untuk merdeka berfikir, berperasaan, dan beragama …”
5. Hak jaminan sosial
Di dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain ialah kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang yang kaya saja. Seperti dinyatakan Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”
Q.S Al Ma’arij (70) ayat 24. Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia kepingan tertentu.”
Dalam Al Qur’an juga disebutkan dengan terang perintah bagi umat Islam untuk menunaikan zakat. Tujuan zakat antara lain ialah untuk melenyapkan kemiskinan dan membuat pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan dengan terang sesuai dengan Pasal 22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai anggota masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”
6. Hak atas harta benda
Dalam aturan Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan proteksi terhadap milik seseorang merupakan kewajiban penguasa. Oleh lantaran itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun, tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum, berdasarkan tatacara yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah menawarkan hukuman yang berat terhadap mereka yang telah merampas hak orang lain, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya : “Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah …”
Hal ini sesuai dengan Pasal 17 dari Universal Declaration of Human Rights menyebutkan:
Ayat (1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama orang lain.
Ayat (2) Tidak seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.
B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak dasar yang disebut hak asasi. Dengan hak asasi tersebut, insan sanggup berbagi diri pribadi, peranan dan sumbangsinya bagi kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang menempel pada diri setiap manusia.
Dilihat dari sejarahnya, umumnya para pakar di Eropa beropini bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris yang mencanangkan bahwa raja yang tadinya mempunyai kekuasaan absolut, menjadi dibatasi kekuasannya dan mulai sanggup dimintai pertanggung jawabannya di muka hukum. Selanjutnya diikuti dengan lahirnya Bill of Right di Inggris tahun 1689 dengan adigium bahwa insan sama di muka hukum. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai munculnya The American Declaration of Independence, The French Declaration tahun 1789 dan terakhir lahirnya rumusan HAM yang bersifat universal yang dikenal dengan The Universal Declaration Of Human Rights tahun 1948 disahkan pribadi oleh PBB.
Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi insan dilihat dari sudut pandangan barat dan Islam. Hak Asasi Manusia berdasarkan pemikiran barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga insan sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam berisfat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.
Pemikiran Barat menempatkan insan pada psosisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu, sedangkan insan letak perbedaan yang mendasar antara hak-hak asasi berdasarkan pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi berdasarkan pola pedoman Islam.
Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah, lantaran ia harus mematuhi hukum-Nya. Namun secara paradoks, di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Zariyat ayat 56, artinya: “Dan saya tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dari ketentuan ayat di atas, membuktikan insan mempunyai kewajiban mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang diperintahkan kepada umat insan dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1) huququllah (hak-hak Allah) yaitu kewajiban-kewajiban insan terhadap Allah yang diwujudkan dalam sebuah ritual ibadah
2) huququl’ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewaajiban insan terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-mahkluk Allah lainnya.
Hak Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi insan dikalsifikasikan kedalam dua kategori yaitu :
1) HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2) HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda dalam situasi tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak khusus bagi non muslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya menyerupai hak hidup, hak-hak milik, proteksi kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan pribadi dan sebagainya.
The Universal Declaration Of Human Rights di dunia mengikat semua bangsa, untuk menghargai Hak Asasi Manusia, meski faktanya dunia barat cukup banyak melanggarnya. Dengan demikian para andal aturan Islam mengemukakan “Universal Islamic Declaration Human Right”, yang diangkat dari al-qur’an dan sunnah Islam terdiri XXIII Bab dan 63 pasal yang meilputi seluruh aspek hidup dan kehidupan insan antara lain :
(1) hak hidup
(2) hak untuk mendapatkan kebebasan
(3) hak atas persamaan kedudukan
(4) hak untuk mendapatkan keadilan
(5) hak untuk mendapatkan proteksi terhadap penyalahgunaan kekuasaan
(6) hak untuk mendapatkaan proteksi dari penyiksaan
(7) hak untuk mendapatkan proteksi atas kehormatan nama baik
(8) hak untuk bebas berpikir dan berbicara
(9) hak untuk bebas menentukan agama
(10) hak untuk bebas berkumpul dan berorganisasi
(11) hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi
(12) hak atas jaminan sosial
(13) hak untuk bebas mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
(14) hak-hak bagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga
(15) hak untuk mendapatkan pendidikan dan sebagainya.
3. DEMOKRASI DALAM ISLAM
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein bermakna kekuasaan. Karena kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat, oleh lantaran itu demokrasi diartikan dengan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan mutlak dan Ke-Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan insan yang terkandung dalam konsep khilafah menawarkan kerangka yang dengannya para cendekiawan belakangan ini berbagi teori politik tertentu yang sanggup dianggap demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan ratifikasi terhadap kadaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintah.
Penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak menawarkan perhatian pada beberapa aspek khusus dari ranah social dan politik. Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah usang berurat berakar yaitu:
1. Musyawarah (syura)
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Oleh lantaran itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam kepercayaan musyawarah. Hal ini disebabkan berdasarkan pedoman Islam, setiap muslim yang remaja dan berakal sehat, baik laki-laki mauoun perempuan ialah khalifah Allah di bumi. Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani kasus negara. Kemestian bermusyawarah dalam menuntaskan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat Al-syura ayat 3 :
“Dan orang-orang yang mendapatkan permintaan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura : 38).
2. Persetujuan (ijma)
Ijma atau konsensus telah usang diterima sebagai konsep ratifikasi resmi dalam aturan Islam. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan aturan Islam dan menawarkan sumbangan pemikiran sangat besar pada korpus aturan atau tafsir hukum.
Konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus menawarkan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui bunyi mayoritas. Atas dasar inilah konsensus sanggup menjadi legitimasi sekaligus mekanisme dalam suatu demokrasi Islam.
3. Penilaian interpretative yang berdikari (itjihad)
Upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi insan kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya. Itjihad sanggup berbentuk permintaan untuk melaksanakan pembaharuan, lantaran prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah yang telah menjadi statis. Oleh lantaran itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, penemuan dan kreativitas.
Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa musyawarah, konsensus dan itjihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban insan sebagai khalifah-Nya. Sehingga antara hukum, Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak sanggup dipisahkan.
Hal ini disebabkan lantaran salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi ialah adanya penegakan aturan dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu ringkih apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemeunuhan dan proteksi HAM akan terwujud apabila aturan ditegakkan, lantaran Al-Qur’an sebagai sumber pedoman utama dan pertama agama Islam mengandung pedoman wacana nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara umum aturan Islam berorientasi pada proteksi terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Artinya aturan Islam bertujuan pada pemeliharaan agama, menjamin, menjaga dan memelihara kehidupan dan jiwa, memelihara kemurnian logika sehat dan menjaga ketertiban keturunan insan serta menjaga hak milik harta kekayaan untuk kemaslahatan hidup umat manusia.
2. Hak Asasi Manusia berdasarkan pemikiran barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga insan sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam bersifat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.
3. Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak sanggup dipisahkan. Hal ini disebabkan lantaran salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi ialah adanya penegakan aturan dan perlindundgan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu ringkih apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan proteksi HAM akan terwujud apabila aturan ditegakkan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka sanggup dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Sebagai umat Islam hendaknya memahami aturan Islam dengan baik, lantaran aturan ini mengatur aneka macam kehidupan umat insan untuk mencapai kemaslahatan.
2. Setiap insan hendaknya menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia, lantaran hak ini sebagai dasar yang menempel pada diri tiap manusia.
3. Dalam mengamalkan pedoman Islam secara menyeluruh, baik dibidang hukum, hak dan kewajiban asasi manusia, serta kehidupan berdemokrasi hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
https://makalahmanajemenpemasarann.blogspot.com//search?q=makalah-hukum-ham-dan-demokrasi-dalam-islam
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia Jakarta, Gema Insani Press, 1994.
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia Jakarta, Gema Insani Press, 1994.
Dahlan Idhamy, Karakteristik Hukum Islam, Jakarta, Media Sarana Press, 1987.
Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001.
Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004.
Hasby Asy-Shidiqiy, Falsafah Hukum Islam, Yogyakarta Bulan Bintang 1975.
Husain, syekh syaukat, Hak asasi – insan dalam islam, Jakarta. Gema Insani perss, 1991
Lopa, Baharuddin. Al Qur’an dan Hak Azasi Manusia, Yogyakarta, PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1999
Ilyas, Muhtarom. Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009
Pramudya, Willy, Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi, Jakarta: GagasMedia 2004.
0 Response to "Makalah Hukum, Ham Dan Demokrasi Dalam Islam"
Posting Komentar