Perbedaan Pegadaian Syariah Dan Konvensional

Artikel ini merupakan materi pembelajaran bagi anak manajemen bagi mata kuliah bank dan forum keuangan non bank,serta merupakan rujukan kiprah diskusi ane,bagi teman2 yang membutuhkan silahkan di simak,chekidoooooooot........


Pegadaian Konvensional
           Kegiatan menjaminkan barang-barang untuk memperoleh sejumlah uang dan sanggup ditebus kembali sehabis jangka waktu tertentu tersebut disebut dengan nama perjuangan gadai. Dengan perjuangan gadai masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barang berharganya dan jumlah uang yang diinginkan sanggup diadaptasi dengan harga barang yang dijaminkan. Perusahaan yang menjalankan perjuangan gadai disebut perusahaan pegadaian dan secara resmi satu-satunya perjuangan gadai di Indonesia hanya dilakukan oleh Perusahaan Pegadaian.
Secara umum pengertian perjuangan gadai ialah dengan forum gadai. kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah.

Pegadaian Syariah
           Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 sanggup dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan perjuangan Perum Pegadaian hingga sekarang. Banyak pihak beropini bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 wacana Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan sehabis melalui kajian panjang, kesudahannya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan perjuangan syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem manajemen modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis berdikari yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari perjuangan gadai konvensional.

PRODUK-PRODUK PEGADAIAN
1. KCA (Kredit Cepat Aman)
Pemberian kredit sistem gadai, prosesnya cepat (hanya 15 menit), kondusif dan gampang prosedurnya, dengan jaminan barang bergerak menyerupai suplemen (emas dan berlian), kendaraan bermotor dan barang bergerak lainnya.
2. KRASIDA (Kreddit Angsuran Sistem Gadai)
Pemberian kredit gadai bagi perjuangan mikro & kecil dengan sistem angsuran bunga 1% / bulan, jangka waktu maksimal 3 tahun dengan jaminan barang bergerak menyerupai suplemen (emas dan berlian), kendaraan bermotor (sepeda motor & mobil), dan barang bergerak lainnya (sama dengan KCA).
3. KREASI (Kredit Angsuran Sistem Fidusia)
Pemberian kredit sistem fidusia bagi perjuangan mikro & kecil dengan sistem angsuran bung 1%/bulan, jangka waktu maksimal 2 tahun. Barang jaminan BPKB dan survey kelayakan usaha.
4. JASA TAKSIRAN
Layanan untuk memperlihatkan evaluasi aneka macam jenis dan kualitas suplemen emas dan berlian. Penaksir-penaksir kami akan menjelaskan kepada nasabah akan karatase dan keaslian suplemen nasabah.
5. JASA TITIPAN
Layanan penitipan/penyimpanan surat berharga / dokumen / akta dan barang berharga lainnya. Prosedur mudah, biaya murah dan barang / dokumen nasabah akan aman.

TUJUAN PENDIRIAN
Pada ketika pendirian syaraih oleh Bank Muamalat Indonesia dan Perum Pegadaian melalui aktivitas musyarakah ditetapka visi dan misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan, yang keduanyA mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah. Visi pegadaian syariah ialah menjadi forum keuangan syariah terkemuka di Indonesia. Sedangkan misinya ada tiga:
a. Memberikan akomodasi kepada masyarakat yang ingin melaksanakan transaksi ang halal.
b. Memberikan superior return bagi investor
c. Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.
Kaprikornus tujuan pendirian pegadaian syariah mencakup seluruh stakeholder yang berkaitan dengan perjuangan layanan pegadaian yaitu masyarakat, investor, dan karyawan.
Mengenai rukun dan sahya komitmen gadai dijelaskan oleh Pasaribu dan Lubis sebagai berikut :
1. Adanya lafaz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai. (Ijab Qabul / sighot) Lafaz sanggup saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.
2. Adanya pemberi dan akseptor gadai. (Aqid)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan murthahin (penenima gadai) ialah Pemberi dan akseptor gadai haruslah orang yang pandai dan balig sehingga sanggup dianggap cakap untuk melaksanakan suatu perbuatan aturan sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.
3. Adanya barang yang digadaikan. (Marhun)
Barang yang digadaikan harus ada pada ketika dilakukan perjanjian gadai dan barang itu ialah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan akseptor gadai.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin (pemberi gadai) adalah:
a. sanggup diserah terimakan
b. bermanfaat
c. milik rabin (orang yang menggadaikan)
d. jelas
e. tidak bersatu dengan harta lain
f. dikuasai oleh rahin
g. Harta yang tetap atau sanggup dipindahkan.
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam buku “Minhajul Muslim” menyatakan bahwa barang-barang yang dihentikan diperjualbelikan, dihentikan digadaikan, kecuali flora dan buah-buahan dipohonnya yang belum masak. Karena penjualan flora dan buahbuahan dipohonnya yang belum masak tersebut haram, namun untuk dijadikan barang gadai hal ini diperbolehkan, lantaran didalamnya tidak memuat unsur gharar bagi murthahin. Dinyatakan tidak mengandung unsur gharar lantaran piutang murthahin tetap ada kendati flora dan buah-buahan yang digadaikan kepadanya mengalami kerusakan (AlJazairi, 2000: 532).
4. Adanya utang/ hutang.
Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba.
Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiiyah syarat utang yang sanggup dijadikan bantalan gadai adalah:
a. berupa utang yang tetap sanggup dimanfaatkan;
b. utang harus lazim pada waktu akad;
c. utang harus terperinci dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
Jika ada perselisihan mengenai besarnya hutang antara rahin dan murthahin, maka ucapan yang diterima ialah ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali kalau murthahin bisa mendatangkan barang bukti. Tetapi kalau yang diperselisihkan ialah mengenai marhun, maka ucapan yang diterima ialah ucapan murthahin dengan disuruh bersumpah, kecuali kalau rahin bisa mendatangkan barang bukti yang menguatkan dakwaannya, karena. Rasulullah SAW bersabda: “barang bukti dimintakan dari orang yang mengklaim dan sum pah dimintakan dan orang yang tidak mengaku”. (Diriwayatkan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik) (Al-Jazairi, 2000: 533).
Jika murthahin mengklaim telah mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima ialah ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali kalau murthahin bisa mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya (Al-Jazairi, 2000: 533).
Madzhab Maliki beropini bahwa gadai wajib dengan akad, sehabis komitmen orang yang menggadaikan (rahin) dipaksakan untuk menyerahkan barang untuk dipegang oleh yang memegang gadaian (murtahin) (Sayyid Sabiq, 1987: 141). Sedangkan berdasarkan Al-Jazairi marbun boleh dititipkan kepada orang yang bisa dipercaya selain murthahin alasannya ialah yang terpenting dan marhun tersebut sanggup dijaga dan itu bisa dilakukan oleh orang yang bisa dipercaya (Al-Jazairi, 2000: 532).

OPERASIONALISASI PEGADAIAN SYARIAH
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya memperlihatkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman sanggup diperoleh dalam waktu yang tidak relatif usang ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, kalau ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh wacana ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut.
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Alquran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang digunakan ialah :
Alquran Surat Al Baqarah : 283
Jika kau dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi kalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kau (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka bersama-sama ia ialah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan
Hadist
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli masakan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah
Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan sanggup diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang memakai kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai. Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang mendapatkan gadai), lantaran ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang mendapatkan gadai) lantaran ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari
Ijtihad Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga beropini boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai ini. Jumhur ulama beropini bahwa disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis wacana orang Yahudi tersebut di Madinah Di samping itu, para ulama setuju membolehkan komitmen Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Ketentuan Umum :
a. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) hingga semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
b. Marhun dan keuntungannya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun dihentikan dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun intinya menjadi kewajiban rahin, namun sanggup dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d. Besar biaya manajemen dan penyimpanan marhun dihentikan ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
e. Penjualan marhun
1.Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
2.Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
3.Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
4.Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
B. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak sanggup menunaikan kewajibannya atau kalau terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah sehabis tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku semenjak tanggal ditetapkan dengan ketentuan kalau di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.
C. Teknik Transaksi
Sesuai dengan landasan konsep di atas, intinya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua komitmen transaksi Syariah yaitu.
1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud ialah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan komitmen ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijaroh. Yaitu komitmen pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui komitmen ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melaksanakan akad
rukun dari komitmen transaksi tersebut mencakup :
a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).
b. Sighat ( ijab qabul)
c. Harta yang dirahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah sanggup digambarkan sebagai berikut : Melalui komitmen rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di daerah yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan ialah timbulnya biaya-biaya yang mencakup nilai investasi daerah penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai komitmen tersebut mencakup :
1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil menyerupai murtahin mensyaratkan barang jaminan sanggup dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu terperinci dan tertentu.
3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, mempunyai nilai, terperinci ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Untuk sanggup memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan memilih nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang sanggup diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang sanggup diberikan ialah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melaksanakan komitmen dengan kesepakatan :
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan .
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 80,- (delapan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada ketika melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya manajemen yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada ketika pencairan uang pinjaman. Dengan ketentuan sebagai berikut:
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk :
o melaksanakan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
o mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
o atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu kalau pada ketika jatuh tempo nasabah belum bisa melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak bisa melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melaksanakan sanksi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan kalau dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

PENDANAAN
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bab operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang sanggup dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melaksanakan kolaborasi dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melaksanakan kerjasama dengan forum keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.

PERBEDAAN PEGADAIAN KONVENSIONAL DAN PEGADAIAN SYARIAH
Dari uraian diatas sanggup dicermati perbedaan yang cukup fundamental dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melaksanakan satu komitmen perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang kalau ditinjau dari aspek aturan konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melaksanakan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melaksanakan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
Pegadaian syariah tidak menekankan pada dukungan bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh laba menyerupai yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan.

Perbandingan Perhitungan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bab operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang sanggup dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melaksanakan kolaborasi dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melaksanakan kerjasama dengan forum keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.
Dari uraian ini sanggup dicermati perbedaan yang cukup fundamental dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
Pegadaian konvensional hanya melaksanakan satu komitmen perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang kalau ditinjau dari aspek aturan konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melaksanakan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melaksanakan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.

Source: https://makalahmanajemenpemasarann.blogspot.com/search?q=pegadaian-syariah-dan-pegadaian#ixzz2tw7XiD5H

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perbedaan Pegadaian Syariah Dan Konvensional"

Posting Komentar