Perilaku Organisasi - Motivasi Organisasional



Definisi Motivasi

Menurut Ellen A. Benowitz, motivasi yaitu “kekuatan yang mengakibatkan individu bertindak dengan cara tertentu. Orang punya motivasi tinggi akan lebih ulet bekerja, sementara yang rendah akan sebaliknya.” John R. Schemerhorn, et.al. mendefinisikan motivasi sebagai “mengacu pada pendorong di dalam diri individu yang besar lengan berkuasa atas tingkat, arah, dan gigihnya upaya seseorang dalam pekerjaannya.” Laurie J. Mullins mendefinisikan motivasi sebagai “arahan dan kegigihan tindakan.”
II.        TEORI  - TEORI MOTIVASI
1.      Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
a.       Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada pada dasarnya berkisar pada pendapat bahwa insan mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(2)      Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), menyerupai : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
(3)      Kebutuhan rasa kondusif (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
(4)      Kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
(5)      Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam banyak sekali simbol-simbol status; dan
(6)      Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk membuatkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga bermetamorfosis kemampuan nyata.

2.      Teori X dan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y sehabis mengkaji cara para manajer berafiliasi dengan para karyawan.  Kesimpulan yang didapatkan yaitu pandangan manajer mengenai sifat insan didasarkan atas beberapa kelompok perkiraan tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk sikap mereka terhadap karyawan menurut asumsi-asumsi tersebut.
Asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X
·         Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
·         Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan eksekusi untuk mencapai tujuan.
·         Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini yaitu perkiraan ketiga.
·         Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan memperlihatkan sedikit ambisi.
Asumsi Teori Y
Dalam teori Y, terdapat empat perkiraan berlawana yang diyakini oleh manajer, yakni:
·         Para karyawan memandang pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat dan bermain.
·         Seseorang byang mempunyai komitmen pada tujuan akan melaksanakan pengarahan dan pengendalian diri.
·         Seseorang yang biasa-biasa saja sanggup berguru untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab.
·         Kreatifitas yaitu kemampuan untuk menciptakan keputusan yang baik di delegasikan kepada karyawan secara luas dan tidak harus berasal dari orang yang berada dalam manajemen.
Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu. Teori Y mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu. Mc.Gregor sendiri tetap percaya bahwa perkiraan pada teori Y lebih valid daripada perkiraan pada teoeri X. Oleh sebab itu, ia mengajukan gagasan menyerupai partisipasi dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menantang dan bertanggung jawab, dan kekerabatan yang baik dalam kelompok sebagai pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi kerja karyawan.

Sayangnya, tidak ada bukti yang menegaskan bahwa asumsi-asumsi tersebut bersifat valid. Juga tidak terbukti bahwa penerimaan terhadap perkiraan teori Y yang diikuti oleh perubahan tindakan seseorang, akan meningkatkan motivasi para pekerja. Kelak akan terbukti, baik asumsi-asumsi teori X ataupun teori Y mungkin sempurna dalam situasi tertentu.
3.       Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal wacana teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu kiprah atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan talenta secara berhasil.”
III. TEORI-TEORI KONTEMPORER MENGENAI MOTIVASI
1.      Teori Penentuan Nasib Sendiri
Dalam teori ini terdiri dari dua teori:
·         Self-determination theory, dimana orang-orang lebih suka kalau mencicipi memilikikontrol atas tindakan mereka , sehingga segala hal yang menjadikantugas yang sebelumnya dinikmati bermetamorfosis sebuah kewajiban daripada kegiatan yang dipilih dengan bebas akan meruntuhkan motivasi.
·         Cogitive evaluation theory,  yang mengemukakan hipotesis bahwa imbalan secara ekstrinsik akan mengurangi ketertarikan secara intrinsik atau tugas.
Dalam perkembangannya teori ini bertambah lagi yaitu teori Self Concordance , dimana teori ini mempertimbangkan beberapa alasan dari orang-orang dalam manajer dalam mengejar tujuan mereka konsisten dengan minat mereka dan nilai inti.

2.       Keterlibatan pada Pekerjaan
Keterlibatan yang tinggi pada pekerjaan dihitung pada investasi pada fisik, kognitif, dan energi emosional pekerja ke dalam kinerja. Seorang manajer yang bekerja dan para sarjana lebih tertarik dengan memfasilitasi keterlibatan pada, pekerjaan, meyakini sesuatu lebih mendalam daripada menyukai perkerjaan atau mencicipi ketertarikan mendorong kinerja.



3.      Teori Penetapan Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa performance yang lebih baik bisa dicapai kalau gol/tujuan yang ingin dicapai bersifat :
·         Spesifik, Spesifiksitas dari tujuan/gol bertindak sebagai stimulusinternal yang mendorong individu untuk berusaha lebih keras dalammencapai tujuan
·         Sulit, Tujuan/gol yang sulit cenderung memperlihatkan tantangan,energi, dan menciptakan individu lebih gigih untuk mencapainya          
·         Disertai dengan feedback, feedback membantu untukmengidentifikasi gap antara apa yang telah mereka lakukan dan apayang mereka harus lakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam implementasinya, ada cara yang lebih sistematis dalampenggunaan teori ini, yaitu menurut Management by Objectives (MBO). MBO menekankan tujuan partisipatif ditetapkan secara nyata,dapat diverifikasi, dan terukur. Secara keseluruhan, tujuan organisasiditerjemahkan menjadi tujuan spesifik pada setiap level di dalamorganisasi tersebut (divisi, departemen, individu).
4.      Self-Efficacy Theory
Self Efficacy Theory mengarah kepada kepercayaan individu bahwadirinya bisa melaksanakan kiprah yang diberikan kepadanya. Semakin tinggi Self efficacy seseorang, maka kepercayaan diri untuk sukses semakin tinggi. Albert Bandura menyebutkan ada empat cara untuk meningkatkan Self efficacy , yaitu :
·         Enactive Mastery,menambah pengalaman yang relevan terhadappekerjaan, bisa dilakukan melaluitraining
·         Vicarious modeling,tingkat kepercayaan diri seseorang akanbertambah dengan melihat orang lain dengan kemampuan yangsama telah mengerjakan kiprah serupa.
·         Verbal Persuasion,tingkat kepercayaan diri bertambah karenaorang lain meyakinkan diri seorang individu bahwa individu tersebutmampu untuk mencapai kesuksesan
·         Arousal,mengarahkan kepada energi yang mendorong seseoranguntuk menuntaskan tugas/pekerjaan

5.      Reinforcement Theory
Teori ini menyampaikan bahwa sikap yaitu fungsi dari konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya. Teori ini menunjukan bahwaperilaku yang menghasilkan konsekuensi positif (diinginkan) akancenderung dilakukan berulang kali oleh individu. Sebaliknya, perilakuyang menghasilkan konsekuensi negatif (tidak diinginkan) akancenderung dihindari oleh individu.Sebagai ekspansi dari teori ini, dikenal juga
6.      Equity Theory/Organizational Justice
Equity theory menyatakan bahwa individu akan membandingkan inputdan output mereka dengan input dan output orang lain, kemudianmeresponnya untuk mengurangi ketidakadilan yang ada. Ada empatrujukan perbandingan dalam teori ini, yaitu:
1.Self-Inside ,membandingkan kedudukan ketika ini dengan kedudukansebelumnya dalam organisasi yang sama
2.Self-Outside, membandingkan kondisi atau kedudukan ketika inidengan yang pernah dirasakannya di luar organisasi ketika ini.
3.Other-Inside , membandingkan dengan orang lain pada organisasiyang sama
4.Other-Outside, membandingkan dengan orang lain pada organisasiyang berbeda.
Beberapa penelitian terakhir mengenai teori ini, melahirkan konsep baruyang dikenal sebagai Organizational Justice. Organizational Justice merupakan persepsi mengenai ketidakadilan (fairness) di daerah kerjadalam konteks yang lebih luas. Organizational Justice melihat dari tiga perspektif, antara lain
·         Distributive Justice, persepsi karyawan melihat ketidakadilan menurut jumlah dan alokasi penghargaan diantara sesama karyawan.
·         Procedural Justice, persepsi karyawan melihat ketidakadilan menurut proses yang digunakan untuk memilih jumlah dana lokasi penghargaan.
·         Interactional Justice, persepsi karyawan melihat ketidakadilan menurut sejauh mana beliau diperlakukan dengan martabat, penuh kepedulian, dan rasa hormat.
7.      Expectancy Theory
Expectancy Theory menyampaikan bahwa kekuatan untuk bertindak dengan cara tertentu, tergantung pada kekuatan keinginan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh hasil yang akan didapatkan dan pada daya tarik hasil yang bagi individu. Teori ini memfokuskan pada tiga hubungan, yaitu
·         Effort-Performance Relationship
·         Performance-Reward Relationship
·         Rewards-Personal Goals Relationship

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perilaku Organisasi - Motivasi Organisasional"

Posting Komentar