Manajemen Lintas Budaya - Konsep Budaya Nasional Dan Teori Nilai Budaya

Pendahuluan
Kelangsungan sebuah organisasi bergantung pada kemampuannya untuk merespon perubahan lingkungan dan tuntutan masyarakat. Kesuksesan sebuah organisasi menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan yang terbentuk diantara anggotanya secara menyeluruh menjadi perkiraan dan nilai bersama disebut budaya perusahaan.
Organisasi bergantung pada keefektifan interaksi dengan lingkungannya untuk bertahan dan tetap eksis. Kebergantungan ini termasuk korelasi anatara budaya perusahan dan budaya lingkungan. Walaupun pemindahan budaya nasional ke perusahaan tidak pernah sempurna, ini tidak sanggup dihindari. Sangat jarang pertentangan yang tidak sanggup di konsolidasi antara keduanya. Hanya organisasi yang sanggup mengadopsi refleksi budaya dari masyatakat dan karakteristik budaya yang mayoritas yang sanggup bertahan.
Kerangka Budaya
Walaupun asal dari sebuah budaya tidak terbatasi oleh garis batas negara, untuk lebih gampang dan praktis, kita sering menggunakan batas negara sebagai basis untuk mendiskusikan fenomena budaya. Batas-batas negara menggambarkan lingkungan sosial, aturan dan politik dari sebuah negara. Melebihi batas-batas megara inilah perushaan multinasional harus beroperasi, dan sangat mungkin menemukan kesulitan dikarenakan kesalahpahaman budaya.
Sedangkan perusahaan domestik mewujudkan sifat dari negara daerah perusahaan itu berada, sebuah perusahaan multinasional (MNC) dipengaruhi oleh lingkungan multikultural dari pasar globalnya. Setiap perusahan, bagaimanapun, mengembangkan budaya perusahaannya masing-masing yang memperlihatkan nilai dari masyarakat, kebutuhan industrinya, dan filosofi dan kepercayaan bersama dari dari anggotanya, dan sebagian dari nilai dan filosofi administrasi puncaknya. Oleh alasannya yakni itu, banyak budaya yang ibarat dan berbeda diantara perusahan satu dan perusahaan lainnya. Karena perusahaan domestik menyebarkan dengan budaya negara yang sama, variasi kebudayaan diantara perusahaan-perusahaan tidak hanya menempel pada filosofi pendiri perusahan tetapi juga terhadap perbedaan karakteristik industri dan komposisi anggotanya.
Bagaimanapun perusahan multinasional tidak hanya dibatasi oleh imbas budaya negara tertentu. Melalui cabang-cabang diseluruh dunia, mereka terbuka terhadap keberagaman budaya. Serupa dengan keberagaman dianatara perusahaan domestik, perusahaan multinasional mengembangkan karakteristik perusahaan yang menggambarkan keberagaman budaya dari cabang-cabang yang dimiliki. Perusahaan multinasional yang sukses sanggup mengembangkan pemahaman diantara perbedaan budaya dan berguru untuk mengambil keuntungan dari peluang yang tercipta dari keberagaman budaya itu sendiri. Sebaliknya, dilema akan menimpa ibarat IBM dalam proyek di East Fishkill yang mengganggu operasi dari perusahaan dan mengurangi keuntungan dari internasionalisasi.
Definisi Budaya
Ada banyak definisi dari budaya. Budaya sanggup didefinisikan sebagai sistem yang pengetahuan dan norma untuk merasa, percaya, meninjau, dan berperilaku. Sistem yang memancarkan pola dari sebuah sikap yang berjalan untuk menghubungkan seseorang dengan lingkungannya. Budaya berkembang melewati waktu dan secara perlahan namun niscaya terus berevolusi. Definisi yang lebih sederhana yang diajukan oleh Hofstede yaitu, “pemograman kolektif dari pikiran yang membedakan anggota dari sebuah kategori insan satu dengan kategori lainnya.
Bahasa, etnis, dan kepercayaan yakni komponen utama dari sebuah budaya. Dengan sebuah pengecualian, etnis menurut sifat geografi, yang sama dengan bahasa dan agama.
Untuk sanggup memahami budaya secara menyeluruh, pemahaman akan fondasi agama / kepercayaan sangat diperlukan. Ada beberapa agama besar dan beberapa agama yang kecil. Agama-agama besar meliputi, Budha, Kristiani, Konfusiusisme, Hindu, Islam, Yahudi, dan Shinto. Orang-orang yang serius mengejar karier internasional akan mendapatkan keuntungan besar dengan mempelajari agama agama tersebut.
Perbedaan cultural sanggup di analisis dari banyak sekali dimensi. Dua dimensi yang relevan dengan kehidupan bisnis internasional yakni Cultural complexity (cultural kompleks) dan cultural heterogeneity (cultural heterogen).
Cultural Complexity
Dari banyak sekali latar belakang dan kontekstual dari sebuah informasi, mengambarkan dan menjelaskan situasi dan kondisi yang di sebut cultural complexity. Cultural Complexity yang berada di jenjang tertinnggi, lebih sulit di koreksi dan di intepretasikan di dalam keadaan sosial. Context cultural yang rendah jauh lebih  terang dan terbuka di dalam komunikasi dan interaksi sosial. Dalam context cultural yang tinggi banyak sekali informasi yang di transmisikan oleh konteks fisik atau di internalisasikan oleh orang-orang di sekitar. Banyak sekali keadaan, aturan dan prasyarat pemerintahan di kehidupan sehari-hari bagi negara-negara yang mempunyai cultural complexity yang tinggi. Di negara yang cultural complexity-nya rendah korelasi interpersonal cenderung bersifat sementara dan sangat rendah. Mengingat perbedaan cultural, bila tidak mendapatkan latihan yang tepat dan persiapan yang matang, manajer di context cultures yang rendah, akan menghadapi kesulitan ketika akan membuat kesepakatan dengan orang-orang yang mempunyai konteks cultural yang tinggi.
Cultural heterogeneity
Bahasa, etnis dan agama merupakan komponen utama dari budaya. Derajat kehidupan dari ketidaksamaan dan keberagaman membuat banyak konstitusi dari budaya budaya yang ada di anggap sebagai cultural heterogeneity (cultural heterogen). Dalam hal ini akan lebih banyak tuntutan dan tantangan dari manajer yang di pindah tugaskan (mutasi) untuk memanfaatkan budaya budaya di level tinggi dari cultural heterogeneity dan complexity. Semua fungsi manajerial diminta lebih berhati hati dalam menaksirkan situasi dan lebih memahami keadaan dimana mereka akan bekerja. Melakukan transaksi bisnis di negara yang relatif homogeneous culture akan jauh lebih gampang di banding negara yang mempunyai cultural heterogeneity dan complexity. Untuk mensukseskan lingkungan multicultural dari pasar dunia, seharusnya menampilkan sensivitas kepada tuan rumah negara pemilik budaya tersebut dan mentoleransi serta memahami perbedaan budaya tersebut.
APA ITU BUDAYA ?
Geert Hofstede mendefinisikan budaya sebagai pemrograman kolektif pikiran yang membedakan anggota satu kelompok insan dari kelompok insan yang lain. Sementara itu, antropolog budaya Clyde Kluckholn mendefinisikan budaya sebagai kumpulan keyakinan, nilai-nilai, perilaku, kebiasaan, dan sikap yang membedakan orang-orang dari satu masyarakat dari yang lain. Para peneliti GLOBE mendefinisikan budaya sebagai motif bersama, nilai-nilai, keyakinan, identitas, dan interpretasi atau makna dari insiden penting yang hasil dari pengalaman umum dari anggota kolektif yang dikirimkan melalui generasi. Fons Trompenaars mendefinisikan budaya sebagai cara di mana sekelompok orang memecahkan dilema dan mendamaikan dilema. Ann Swidler juga mengambil pemecahan dilema pendekatan, melihat budaya sebagai "kotak peralatan" simbol, cerita, ritual, dan pandangan dunia yang membantu orang-orang dari budaya tersebut bertahan hidup dan berhasil. Akhirnya, antropolog budaya Clifford Geertz mendefinisikan budaya sebagai sarana dimana orang berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan mereka wacana sikap terhadap kehidupan. Budaya yakni jalinan makna dalam hal mana orang menafsirkan pengalaman mereka dan mengarahkan tindakan mereka. Sementara semua definisi ini mempunyai kegunaan dan mempunyai banyak kesamaan,namun mereka semua mempunyai perbedaan yang khas. Dari sudut pandang administrasi global, mereka menyarankan bahwa budaya mungkin terbaik dianggap sebagai menangani tiga pertanyaan: (1) Siapakah kita? (2) Bagaimana kita hidup? (3) Bagaimana kita mendekati pekerjaan? Ketiga pertanyaan memusatkan perhatian pada individu, lingkungan, dan norma-norma dan nilai-nilai kerja, dan balasan atas pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan kita untuk menarik beberapa kesimpulan wacana pekerjaan dan masyarakat dan bagaimana manajer pada umumnya harus bersikap ketika mereka bekerja lintas budaya.
            Tiga aspek dari definisi ini sangat penting yaitu:
(1)   Budaya dibagi oleh anggota kelompok dan kadang kala mendefinisikan keanggotaan kelompok itu sendiri. Dengan demikian, preferensi budaya yang tidak secara universal di seluruh dunia atau sepenuhnya pribadi; mereka yakni preferensi yang biasanya dimiliki oleh sekelompok orang, bahkan bila tidak oleh semua anggota kelompok. Fakta bahwa kebanyakan orang Korea dan Meksiko suka kuliner pedas tidak mengharuskan bahwa semua dari mereka lebih menentukan kuliner tersebut, tidak membutuhkan bahwa semua Belanda dan Kanada menghindari mereka.
(2)   Budaya dipelajari melalui keanggotaan dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Budaya, dalam bentuk sikap sosial normatif, yang dipelajari dari orang tua, guru, pejabat, pengalaman, dan masyarakat-di-besar. Kami memperoleh nilai-nilai, asumsi, dan sikap dengan melihat bagaimana orang lain berperilaku, tumbuh di sebuah komunitas, pergi ke sekolah, dan mengamati keluarga kami
(3)   Budaya mensugesti sikap dan sikap anggota kelompok. Banyak dari keyakinan kita bawaan, nilai-nilai, dan pola sikap sosial sanggup ditelusuri kembali ke training budaya tertentu dan sosialisasi. Setelah kita tumbuh dewasa, budaya masih memberitahu kita apa yang sanggup diterima dan sikap yang tidak sanggup diterima, menarik dan tidak menarik, dan sebagainya. Akibatnya, budaya sangat mensugesti proses sosialisasi dalam hal bagaimana kita melihat diri kita dan apa yang kita percaya dan sayangi. Hal ini, pada gilirannya, mensugesti sikap normatif kami, atau bagaimana kita berpikir orang-orang di sekitar kita mengharapkan kita untuk berperilaku.
Gambar dibawah menggambarkan korelasi antara preferensi universal, budaya, dan pribadi. Di penggalan bawah piramida yakni pemrograman biologis, karakteristik yang merupakan penggalan dari sifat manusia. Di penggalan atas piramida yakni karakteristik individu, biasanya disebut sebagai kepribadian dan terdiri dari kombinasi warisan dan berguru perilaku, preferensi, dan asumsi. Budaya berada antara dua dan garis yang memisahkan mereka yakni garis yang kabur. Ada banyak situasi yang mustahil untuk mengetahui dengan niscaya mengapa seseorang berperilaku dengan cara tertentu . Dan kenyataannya yakni dalam kebanyakan masalah itu tidak terlalu penting. Manajer harus bekerja efektif di seluruh keragaman, yang mencakup budaya tetapi tidak terbatas untuk itu. Yang lebih penting yakni mengidentifikasi apa yang universal dan apa yang tidak. Kepercayaan yang keliru bahwa nilai, keyakinan, atau perkiraan bersifat universal kemungkinan akan membawa kesalahpahaman. Untuk alasan ini, akan disoroti perbedaan budaya dalam upaya untuk memberikan kesadaran kepada perkiraan non universal.
Gambar 3.2 Tingkat pemrograman mental
            Sebuah studi baru-baru ini agak menarik berfungsi untuk lebih menggambarkan sifat bersama budaya. Ternyata, nilai-nilai bersama mengikuti orang di seluruh kehidupan mereka. Studi ini menemukan bahwa kecemasan dan kekhawatiran orang renta terikat sangat erat dengan asal negara mereka. Artinya, masyarakat Jerman cenderung khawatir kehilangan kewaspadaan mental mereka, sementara orang Belanda khawatir wacana kenaikan berat badan. Thailand khawatir kehilangan penglihatan mereka, sementara masyarakat Amerika lebih heterogen cenderung membagi kecemasan mereka antara kehilangan memori, berat badan, kehilangan energi, dan kemampuan untuk merawat diri. Sedangkan, Mesir melaporkan bahwa mereka khawatir tentang  bertambahnya usia mereka. (Para penulis penelitian menyarankan bahwa mungkin orang Mesir menyimpulkan bahwa alasannya yakni dilema yang terkait dengan penuaan tidak sanggup dihindari, tak perlu khawatir wacana hal tersebut). Studi menyimpulkan bahwa aspek penting dari mempelajari penuaan yakni mengembangkan pemahaman wacana imbas budaya.
BUDAYA DAN PERILAKU NORMATIF
Selain itu, budaya sering tetapkan batas pada apa yang dianggap sikap yang sanggup diterima dan tidak sanggup diterima; itu tekanan individu dan kelompok untuk mendapatkan dan mengikuti sikap normatif. Budaya menentukan aturan yang memandu apa yang sanggup dilakukan orang. Memang, surat kabar dan majalah dipenuhi dengan contoh-contoh dari orang-orang yang bergerak untuk menghancurkan "penghalang budaya." Benar atau salah, kendala ini biasanya dibuat untuk memastikan praktek yang seragam di antara anggota masyarakat dan sebagai akibatnya, masyarakat sering berpandangan rendah orang yang melawan sistem. Pertimbangkan dua teladan berikut.
Pertama, mempertimbangkan profesi yang agak tidak biasa, misal penagihan utang.Penagih utang menjalankan fungsi yang mempunyai kegunaan dalam masyarakat, namun dengan kiprah yang kurang menyenangkan, tetapi alat-alat perdagangan sah mereka sanggup berbeda secara signifikan. Di Spanyol, misalnya, penagih utang mencoba untuk mempermalukan debitur untuk membayar tagihan mereka. Ketika Lian Manuel pergi ke rumah untuk mencoba dan meyakinkan seseorang untuk membayar tagihannya, beliau memakain tuksedo dan topi tinggi dan membawa masalah singkat dengan tanda besar yang bertuliskan ‘El Cobrador del frac’ atau "Penagih Utang dalam Topi Tinggi dan Tuksedo". Dia kemudian mengunjungi seorang debitur yang sering mengeluh wacana dilema penagih utang lainnya yang menggunakan seragam yang berbeda, termasuk "Penagih Skotlandia" yang mengancam untuk muncul di rumah debitur dan bermain bagpipenya, dan "Penagih Biarawan" siapa yang muncul berpakaian sebagai seorang biarawan. Dalam masalah tersebut, tujuannya yakni sama: untuk mempermalukan atau menghina orang tersebut biar mau membayar utangnya. Mengapa hal ini dilakukan? Sebagian besar alasannya yakni pengadilan kebangkrutan Spanyol mempunyai jaminan simpanan yang panjang dan memperlihatkan sedikit kelonggaran, sementara pelanggan ingin dibayar, dan terutama alasannya yakni merupakan alat yang sangat efektif untuk penagihan dan tetap sanggup diterima oleh budaya mereka. Tapi di Inggris, sebaliknya, debitur memalukan publik dianggap tidak profesional dan praktek bisnis yang tidak adil. Dan di Kanada dan Amerika Serikat, yakni ilegal untuk melecehkan debitur dengan mempublikasikan keadaan mereka kepada teman dan tetangga. Budaya yang berbeda, praktek-praktek bisnis yang sanggup diterima berbeda pula.
Kedua, dan mungkin lebih serius, mempertimbangkan bagaimana budaya sanggup mensugesti praktik bisnis lokal, ibarat praktik akuntansi dan keuangan. Sebuah teladan umum ini melibatkan praktek keuangan di beberapa budaya Muslim (misalnya, Aljazair, Arab Saudi, dan Sudan) yang mengikuti syariah, atau aturan perbankan dan keuangan praktek Islam yang sanggup ditemukan di lebih dari enam puluh negara-negara berkembang dan lima belas Negara maju. Memang, di banyak negara-negara ini, praktek perbankan gaya Barat dilarang. Sebagai contoh, aturan Islam melarang Muslim mendapatkan atau membayar segala bentuk kepentingan, ibarat yang dibahas dalam Surah II Al-Qur'an. Bunga dipandang sebagai mengambil keuntungan dari orang lain yang mungkin tidak begitu beruntung.
Akibatnya, sementara pinjaman gaya Barat didasarkan pada konsep bunga, pinjaman Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil. Rencana keuntungan -rugi Islam tiba dalam tiga bentuk utama. Pertama, mudharabah (yaitu , wali keuangan) terdiri dari mempercayakan dana untuk saham yang telah ditentukan keuntungan atau rugi, dengan investor menjadi kawan aktif dalam proyel yang umumnya dipakai untuk transaksi jangka pendek dan sebagian besar dalam perdagangan dan komersialisme. Kebanyakan nasabah bank membuat deposito mereka di bawah jenis perjanjian. Kedua, musyarakah ( penyertaan modal ) terdiri dari beberapa kawan yang menyediakan dana dalam proporsi yang bervariasi untuk proyek-proyek jangka panjang. Laba atau rugi kemudian dibagi sesuai dengan partisipasinya dimana hak partisipasi yang diberikan kepada semua pihak, bahkan bagi mereka yang tidak benar-benar berpartisipasi dalam administrasi proyek. Dan ketiga, pengaturan mark-up merupakan aktiva yang diperoleh untuk dijual kembali kemudian atau sewa, dengan mark-up pada harga pembelian.
Selain itu, di negara-negara Muslim transaksi pasar saham hanya diperbolehkan bila perusahaan yang terlibat hanya berurusan dengan komoditas yang halal (atau disetujui). Selain itu, orang-orang yang bisa diharapkan untuk memberikan retribusi tahunan berbasis agama dari sedekah (dikenal sebagai zakat ) sekitar 2,5 persen dari harta mereka. Dibawah bimbingan dan interpretasi dewan pengawas agama berbasis perusahaan, ada larangan pada semua acara ekonomi yang berkaitan dengan barang dan jasa yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam (misalnya, minuman beralkohol, produk babi , atau barang mewah). Perjudian dan spekulasi, atau membabi buta melaksanakan perjuangan tanpa pengetahuan yang cukup wacana risiko, juga harus dihindari, ibarat polis asuransi (kecuali diselenggarakan di bawah kepemilikan bersama), lindung nilai mata uang, kontrak berjangka, dan kartu kredit. Menurut kepercayaan Islam, praktek ini mengharuskan orang-orang untuk melihat ke masa depan dimana hanya Tuhan yang bisa melaksanakan ini.
Beralih ke negara-negara lain, ketika menganalisis alternatif investasi, perusahaan-perusahaan di AS cenderung mendukung teknik arus kas diskonto, sedangkan perusahaan Jerman mengandalkan metode payback dan Jepang lebih menentukan pengembalian pendekatan modal. Juga, jangka waktu untuk keputusan investasi cenderung sistematis lagi bagi perusahaan Jepang, diikuti oleh perusahaan-perusahaan Jerman dan Amerika. Ada juga bukti bahwa tujuan keuangan perusahaan sanggup bervariasi di seluruh negara. Perusahaan di Inggris dan Amerika Serikat, misalnya, cenderung mendukung tindakan keuangan ibarat laba, keuntungan atas investasi, dan nilai pemegang saham, sementara perusahaan-perusahaan Jepang cenderung menekankan tindakan-tindakan non-keuangan, ibarat pangsa pasar dan pertumbuhan penjualan. Tentu, ini membuat sulit untuk penilaian keberhasilan komparatif atau kegagalan perusahaan dalam konteks internasional.
Perbedaan budaya juga sanggup ditemukan dalam praktik pelaporan keuangan, baik dalam hal pengukuran kinerja dan transparansi informasi negara konservatif, ibarat Jerman dan Jepang, menampilkan praktik akuntansi yang lebih konservatif dalam hal pola legalisasi keuntungan perusahaan nasional, sementara Negara yang kurang konservatif, ibarat Inggris dan Amerika Serikat, mendukung praktek pelaporan keuntungan kurang konservatif. Praktek pengungkapan, ibarat yang terlihat dalam sebuah kontinum dari transparansi untuk menjaga rahasia, lebih terbuka dan luas di negara-negara ibarat Belanda, Inggris dan Amerika Serikat daripada di Swiss, Jerman, dan Jepang.Hal ini terutama alasannya yakni masyarakat individualis (seperti Australia, AS, dan Inggris) menuntut lebih banyak keterbukaan dan auditor independen yang lebih berpengaruh untuk melindungi hak-hak investor individu, sementara negara-negara yang tinggi dalam universalisme dan penghindaran ketidakpastian (seperti Swedia, Denmark, Jerman, dan Jepang) malah menentukan aturan akuntansi lebih seragam.
Secara keseluruhan, bukti yang tersedia memperlihatkan bahwa perbedaan budaya sanggup memainkan kiprah penting dalam akuntansi dan praktek keuangan di banyak sekali wilayah dunia. Mengapa hal ini penting? Karena manajer global yang melaksanakan bisnis lintas budaya dan memahami bagaimana praktik akuntansi dan keuangan berbeda - atau hanya tahu bahwa mereka berbeda-berada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk menegosiasikan kontrak, mengelola kemitraan, dan membangun korelasi kerja dengan pelanggan dan kawan di seluruh dunia.
Dimensi Kebudayaan Hofstede
1.      Power distance (PD) ; Keyakinan wacana distribusi kekuasaan yang tepat di masyarakat.

Power distance yakni dimensi yang mengukur tingkat toleransi pada struktur organisasi yang hierarkis. Dimensi ini mengindikasikan sejauh mana para anggota yang tidak mempunyai kekuasaan maupun yang mempunyai kekuasaan mendapatkan bahwa kekuasaan didistribusikan secara tidak merata. Ini tercermin dalam nilai-nilai dari para anggota masyarakat yang kurang berpengaruh atau lemah serta dari orang-orang yang lebih kuat.
Ciri-ciri power distance yang kecil :
·         Ketimpangan dalam masyarakat harus diminimalkan.
·         Hierarki di dalam organisasi berarti hanya perbedaan kiprah saja untuk memudahkan kerja.
·         Pemimpin menganggap bawahan biar "Orang-orang ibarat saya."
·         Bawahan menganggap atasan untuk menjadi "orang-orang ibarat saya."
·         Pemimpin sanggup diakses atau sanggup mengadakan adanya partisipasi dan keterbukaan.
·         Penggunaan kekuasaan harus baik. Semua harus mempunyai hak yang sama.
·         Mereka yang berkuasa harus mencoba untuk terlihat kurang berpengaruh daripada mereka.
·         Cara untuk mengubah sistem sosial yakni dengan mendistribusikan kekuasaan.
·         Orang-orang di banyak sekali tingkat daya merasa kurang terancam dan lebih siap untuk mempercayai orang.
·         Terdapat harmonisasi antara kekuatan penuh dan yang tidak berdaya.
·         Kerjasama sanggup didasarkan pada solidaritas.
Ciri-ciri power distance yang besar :
·         Harus ada perintah dari ketidaksetaraan di dunia ini di mana semua orang mempunyai daerah yang tepat ful; tinggi dan rendah dilindungi oleh perintah ini.
·         Beberapa orang harus independen; sebagian besar harus bergantung.
·         Hirarki berarti ketidaksetaraan eksistensial. Hieararki mempunyai makna kekuasaan yang berbeda antara atasan dan bawahan.
·         Pemimpin menganggap bawahan untuk menjadi orang yang berbeda.
·         Bawahan menganggap pemimpin sebagai orang yang berbeda.
·         Pemimpin tidak sanggup diakses atau kurang demokratis.
·         Power yakni fakta dasar dari masyarakat yang ante tanggal baik atau jahat. Legitimasinya tidak relevan.
·         Pemegang kekuasaan berhak atas hak istimewa.
·         Mereka yang berkuasa harus mencoba untuk terlihat sekuat mungkin.
·         Cara untuk mengubah sistem sosial yakni untuk melengserkan mereka yang berkuasa.
·         Orang lain yakni potensi ancaman terhadap kekuasaan seseorang dan jarang sanggup dipercaya.
·         Konflik laten ada antara yang berpengaruh dan lemah.
·         Kerjasama sulit untuk dicapai.




2.      Uncertainty Avoidance; Sejauh mana orang-orang merasa terancam oleh situasi yang tidak niscaya atau tidak diketahui.
Uncertainty Avoidance (penghindaran ketidakpastian), memperlihatkan sejauh mana masyarakat merasa terancam oleh situasi yang tidak niscaya dan ambigu dan mencoba untuk menghindari situasi ini dengan memberikan stabilitas karier yang lebih besar, tetapkan aturan yang lebih formal, tidak menoleransi ide-ide dan sikap menyimpang, dan percaya kebenaran mutlak dan pencapaian keahlian. Namun demikian , masyarakat di mana penghindaran ketidakpastian yang berpengaruh juga ditandai dengan tingkat yang lebih tinggi dari kecemasan dan agresivitas yang menciptakan, antara lain dorongan batin yang berpengaruh pada orang untuk bekerja keras.
Dimensi ini memperlihatkan hingga tolerasi oleh individu dalam organisasi atau masyarakat terhadap uncertainty & unpredictability. Semakin tinggi skor berarti  responden merasa terancam dengan adanya ketidakpastian dan mereka membutuhkan aturan formal. Semakin rendah skor menunjukkan  responden  comfortable dengan resiko.
UA yang lemah :
·         Ketidakpastian yang menempel dalam hidup lebih gampang diterima dan setiap hari diambil alasannya yakni dilengkapi.
·         Stress lebih rendah.
·         Time is free.
·         Kerja keras bukanlah suatu keharusan.
·         Kurang memperlihatkan emosi lebih disukai.
·         Perasaan atau berpikir lebih positif terhadap orang lain.
·         Ada lebih kemauan untuk mengambil risiko dalam hidup.
·         Keyakinan ditempatkan dalam generalis dan nalar sehat.
UA yang berpengaruh :
·         Ketidakpastian yang menempel dalam kehidupan dirasakan sebagai ancaman terus menerus yang harus diperangi.
·         Kecemasan dan stress yang lebih tinggi.
·         Waktu yakni uang.
·         Ada dorongan untuk bekerja keras.
·         Perilaku kasar diri dan orang lain diterima.
·         Menunjukkan emosi lebih disukai.
·         Antisipasi orang dan ide-ide yang berbahaya; intoleransi memegang kekuasaan.
·         Ada kekhawatiran besar dengan keamanan dalam kehidupan.
·         Pencarian yakni untuk akhir, kebenaran mutlak dan nilai-nilai.
·         Ada kebutuhan untuk aturan dan peraturan tertulis.
·         Warga biasa tidak kompeten dibandingkan dengan pemerintah.

3.      Individualism/collectivism (IDV); Kepentingan relatif dari kepentingan kelompok vs individu dalam masyarakat.

IDV yakni dimensi yang mengukur seberapa besar individu meletakkan kepentingannya dan keluarga dibandingkan kepentingan yang lain. Hofstede mengukur perbedaan individualism dalam dua kutub kontinum, yaitu semakin tinggi skor individualism, makin memperlihatkan tingkat individualisme yang tinggi sedangkan semakin rendah memperlihatkan masyarakat tersebut cenderung kolektif.
Ciri-ciri kolektivisme :
·         Anak berguru dalam tema “kita”
·         Menjaga harmoni dan menghindari konfrontasi
·         Membuat kesalahan menyebabkan rasa aib pada diri dan kelompok
·         Keputusan hiring dan promosi juga memperhatikan kepentingan keseimbangan kelompok
·         Hubungan baik dinilai lebih tinggi dibanding pekerjaan
Ciri-ciri individualisme :
·         Anak berguru dalam terma “saya”.
·         Jujur dalam memberikan pendapat meski menyinggung orang lain
·         Membuat kesalahan menyebabkan rasa bersalah dan kehilangan respek pada individu itu sendiri.
·         Keputusan hiring dan promosi didasarkan pada aturan dan keahlian semata
·         Pekerjaan dinilai lebih tinggi dibanding korelasi baik

4.      Masculinity/femininity (MAS); Ketegasan vs pasif; harta benda vs kualitas hidup.

Dimensi ini mengukur nilai yang mayoritas di masyarakat, apakah masuk dalam  katagori maskulin yaitu mengutamakan assertiveness  dan penguasaan pada uang dan materi ataukah kutub satunya yaitu feminim yang mengutamakan quality of life and caring for others.
Nilai-nilai diberi label "maskulin" karena, dalam masyarakat pria dinilai lebih tinggi dalam arti yang positif daripada arti negatif mereka (misalnya dalam hal ketegasan) meskipun masyarakat secara keseluruhan mungkin cenderung menuju "feminin". Menariknya, semakin seluruh nilai masyarakat ke sisi maskulin, akan lebih luas kesenjangan antara nilai yang "laki-laki" dan "perempuan".
Femininity :
·         Nilai mayoritas di masyarakat yakni caring others
·         Guru yang hangat lebih dihargai
·         Gagal di sekolah merupakan hal yang biasa
·         Bekerja untuk hidup
Masculinity :
·         Nilai mayoritas di masyarakat yakni material success & progress
·         Guru yang jenius lebih dihargai
·         Gagal di sekolah merupakan hal yang memalukan
·         Hidup untuk kerja

5.      Long Term Orientation (LTO) ; Jangka panjang vs jangka pendek prospeknya pada pekerjaan, kehidupan, dan hubungan.
Sejauh mana masyarakat memperlihatkan perspektif yang berorientasi masa depan yang pragmatis daripada sudut pandang jangka pendek yang konvensional.


Cultural Value and Organizational Behavior
Budaya sanggup digambarkan sebagai cara pandang insan hidup dan berafiliasi dengan yang lainnya dan lingkungannya. Budaya mempunyai bentuk fisik dan nonfisik manifestatsi. Bentuk manifestasi fisik dalam budaya sanggup dilihat dari objek fungsional dan produk artisitik, kerajinan, musik, literatur dan puisi.

Contoh kasus

Ny. T Yamagochi menceritakan kehidupan keluarganya khususnya suaminya kepada kolom pembaca pada sebuah majalah. Dia bercerita bahwa suaminya selalu brangkat kerumah ketika pagi buta dan pulang larut malam, keadaan ini membuat sang suami tidak punya waktu untuk anak-anak, bahkan di hari minggupun demikian. Keadaan ini membuat hatinya miris ketika melihat anak-anaknya harus iri melihat teman sebayanya yang asik bermain bersama keluarganya

Japanese Advice

Bersabarlah dengan suami anda. Anda bahkan tidak menyebutkan apa pekerjaan suami anda bukan? Dia mumngkin terlibat dalam penelitian ilmiah. Orang-orang yang terlibat dalam hal itu sangat fokus terhadap pekerjaanya bahkan sering kali mengabaikan keluarganya. Makara saya sarankan perlakukan suami anda dengan hangat, dan habiskan waktu anda dengan anak-anak. Kami harap suami anda sukses dalam pekerjaannya

Americans Advice

Ternyata, beliau tidak menyadari kewajiban dan memenuhi kiprahnya sebagai ayah atau suami, dan ia mencoba mencari kepuasan dalam pekerjaanya. Dia mungkin tidak merasa nyaman dirumah, alasannya yakni itu beliau menghindar menghabiskan waktu di rumah. Apapun alasanya anda dan suami anda harus mencari santunan profesional selama belum dewasa anda masih kecil dan ijab kabul anda masih utuh.

Contoh kasus

Ny. C Ibaragi telah menikah tiga tahun yang kemudian dan kini tinggal di rumah keluarga suaminya. Dia bercerita bahwa rumahnya selalu kotor dan tidak ada yg perduli dengan kebersihan selain dia. Ini membuat beliau kesal alasannya yakni melihat pertumbuhkembagan bayinya di daerah yang kotor. Dia sempat meminta untuk mempunyai rumah sendiri namun suaminya menganggap bahwa tampaknya sang istri ini ingin menceraikannya.

Japanese Advice

Anda harus memahami untuk hidup bersama dengan yang lainnya. Jika mertua anda kurang perhatian wacana kebersihan anda harus bersabar. Jika anda meresponnya dengan senyuman yang hangat dan membersihkan rumahnya sebaik yang anda bisa, mungkin hal-hal ini akan memberikan implikasi pada mereka

American Advice

Saya menyarankan biar anda mencari rumah yang terjangkau. Memberitahu suami anda benefit dari hidup terpisah dari keluarganya. Beri klarifikasi kepada suami anda bahwa keluarganya akan menikmati pelengkap ruangan dan kebebasan yang akan mereka dapatkan. Terus lah lakukan dan jangan menyerah. Dia mungkin akan menyadarinya. Lagipula tidak adakan yang tidak privasi, lebih banya ruang, dan rumah yang bersih
Kebayakan saran yang diberikan oleh redaksi dari majalah jepang lebih menyarankan sosial harmoni, mempertahankan hubungan, menghindari konfrontasi serta pentingnya kerja keras. Dalam hal ini orang jepang mengenal gaman yang sanggup diartikan denga sabar, toleransi, dan mendapatkan rasa sakit tanpa komplein.
Tipikal majalah amerika lebih menekankan pada saran yang berbeda. Dimana saran diberikan eksklusif kepada dilema utama sang perempuan secara langsung. Beberapa orang amerika menggap gaman sebagai tindakan yang anti wanita,  tetapi hal itu cocok dengan kebudayaan jepang.
Aspek Positif dan Negatif Gaya Manajemen Barat dan Timur
Dari banyak sekali pengertian dan batasan administrasi di atas, dalam goresan pena ini pembahasannya dibatasi faktor insan sebagai unsur utama administrasi dan banyak sekali perilakunya dalam oraganisasi atau kelompok serta pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Hasil rumusan kelompok IV seminar Konsep Manajemen Indonesia yang berlangsung dari tanggal 3-5 juli 1979 di Jakarta berhasil menyimpulkan aspek positif dan negatif dari gaya administrasi antara negara barat (yang diwakili oleh Amerika Serikat dan Eropa Barat) dengan negara dari dunia timur (yang diwakili Jepang dan Cina).
Adapun aspek positif dan negatif tersebut yakni sebagai berikut :
1.      Manajemen Barat : Tekanan pada Amerika Serikan dan Eropa Barat
Aspek Positif :
·         Efisien;
·         Disiplin;
·         Sadar akan waktu dan;
·         Penghormatan terhadap inisiatif individu;
Aspek Negatif :
·         Manusia diperlakukan ibarat mesin, dan;
·         Masyarakatnya yang konsumtif.
2.      Manajemen Jepang
Aspek Positif :
·         Solidaritas terhadap kelompok (perusahaan) yang tinggi;
·         Dedikasi;
·         Kesetiaan;
·         Disiplin diri;
·         Nasionalisme yang tinggi, dan;
·         Penghormatan terhadap yang lebih senior.
Aspek Negatif :
·         Opportunities;
·         Binatang ekonomi;
·         Sangat tertutup, dan;
·         Agak angkuh.
3.      Manajemen Cina
Aspek Positif :
·         Memegang teguh janji;
·         Ulet;
·         Tekun;
·         Hormat, dan;
·         Solidaritas kelompok (suku).
Aspek Negatif :
·         Kikir;
·         Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan;
·         Tertutup, dan
·         Terlalu materialistis.


                                                                                                                                                               
















Daftar Pustaka

M. Steers, Richard dkk. 2010. Management Across Cultures Challenges Strategies. Cambridge : Cambridge University Press.
Fatehi, Kamal. 1996. International Management A Cross Cultures and Functional Perspektive. USA : Prentice-Hall International, Inc.

Geert, Hofstede. 1980. Motivation, Leadership, and Organization: Do American Theories Apply Abroad? Organizational Dynamics, Summer, AMACOM, A Division of American Management Association.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Manajemen Lintas Budaya - Konsep Budaya Nasional Dan Teori Nilai Budaya"

Posting Komentar