8 Kesalahan Besar Menjadi Pemburu Beasiswa / Scholarship Hunter
Dari bahan sharing oleh salah satu Awardee LPDP
Halo guys, ini lah beberapa kesalahan yang saya alami dan beberapa sahabat di sekitar saya ngalamin ini juga. Makanya tidak sedikit dari mereka yang mengalah meraih impiannya untuk lanjut studi di luar negeri. Baca baik-baik yooo sampe habis. Hehe…
Tidak fokus mulai dari sekarang, tapi nanti sesudah S1
Banyak teman-teman saya yang bertanya kapan mestinya berjuang untuk mengejar beasiswa? Jawaban yang sempurna ialah mulai dari kini ketika anda sadar bahwa harapan anda itu begitu berharga untuk diperjuangkan. Dan sebaiknya mulai dari semester 1 ketika kuliah S1. Saya eksklusif mulai sadar mengejar kesempatan untuk ke luar negeri dan improve bahasa inggris ketika semester 4. Tapi bekerjsama harapan saya untuk dapat sekolah ke luar negeri itu ketika SMP. Ketika Sekolah Menengah Pertama yang lagi booming-boomingnya warnet, saya sudah mulai subscribe milis beasiswa. Saya suka sekali membaca pengalaman orang Indonesia yang kuliah di luar negeri. Tapi pikiran saya ketika itu masih dibatasi dengan pertanyaan, “untuk dapat dipesantren di jawa atau pun kuliah di pulau jawa saja, apa mungkin?” Yang jelas, harapan saya ketika itu begitu cetek. Cetekkkk banget. Haha…
Kembali ke semester 4, memang itu masa2 trial dan eror saya, rata2 aktivitas yang saya daftar 100% Gagal. Tapi pada ketika itu saya semakin sadar bahwa bahasa inggris itu amat penting. Sekedar berani ngomong di banyak orang itu penting. *Ya Allah, jujur saya dulu orangnya introvert banget, gak dapat ngapa-ngapain. Bisa mengkoordinir suatu event/project itu luar biasa sekali saya rasa. Dan di ketika banyak sekali penolakan aplikasi beasiswa/event, saya belum tahu apa-apa gimana caranya menulis esai yang dapat meloloskan saya di banyak sekali event. Akan tetapi sesudah saya tahu kuncinya, Alhamdulillah saya dapat lolos pada hampir semua event cowok yang saya daftar.
So, dari kini teman-teman harus tahu kelebihan dan kekurangan teman-teman. Yang menjadi kekurangan, harus diimprove sedikit demi sedikit, ibarat berguru bahasa inggris, ikut pembinaan nulis, mulai mempelajari bermacam-macam jenis beasiswa dalam dan luar negeri, aktif di organisasi semoga PD dan softskillnya ningkat, dll
Ikut English club tapi …
Ini kesalahan saya yang amat besar. Dan semoga tidak terjadi pada teman-teman semua. Ada pertanyaan besar, “Saya udah ikut English club, kursus bahasa inggris di Pare, sering ke luar negeri, tapi kok untuk ngedapetin IELTS aja susah? Kok dapat sih?” Ini penyebabnya lantaran saya berguru bahasa inggris cuma muter-muter pada daily English conversation dan mungkin hanya pada level beginner. Sedangkan yang diperlukan untuk studi di luar negeri ialah ACADEMIC ENGLISH. Gimana tips untuk ningkatin academic English? Saya akan paparkan di poin bahan selanjutnya ya…
Masih itung-intungan dengan mimpi
Sudah pernah baca artikelnya Pak I Made Andi Arsana yang kurang lebih judulnya ibarat ini; “Lupakan soal Beasiswa, kau pejuang malas!” dan “Sekali-sekali mahaiswa memang perlu di gampar“. Yang belum baca, silahkan googling. Intinya, kalo bicara soal memperjuangkan mimpi, saya insya Allah loyal dengan harapan saya. Tes TOEFL ITP berkali-kali, bahkan tes TOEFL iBT dan IELTS juga sudah merobekkan kantong orang lain. Hehe (baca: ngutang sana sini dijabanin demi mewujudkan mimpi). Saya lebih baik menghabiskan uang saya untuk beli buku toefl dan novel wacana negara harapan saya ketimbang beli yang lain yang berdasarkan saya tidak penting. Then, untuk mimpi, saya juga rela Cuma tidur 4-5 jam per hari, dan lebih banyak fokus ningkatin academic english saya. Bahkan supaya dapat fokus belajar, saya menonaktifkan semua sosmed saya hingga berbulan-bulan. Berhibrenasi dengan buku-buku IELTS. Palingan; makan, ibadah, tidur, dan belajar, begitu seterusnya siklusnya ketika berguru IELTS.
Takut Mencoba sebelum Berperang
Apa itu kamu? Saya berharap itu bukan kalian. Tapi orang-orang di luar sana banyak yang belum berjuang tapi sudah nyerah duluan. Padahal kebanyakan realita tak seseram yang dibayangkan.
Saya bersyukur sekali kegagalan dalam mendaftar beasiswa saya Cuma berkisar 5 kali, alasannya para pejuang beasiswa lain ada yang hingga 13 kali percobaan gres gol, dan itu memakan waktu hingga bertahun-tahun. Thomas Alfa Edison penemu bohlam lampu saja sampe ratusan kali gres berhasil, masa kita yang Cuma belasan aja udah nyerah? Harus sabar yaaa, emang harus berjiwa malaikat kalo ingin menjadi pemburu beasiswa. Coz jarang banget yang dapat lolos hanya sekali coba, yaaa mungkin ada, tapi ya tidak smua orang ibarat itu. Tapi yakin lah, ketika kita dapat mencicipi kegagalan yang bertubi-tubi, itu menciptakan semakin nikmat usaha kita. Berasa plong gitu, kalo sudah lolos. Berasa pensiun jadi scholarship hunter. hehe
Egois/apatis
Ibaratnya ibarat pohon itu. Sebenarnya kita harus take and give sedini mungkin. Jangan egois dan apatis dalam mengejar beasiswa. Kalo dapat sih sukses berjamaah. Dan Jangan merasa minder kalo contohnya prestasi kita belum banyak, sekecil apa pun bantuan itu, insya Allah kan berarti untuk orang di sekitar kita.
Salah niat
Perbaikan niat, lillahita’ala. Insya Allah semuanya kan dimudahkan. Jangan niat sekolah ingin sekedar jalan-jalan (*Meskipun awalnya saya juga begitu, hehe). Tapi terus saja refresh niat kita, supaya niat sekolah lantaran Allah. Insya Allah, Allah bantu prosesnya.
Ciut atau tidak berani dalam membeberkan mimpi-mimpi kita
Tak perlu takut, ucapkan saja harapan kita ke semua orang, tapi kalo tidak seberani itu paling tidak beberkan lah impian-impian kita ke orang-orang terdekat, ke sahabat, ke teman-teman seimpian kita. Tempelkan juga 100 mimpimu di dinding.
It works to keep our spirit too. Selain itu, saya juga melekat peta dunia di dinding, jadi kadang kalo lagi resah atau down, saya suka membayangkan saya berada di kota-kota kecil di Eropa/AMerika. Kadang ngomong sendiri, “Ooo di sini yaaa letaknya Edinbrugh, oo di sini yaaa Ohio. Ohh Rusia seluas ini yaa rupanya, ..” jadi pengen ke sana
Last but not least, kesalahan lain yg sering terjadi ialah mindset bahwa beasiswa itu 100 persen gratis. Padahal itu salah besar. Setiap calon peserta beasiswa pada beberapa situasi harus siap bayar tes toefl/ielts tanpa diganti, biaya kirim dokumen ke universitas di luar negeri, dan banyak sekali biaya lainnya untuk mendapat Letter of Acceptance (dari universitas) dan Letter of Guarantee (dari pemberi beasiswa) ada di tangan. Ada juga biaya2 yg hasilnya diganti oleh pemberi beasiswa, tapi sebelumnya harus ditanggung dulu oleh awardee. Karenanya sangat penting utk setiap scholarship hunter untuk MENABUNG. Karena beasiswa 100 persen pun tetap ada biaya2 yg harus ditanggung sendiri, baik dalam pengurusan hingga nanti pada ketika menjalani kuliah di luar negeri.
Sekian dan terima kasih, mmoga bermanfaat buat rekan dan adik2 yang sedang berjuang.
-Pujiati Sari-
Awardee LPDP
Master's degree Student in STEM (Math education) at Ohio State University, USA
Halo guys, ini lah beberapa kesalahan yang saya alami dan beberapa sahabat di sekitar saya ngalamin ini juga. Makanya tidak sedikit dari mereka yang mengalah meraih impiannya untuk lanjut studi di luar negeri. Baca baik-baik yooo sampe habis. Hehe…
Tidak fokus mulai dari sekarang, tapi nanti sesudah S1
Banyak teman-teman saya yang bertanya kapan mestinya berjuang untuk mengejar beasiswa? Jawaban yang sempurna ialah mulai dari kini ketika anda sadar bahwa harapan anda itu begitu berharga untuk diperjuangkan. Dan sebaiknya mulai dari semester 1 ketika kuliah S1. Saya eksklusif mulai sadar mengejar kesempatan untuk ke luar negeri dan improve bahasa inggris ketika semester 4. Tapi bekerjsama harapan saya untuk dapat sekolah ke luar negeri itu ketika SMP. Ketika Sekolah Menengah Pertama yang lagi booming-boomingnya warnet, saya sudah mulai subscribe milis beasiswa. Saya suka sekali membaca pengalaman orang Indonesia yang kuliah di luar negeri. Tapi pikiran saya ketika itu masih dibatasi dengan pertanyaan, “untuk dapat dipesantren di jawa atau pun kuliah di pulau jawa saja, apa mungkin?” Yang jelas, harapan saya ketika itu begitu cetek. Cetekkkk banget. Haha…
Kembali ke semester 4, memang itu masa2 trial dan eror saya, rata2 aktivitas yang saya daftar 100% Gagal. Tapi pada ketika itu saya semakin sadar bahwa bahasa inggris itu amat penting. Sekedar berani ngomong di banyak orang itu penting. *Ya Allah, jujur saya dulu orangnya introvert banget, gak dapat ngapa-ngapain. Bisa mengkoordinir suatu event/project itu luar biasa sekali saya rasa. Dan di ketika banyak sekali penolakan aplikasi beasiswa/event, saya belum tahu apa-apa gimana caranya menulis esai yang dapat meloloskan saya di banyak sekali event. Akan tetapi sesudah saya tahu kuncinya, Alhamdulillah saya dapat lolos pada hampir semua event cowok yang saya daftar.
So, dari kini teman-teman harus tahu kelebihan dan kekurangan teman-teman. Yang menjadi kekurangan, harus diimprove sedikit demi sedikit, ibarat berguru bahasa inggris, ikut pembinaan nulis, mulai mempelajari bermacam-macam jenis beasiswa dalam dan luar negeri, aktif di organisasi semoga PD dan softskillnya ningkat, dll
Ikut English club tapi …
Ini kesalahan saya yang amat besar. Dan semoga tidak terjadi pada teman-teman semua. Ada pertanyaan besar, “Saya udah ikut English club, kursus bahasa inggris di Pare, sering ke luar negeri, tapi kok untuk ngedapetin IELTS aja susah? Kok dapat sih?” Ini penyebabnya lantaran saya berguru bahasa inggris cuma muter-muter pada daily English conversation dan mungkin hanya pada level beginner. Sedangkan yang diperlukan untuk studi di luar negeri ialah ACADEMIC ENGLISH. Gimana tips untuk ningkatin academic English? Saya akan paparkan di poin bahan selanjutnya ya…
Masih itung-intungan dengan mimpi
Sudah pernah baca artikelnya Pak I Made Andi Arsana yang kurang lebih judulnya ibarat ini; “Lupakan soal Beasiswa, kau pejuang malas!” dan “Sekali-sekali mahaiswa memang perlu di gampar“. Yang belum baca, silahkan googling. Intinya, kalo bicara soal memperjuangkan mimpi, saya insya Allah loyal dengan harapan saya. Tes TOEFL ITP berkali-kali, bahkan tes TOEFL iBT dan IELTS juga sudah merobekkan kantong orang lain. Hehe (baca: ngutang sana sini dijabanin demi mewujudkan mimpi). Saya lebih baik menghabiskan uang saya untuk beli buku toefl dan novel wacana negara harapan saya ketimbang beli yang lain yang berdasarkan saya tidak penting. Then, untuk mimpi, saya juga rela Cuma tidur 4-5 jam per hari, dan lebih banyak fokus ningkatin academic english saya. Bahkan supaya dapat fokus belajar, saya menonaktifkan semua sosmed saya hingga berbulan-bulan. Berhibrenasi dengan buku-buku IELTS. Palingan; makan, ibadah, tidur, dan belajar, begitu seterusnya siklusnya ketika berguru IELTS.
Takut Mencoba sebelum Berperang
Apa itu kamu? Saya berharap itu bukan kalian. Tapi orang-orang di luar sana banyak yang belum berjuang tapi sudah nyerah duluan. Padahal kebanyakan realita tak seseram yang dibayangkan.
Saya bersyukur sekali kegagalan dalam mendaftar beasiswa saya Cuma berkisar 5 kali, alasannya para pejuang beasiswa lain ada yang hingga 13 kali percobaan gres gol, dan itu memakan waktu hingga bertahun-tahun. Thomas Alfa Edison penemu bohlam lampu saja sampe ratusan kali gres berhasil, masa kita yang Cuma belasan aja udah nyerah? Harus sabar yaaa, emang harus berjiwa malaikat kalo ingin menjadi pemburu beasiswa. Coz jarang banget yang dapat lolos hanya sekali coba, yaaa mungkin ada, tapi ya tidak smua orang ibarat itu. Tapi yakin lah, ketika kita dapat mencicipi kegagalan yang bertubi-tubi, itu menciptakan semakin nikmat usaha kita. Berasa plong gitu, kalo sudah lolos. Berasa pensiun jadi scholarship hunter. hehe
Egois/apatis
Ibaratnya ibarat pohon itu. Sebenarnya kita harus take and give sedini mungkin. Jangan egois dan apatis dalam mengejar beasiswa. Kalo dapat sih sukses berjamaah. Dan Jangan merasa minder kalo contohnya prestasi kita belum banyak, sekecil apa pun bantuan itu, insya Allah kan berarti untuk orang di sekitar kita.
Salah niat
Perbaikan niat, lillahita’ala. Insya Allah semuanya kan dimudahkan. Jangan niat sekolah ingin sekedar jalan-jalan (*Meskipun awalnya saya juga begitu, hehe). Tapi terus saja refresh niat kita, supaya niat sekolah lantaran Allah. Insya Allah, Allah bantu prosesnya.
Ciut atau tidak berani dalam membeberkan mimpi-mimpi kita
Tak perlu takut, ucapkan saja harapan kita ke semua orang, tapi kalo tidak seberani itu paling tidak beberkan lah impian-impian kita ke orang-orang terdekat, ke sahabat, ke teman-teman seimpian kita. Tempelkan juga 100 mimpimu di dinding.
It works to keep our spirit too. Selain itu, saya juga melekat peta dunia di dinding, jadi kadang kalo lagi resah atau down, saya suka membayangkan saya berada di kota-kota kecil di Eropa/AMerika. Kadang ngomong sendiri, “Ooo di sini yaaa letaknya Edinbrugh, oo di sini yaaa Ohio. Ohh Rusia seluas ini yaa rupanya, ..” jadi pengen ke sana
Last but not least, kesalahan lain yg sering terjadi ialah mindset bahwa beasiswa itu 100 persen gratis. Padahal itu salah besar. Setiap calon peserta beasiswa pada beberapa situasi harus siap bayar tes toefl/ielts tanpa diganti, biaya kirim dokumen ke universitas di luar negeri, dan banyak sekali biaya lainnya untuk mendapat Letter of Acceptance (dari universitas) dan Letter of Guarantee (dari pemberi beasiswa) ada di tangan. Ada juga biaya2 yg hasilnya diganti oleh pemberi beasiswa, tapi sebelumnya harus ditanggung dulu oleh awardee. Karenanya sangat penting utk setiap scholarship hunter untuk MENABUNG. Karena beasiswa 100 persen pun tetap ada biaya2 yg harus ditanggung sendiri, baik dalam pengurusan hingga nanti pada ketika menjalani kuliah di luar negeri.
Sekian dan terima kasih, mmoga bermanfaat buat rekan dan adik2 yang sedang berjuang.
-Pujiati Sari-
Awardee LPDP
Master's degree Student in STEM (Math education) at Ohio State University, USA
0 Response to "8 Kesalahan Besar Menjadi Pemburu Beasiswa / Scholarship Hunter"
Posting Komentar