Contoh Makalah Administrasi Resiko
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Risiko Merupakan Bagian dari Kehidupan Manusia Maupun Perusahaan
Sepanjang insan hidup, insan akan selalu menghadapi risiko. Dalam kehidupan ini kita akan selalu menghadapi ketidakpastian, kita tidak tahu secara niscaya apa yang akan terjadi pada 1 tahun yang akan datang, beberapa bulan atau ahad yang akan datang, bahkan beberapa menit atau detik yang akan datang. Dunia ini penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian, itupun tetap mengandung ketidakpastian, lantaran kita tidak tahu kapan akan mati, dimana kematian atau disebabkan oleh apa kematian itu terjadi. Karena kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, bisa jadi apa yang kita rencanakan pada ketika pelaksanaannya gagal, tidak sesuai dengan impian kita oleh lantaran kondisinya ternyata tidak sama dengan apa yang kita prediksikan sebelumnya. Ketika kegagalan itu terjadi oleh lantaran banyak sekali faktor yang menyebabkannya, bisa jadi kita akan mendapat risiko kerugian baik materi maupun non materi dalam banyak sekali bentuknya.
Perusahaan sebagai forum bisnis, sama halnya juga dengan manusia, berada dalam suatu lingkungan yang penuh dengan ketidak pastian. Berbagai faktor dari lingkungan, baik itu konsumen, perantara, pesaing, pemerintah dan faktor lingkungan lainnya akan memperlihatkan efek kepada perusahaan baik efek yang positip berarti memperlihatkan peluang atau dorongan, atau efek yang negatif, berarti memperlihatkan kendala atau ancaman kepada perusahaan. Selanjutnya ketika pengaruhnya positip atau negatif, sejauhmana efek positip atau negatif tersebut kepada perusahaan. Semua itu tentu harus diperhatikan, dianalisis dan didiagnosis, namun tetap saja ketidak pastian itu tidak bisa kita rubah 100% menjadi sesuatu yang pasti. Hanya dengan perhatian yang memadai, melalui analisis dan diagnosis yang sempurna diharapkan manajemen perusahaan akan bisa memprediksi lebih sempurna kemungkinan risiko yang terjadi, sehingga akan sanggup meminimalkan kerugian dari resiko tersebut bila hal-hal yang tidak diharapkan terjadi, lantaran sudah diprediksi sebelumnya dan disiapkan antisipasinya.
1.2. Kontribusi Manajemen Risiko Terhadap Perusahaan Keluarga dan Masyarakat.
Sehubungan dengan kenyataan, bahwa ketidakpastian itu selalu ada, semua orang termasuk juga manajemen perusahaan harus selalu berusaha menanggulangi risiko-risiko yang terjadi atau yang mungkin terjadi, artinya berupaya untuk menghilangkan kerugian, atau paling tidak meminimalkan kerugian bila risiko dari ketidakpastian itu terjadi.
Manajemen Risiko yang baik akan sanggup meminimalkan kerugian-kerugian yang dihadapi perusahaan. Sehingga perusahaan bisa tetap menjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa berubah menjadi perusahaan yang lebih besar dan sukses dalam bisnisnya. Sebaliknya perusahaan yang tidak mempunyai Manajemen Risiko yang baik, sama saja perusahaan tersebut membiarkan dari segala kemungkinan yang bisa menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Tentu saja kalau kerugian yang terjadi sangat besar bisa menciptakan perusahaan tersebut bangkrut. Kemungkinan ini sangat besar, oleh lantaran risiko itu bisa tiba dari mana saja, sumber-sumber ataupun sebab-sebab yang bisa menimbulkan risiko tersebut sangat banyak.
Selanjutnya bila perusahaan terhindar dari risiko-risiko yang sangat merugikan maka perusahaan tersebut akan terjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa berkembang lebih besar, perusahaan pun sanggup meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Karyawan yang bekerja di perusahaan tentunya akan lebih tenang dalam bekerja. Karyawan yang lebih tenang, sehat dan kondusif dalam bekerja lantaran antara lain adanya Manajemen Risiko yang baik dari perusahaan yang menjamin keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan, maka selanjutnya para karyawan dari perusahaan ini akan lebih bisa memperlihatkan kesejahteraan kepada keluarganya.
Pada gilirannya ketika semua perusahaan telah menerapkan Manajemen Risiko yang baik, setiap individu juga menerapkan Manajemen Risiko yang baik maka pada gilirannya masyarakat secara keseluruhan terhindar atau sanggup meminimalkan kerugian dari risiko-risiko yang merugikan, pada kesannya masayarakat pun akan meningkat kesejahteraannya,
1.3. Latihan & Diskusi
1. Jelaskan hubungan antara ketidakpastian dengan risiko
2. Jelaskan mengapa individu dan perusahaan harus menerapkan Manajemen Risiko yang baik.
3. Jelaskan saling hubungan antara risiko perusahaan, individu dan masyarakat
BAB II
KONSEP RISIKO
2.1. Pengertian Risiko
Istilah risiko sudah biasa digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, umumnya secara intuitip kita sudah memahami apa yang dimaksudkan. Secara ilmiah pengertian risiko masih tetap bermacam-macam . Berikut beberapa pengertian risiko yang disampaikan oleh beberapa ahli:
1. Risiko ialah suatu variasi dari hasil-hasil yang sanggup terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, MH.).
2. Risiko ialah ketidaktentuan/uncertainty yang mungkin melahirkan insiden kerugian/loss (A. Abas Salim).
3. Risiko ialah ketidak pastian atas terjadinya suatu insiden (Soekarta)
4. Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil kasatmata dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi)
5. Risiko ialah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi).
2.2. Karakteristik Risiko
Dari pengertian-pengertian risiko di atas sanggup kita simpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/tidak diharapkan. Dengan demikian risiko ini mempunyai karakteristik :
a. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa
b. Bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Kaprikornus ketidakpastian merupakan kondisi yang menimbulkan timbulnya risiko. Kondisi ketidakpastian sendiri timbul lantaran banyak sekali sebab, antara lain :
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan hingga kegiatan itu berakhir, dimana makin panjang tenggang waktunya akan makin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yang tersedia yang diharapkan untuk penyusunan rencana.
c. Keterbatasan pengetahuan/kemampuan pengambilan keputusan dari perencana.
2.3. Wujud Risiko
Risiko sanggup berwujud dalam banyak sekali bentuk, antara lain :
1. Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, contohnya yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya.
2. Berupa penderitaan seseorang, contohnya sakit/cacat lantaran kecelakaan.
3. Berupa tanggungjawab hukum, contohnya risiko dari perbuatan atau insiden yang merugikan orang lain.
4. Berupa kerugian lantaran perubahan pasar, contohnya lantaran terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen, dan sebagainya.
2.4. Macam-macam Risiko
Risiko sanggup diklasifikasikan dengan banyak sekali cara, antara lain :
1. Berdasarkan sifatnya :
a. Risiko Spekulatif/Speculatif risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu aktivitas/keputusan yang sengaja dilakukan, namun hasilnya menyimpang dari impian sehingga merugikan. Artinya dalam suatu keputusan/kegiatan yang dilakukan ada kemungkinan mendapat keuntungan dan ada kemungkinan mendapat kerugian. Contoh : risiko hutang-piutang, judi, perdagangan berjangka, dan sebagainya.
b. Risiko murni/pure risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu insiden yang betul-betul tidak disengaja. Kaprikornus hanya ada kemungkinan kerugian. Contoh : risiko terjadinya kebakaran, tragedi alam, pencurian, dan sebagainya.
c. Selain risiko spekulatif dan risiko murni, berdasarkan sifatnya juga terdapat 1) risiko fundamental, yaitu risiko yang penyebabnya tidak sanggup dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu orang/beberapa orang, tetapi banyak orang, contoh banjir, angin topan dan tragedi lainnya, 2) risiko dinamis, yaitu risiko yang timbul lantaran perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi. Contoh : risiko keuangan.
2. Dapat tidaknya risiko tersebut dialihkan kepada pihak lain;
a. Risiko yang sanggup dialihkan kepada pihak lain
b. Risiko yang tidak sanggup dialihkan kepada pihak lain
3. Berdasarkan sumber risiko :
a. Risiko sosial, yaitu risiko yang disebabkan oleh sikap manusia. Contoh: peperangan, pencurian, penggelapan, pembunuhan, kerusuhan, dan sebagainya.
b. Risiko ekonomi, yaitu risiko yang timbul sebagai akhir dari sikap dan kondisi ekonomi. Contoh : inflasi, resesi, perubahan selera konsumen, persaingan, dan sebagainya.
c. Risiko fisik, yaitu risiko yang timbul disebabkan oleh kondisi alam. Contoh : badai, banjir, gempa bumi, dan sebagainya.
d. Berdasarkan sumbernya risiko juga sanggup dibagi menjadi risiko internal, yaitu 1) risiko yang bersumber dari dalam perusahaan, contoh : kecelakaan kerja dan mismanajemen 2) risiko eksternal, yaitu risiko yang bersumber dari luar perusahaan, contoh : persaingan, fluktuasi harga dan kebijakan pemerintah.
2.5. Latihan & Diskusi
1. Jelaskan pengertian dari risiko
2. Jelaskan karakteristik risiko
3. Jelaskan wujud dari risiko
4. Sebutkan macam-macam risiko dan masing-masing berikan contohnya.
BAB III
MANAJEMEN RISIKO SEBAGAI FUNGSI PERUSAHAAN
3.1. Pendahuluan
Bagaimana peranan Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan sanggup kita telusuri dari pendapat Henri Fayol, yang menyatakan bahwa ada enam fungsi dasar kegiatan pengelolaan suatu perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersial, keuangan, keamanan, akuntansi dan manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar tersebut, maka Manajemen Risiko berkaitan dengan kegiatan keamanan, yang bertujuan menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian yang disebabkan oleh banyak sekali gangguan. Dengan demikian kegiatan Manajemen Risiko meliputi semua tindakan untuk memperlihatkan keamanan terhadap operasi perusahaan dan memperlihatkan ketenangan jiwa yang dibutuhkan oleh seluruh personil perusahaan (mencakup pemilik, pimpinan dan karyawan perusahaan).
3.2. Pengertian Manajemen Risiko
Pada dasarnya Manajemen Risiko ialah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Kaprikornus Manajemen Risiko meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinir dan mengawasi acara penanggulangan risiko.
3.3. Tujuan Manajemen Risiko
Tujuan Manajemen Risiko di perusahaan intinya untuk mengamankan perusahaan dari kemungkinan perusahaan terkena kerugian dan meminimalkan kerugian bila peril sudah terjadi. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh Manajemen Risiko sanggup dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Tujuan sebelum terjadinya peril.
2. Tujuan setelah terjadinya peril.
3.3.1. Tujuan sebelum terjadinya peril
Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada beberapa macam, antara lain :
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, contohnya : upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya acara keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan, lantaran adanya kemungkinan terjadinya peril tertentu sanggup menimbulkan kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya upaya penanggulangan maka kondisi itu sanggup diatasi.
3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak ketiga/pihak luar perusahaan, menyerupai :
a. Memasang/memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja/pada waktu bekerja untuk menghindari kecelakaan kerja, contohnya : pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal : gas masker) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Keselamatan Kerja.
b. Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kreditur.
3.2.2. Tujuan setelah terjadinya peril
Pada pokoknya meliputi upaya untuk evakuasi operasi perusahaan setelah terkena peril, yang sanggup berupa :
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan pencarian seni manajemen bagaimana semoga kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan terkena peril, meskipun untuk sementara waktu yang beroperasi hanya sebagian saja.
2. Mencari upaya-upaya semoga operasi perusahaan tetap berlanjut setelah perusahaan terkena peril. Hal ini sangat penting terutama untuk perusahaan yang melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung, misalnya: bank, lantaran bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan nasabahnya bisa lari ke perusahaan pesaing.
3. Mengupayakan semoga pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya. Untuk mencapai tujuan ini bilamana perlu perusahaan untuk sementara melaksanakan kegiatan perjuangan di tempat lain.
4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pengembangan perjuangan bagi perusahaan yang sedang melaksanakan pengembangan usaha, contohnya : yang sedang memproduksi barang gres atau memasuki pasar baru. Kaprikornus harus berupaya untuk mengatur seni manajemen semoga pengembangan yang sedang dirintis tetap bisa berlangsung. Sebab untuk melaksanakan perintisan tersebut sudah dikeluarkan biaya yang tidak kecil.
5. Berupaya tetap sanggup melaksanakan tanggung jawab sosial dari perusahaan. Artinya harus sanggup menyusun kebijaksanaan untuk meminimumkan efek jelek dari suatu peril yang diderita perusahaan terhadap karyawannya, para pelanggan/penyalur, para pemasok dan sebagainya. Artinya akhir dari peril jangan hingga menimbulkan problem sosial, contohnya jangan hingga menjadikan terjadinya pengangguran.
3.4. Fungsi Pokok Manajemen Risiko
Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya meliputi :
a. Menemukan kerugian potensial
Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yang meliputi :
1. Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan
2. Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akhir terganggunya operasi perusahaan.
3. Kerugian akhir adanya tuntutan aturan dari pihak lain
4. Kerugian-kerugian yang timbul lantaran : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya karyawan dan sebagainya.
5. Kerugian-kerugian yang timbul akhir “keyman” meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.
Untuk itu cara-cara yang sanggup ditempuh oleh Manajer Risiko antara lain dengan : melaksanakan inspeksi fisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di perusahaan, menganalisa semua variabel yang tercakup dalam peta pedoman proses produksi dan sebagainya. Misalnya : dengan menganalisa materi baku dan pembantu sanggup diidentifikasi : kemungkinan kerugian lantaran jumlah pasokan yang tidak memadai, penyerahan yang tidak sempurna waktu, kerusakan dan kehilangan pada ketika penyimpanan; pada proses produksi sanggup diidentifikasi : kemungkinan kerugian lantaran salah proses, kerusakan alat produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk selesai : kemungkinan kerugian lantaran barang rusak/hilang dalam penyimpanan, penipuan/kecurangan dari penyalur dan sebagainya.
b. Mengevaluasi Kerugian Potensial
Artinya melaksanakan penilaian dan penilaian terhadap semua kerugian potensial yang dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi asumsi mengenai :
1. Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian, artinya memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun).
2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya efek kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi finansial perusahaan.
c. Memilih teknik/cara yang sempurna atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang sempurna guna menanggulangi kerugian.
Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang sanggup digunakan untuk menanggulangi risiko, yaitu : mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Dimana kiprah dari Manajer Risiko ialah menentukan salah satu cara yang paling sempurna untuk menanggulangi suatu risiko atau menentukan suatu kombinasi dari cara-cara yang paling sempurna untuk menanggulangi risiko.
3.5. Proses Pengelolaan Risiko
Dalam proses pengelolaan risiko langkah-langkah yang harus dilalui pada pokoknya ialah :
1. Mengidentifikasi/menentukan terlebih dahulu obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dari pengelolaan risiko. Misalnya, pelayanan terhadap pelanggan tetap bisa dilakukan, perusahaan tetap beroperasi, karyawan sanggup bekerja dengan tenang, dan seterusnya.
2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian/peril atau mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi. Langkah ini ialah yang paling sulit, tetapi juga paling penting, lantaran keberhasilan pengelolaan risiko sangat tergantung pada hasil identifikasi ini.
3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, dimana yang dievaluasi dan diukur ialah :
a. Besarnya kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu periode tertentu (frekuensinya).
b. Besarnya akhir dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan/keluarga (kegawatannya),
4. Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling sempurna dan paling irit untuk menuntaskan masalah-masalah yang timbul akhir terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi :
a. Menghindari kemungkinan terjadinya peril
b. Mengurangi kesempatan terjadinya peril
c. Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan),
d. Menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi).
5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan keputusan-keputusan yang telah diambil untuk menanggulangi risiko. Misalnya menciptakan proteksi yang layak terhadap kecelakaan kerja, menghubungi, menentukan dan menuntaskan pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi.
6. Mengadministrasikan, memantau dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau seni manajemen yang telah diambil dalam menanggulangi risiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan pengelolaan risiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa apabila kondisi suatu proyek berubah penanggulangannya juga berubah.
3.6. Kedudukan Manajer Risiko
Di Indonesia pada ketika ini sanggup dikatakan masih sangat jarang perusahaan yang mempunyai manajer atau belahan yang khusus menangani pengelolaan risiko secara keseluruhan yang dihadapi oleh perusahaan. Yang sudah ada umumnya gres seorang Manajer Asuransi, yang fungsinya hanya mengurusi masalah-masalah yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan menjalin hubungan pertanggungan, yang meliputi antara lain : mengurusi penutupan kontrak-kontrak asuransi, mengurusi ganti rugi bila terjadi peril dan sebagainya. Kedudukan dari manajer ini umumnya hanya setingkat Kepala Seksi (Manajer tingkah bawah).
Di negara-negara yang telah maju, terutama di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan besar, umumnya telah mempunyai Manajer Risiko, dengan banyak sekali nama jabatan menyerupai : Manajer Risiko, Manajer Asuransi, Direktur Risiko dan sebagainya, yang kedudukannya umumnya setingkat dengan “Manajer tingkat menengah”.
Tugas mereka umumnya meliputi : mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari exposures, menuntaskan klaim-klaim asuransi, merencanakan dan mengelola jaminan tenaga kerja, ikut serta mengontrol kerugian dan keselamatan kerja. Dengan demikian mereka merupakan belahan penting dalam tim manajemen perusahaan.
3.7. Kerjasama dengan Departemen Lain
Seorang Manajer Risiko tidak bekerja dalam “isolasi”, artinya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri. Tugas utama Manajer Risiko ialah mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam penanggulangan risiko. Sedang implementasi/pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut sebagian besar diserahkan kepada departemen/bagian masing-masing yang bersangkutan. Misalnya : implementasi penanggulangan risiko di bidang produksi diserahkan kepada Manajer Produksi, di bidang keuangan pada Manajer Keuangan, di bidang personalia pada Manajer Personalia dan seterusnya.
Kaprikornus dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama secara serasi dengan departemen/bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama tersebut sanggup dianalisis melalui kegiatan-kegiatan dari departemen/bagian yang berkaitan dengan penanggulangan risiko, yaitu :
a. Bagian Akunting :
Yaitu kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan dan pencurian oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya :
1. Mengurangi kesempatan karyawan untuk melaksanakan penggelapan, melalui internal control dan internal audit.
2. Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian lantaran exposures terhadap harta.
3. Melakukan penilaian terhadap rekening piutang mengukur risiko terhadap piutang dan mengalokasikan cadangan bagi kerugian exposures piutang.
b. Bagian Keuangan :
Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapat informasi perihal : kerugian, gangguan terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mensugesti dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan cash-flow.
2. Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau investasi baru.
3. Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan sebagai jaminan.
c. Bagian Marketing :
Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan dari pihak luar/pelanggan, lantaran perusahaan melaksanakan sesuatu yang tidak memuaskan mereka. Misalnya :
1. Kerusakan barang akhir pembungkusan yang kurang baik
2. Penyerahan barang yang tidak sempurna waktu
Juga upaya-upaya melaksanakan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan, dalam rangka mengurangi kecelakaan.
Contoh : Adanya peringatan/slogan pada kendaraan beroda empat pengangkut rokok dari PT. Gudang Garam yang berbunyi “Utamakan Selamat”.
d. Bagian Produksi :
Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan :
1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacat, yang tidak memenuhi syarat kualitas.
2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian materi baku, materi pembantu maupun peralatan.
3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang Kecelakaan Kerja dan sebagainya.
e. Bagian Maintenance :
Bagian ini ialah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan perawatan gedung, pabrik serta peralatan-peralatan lainnya, yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi maupun kegawatan dari suatu kerugian/peril.
f. Bagian Personalia :
Bagian ini mempunyai tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko terhadap diri karyawan. Misalnya : acara keselamatan dan kesehatan kerja, instalasi dan manajemen program-program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan, kebosanan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diharapkan adanya komunikasi dua arah antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Kaprikornus diharapkan adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga sanggup dikatakan bahwa : “tanpa kolaborasi aktif dari departemen lain acara Manajemen Risiko akan gagal”.
3.8. Latihan dan Diskusi
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Manajemen Risiko.
2. Jelaskan kiprah dari Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan.
3. Jelaskan tujuan dari Manajemen Risiko dalam perusahaan.
4. Jelaskan apa fungsi pokok Manajemen Risiko dalam perusahaan.
5. Jelaskan langkah-langkah proses pengelolaan risiko dalam perusahaan.
6. Jelaskan kedudukan dari Manajer Risiko dan bagaimana hubungannya dengan bagian-bagian lain dalam perusahaan.
BAB IV
PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO
4.1. Pengertian Pengidentifikasian Risiko
Pengidentifikasian risiko intinya merupakan kegiatan analisis secara sistematis dan berkesinambungan untuk menemukan/mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian yang potensial yang dihadapi/mengancam perusahaan. Langkah ini merupakan langkah yang relatif paling sulit tetapi paling penting, lantaran pengelolaan risiko selanjutnya sangat tergantung pada hasil identifikasi ini. Jika kerugian potensial yang mungkin menimpa perusahaan tidak diketahui, maka mustahil sanggup mengelola risiko perusahaan yang bersangkutan dengan baik.
4.2. Metode Pengidentifikasian Risiko
Pengidentifikasian risiko sanggup dilakukan dengan: 1) Studi Dokumen/Analisis data historis, 2) Observasi, 3) Pengacuan (benchmarking) dan 4) Pendapat ahli.
4.2.1. Studi Dokumen/Analisis Data Historis
Studi dokumen dilakukan dengan mempelajari data dan informasi dari banyak sekali laporan, manual dan materi tertulis lainnya yang terdapat pada unit kerja yang diidentifikasi dan unit lainnya untuk mengetahui insiden apa saja yang pernah terjadi dan kemungkinan penyebabnya. Data-data sekunder perihal risiko juga sanggup diperoleh dari beberapa lembaga, menyerupai kepolisian, perusahaan asuransi dan instansi terkait lainnya.
Apabila suatu pekerjaan belum dilakukan dan masih dalam tahap perencanaan, sehingga belum ada data-data dan tidak bisa dilakukan observasi maka sanggup dilakukan dengan mempelajari sketsa alur proses dan banyak sekali bentuk perencanaan lainnya menyerupai strategi, kebijakan, mekanisme dan program.
4.2.2. Observasi
Observasi ialah melaksanakan pengamatan eksklusif terhadap obyek yang diidentifikasi. Jika akan mengidentifikasi risiko di belahan produksi, maka hal yang perlu diamati bagaimana proses produksi itu berlangsung, selanjutnya mengidentifikasi dimana saja risiko sanggup terjadi, insiden apa saja yang sanggup menimpa dan apa penyebabnya. Demikian juga bila ingin melaksanakan identifikasi risiko di belahan lainnya. Hal yang dilakukan ialah mengamati belahan tersebut, mencari tahu risiko apa saja yang sanggup terjadi pada belahan tersebut, insiden apa yang bisa menimpa dan apa saja penyebabnya.
4.2.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan bertanya kepada orang-orang yang bekerja pada unit kerja yang menjadi objek identifikasi risiko, meliputi manajemen, karyawan dan orang lain yang bekerjasama dengan unit kerja yang diidentifikasi. Mereka dianggap kompeten untuk memperlihatkan informasi perihal keberadaan risiko, termasuk kejadian-kejadian yang menimpa dan penyebabnya.
4.2.4. Pengacuan
Dilakukan dengan cara mencari informasi perihal risiko di tempat atau perusahaan lain, contohnya, dari info di media massa, sanggup diketahui bahwa eskalator beresiko menimbulkan bawah umur terjepit.
4.2.5. Pendapat Tenaga Ahli
Mencari informasi dari hebat di bidang risiko tertentu, contohnya dari bertanya pada dokter, sanggup diketahui bahwa orang dengan tingkat kolesterol tinggi beresiko kena penyakit jantung
4.3. Klasifikasi Kerugian Potensial
Seluruh kerugian potensial yang sanggup menimpa bisnis pada pokoknya sanggup diklasifikasikan kedalam :
a. Kerugian atas harta kekayaan/property losses
b. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain/liability losses
c. Kerugian personil/personnil losses.
4.3.1. Kerugian Atas Harta
4.3.1.1. Pembagian Jenis Harta
Kerugian harta ialah kerugian yang menimpa harta milik perusahaan. Untuk kepentingan penanggulangan risiko, harta dibagi ke dalam :
1) Benda tetap, yaitu harta yang terdiri dari tanah dan bangunan yang ada di atasnya
2) Barang bergerak, yaitu barang-barang yang tidak terikat pada tanah, yang selanjutnya sanggup dibagi lagi ke dalam :
• Barang-barang yang digunakan untuk melaksanakan acara produksi, misal materi baku, peralatan, sparepart dan sebagainya.
• Barang-barang yang akan dijual, misal : hasil produksi, barang dagangan, surat-surat berharga, uang, dan sebagainya.
4.3.1.2. Penyebab Kerugian Atas Harta
Penyebab kerugian terhadap harta dibedakan ke dalam :
1) Bahaya fisik, yaitu ancaman yang ditimbulkan lantaran kekuatan alam, menyerupai kebakaran, angin topan, gempa bumi.
2) Bahaya sosial, yaitu ancaman yang timbul lantaran :
a) Adanya penyimpangan tingkah laris insan dari norma-norma kehidupan yang wajar, misal : pencurian, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.
b) Adanya penyimpangan sikap yang dilakukan oleh insan secara kelompok, misal : pemogokan, kerusuhan, dan sebagainya.
3) Bahaya Ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan, misal : mismanajemen, resesi ekonomi, perubahan harga, persaingan dan sebagainya.
4.3.1.3. Macam-macam Kerugian atas Harta
Kerugian yang menimpa harta lantaran terjadinya peril sanggup dibedakan ke dalam : 1) kerugian langsung, 2) kerugian tidak eksklusif dan 3) kerugian pendapatan higienis (net income).
1) Kerugian langsung
Kerugian eksklusif ialah kerugian yang eksklusif terkait dengan peril yang menimpa harta tersebut, yaitu kerugian yang diderita lantaran rusaknya atau hancurnya harta yang terkena peril, contohnya gedung terbakar, dimana kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut, yang besarnya sama dengan nilai pembangunan kembali atau biaya perbaikan terhadap gedung yang bersangkutan.
2) Kerugian tidak langsung
Kerugian tidak eksklusif ialah kerugian yang disebabkan oleh berkurangnya nilai, terjadinya kerusakan atau tidak berfungsinya barang lain selain yang terkena peril secara langsung. Kerugian tidak eksklusif sanggup juga dikatakan kerugian yang timbul lebih lanjut yang disebabkan adanya harta yang terkena peril yang menimbulkan kerugian langsung.
Contoh :
• Makanan, minuman, obat-obatan menjadi rusak dikarenakan lingkungan yang berubah disebabkan oleh peril yang telah menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi listriknya terbakar), sehingga tidak bisa dilakukan pengaturan temperatur dan kelembaban. Kaprikornus dalam hal ini kerugian langsungnya ialah biaya perbaikan gardu listrik, sedangkan kergian tidak langsungnya ialah terjadinya kerusakan makanan dan minuman akhir tidak berfungsinya alat pengatur temperatur.
• Harta yang terdiri dari dua komponen atau lebih, apabila salah satu komponennya rusak, maka komponen-komponen yang lain jadi tidak bisa berfungsi, sehingga nilainya ikut menjadi berkurang, meskipun sebetulnya tidak rusak.
• Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak seluruhnya rusak artinya masih ada bagian-bagian yang tidak mengalami kerusakan dan bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya. Kerugian tidak langsungnya : biaya pembongkaran dan pembangunan kembali belahan gedung yang sebetulnya tidak rusak.
• Bila rusaknya satu alat produksi menjadikan beberapa karyawan terpaksa harus menganggur untuk beberapa hari dan mereka itu umumnya harus tetap dibayar upah/gajinya. Kerugian tidak langsungnya ialah gaji/upah karyawan yang harus nganggur tersebut.
3) Kerugian Net Income
Kerugian net income, yaitu kerugian yang terjadi lantaran menurunnya pendapatan higienis suatu perusahaan, yang disebabkan oleh hilangnya/berkurangnya manfaat suatu harta yang terkena peril, baik sebagian maupun seluruhnya, hingga harta tersebut diganti atau dipulihkan menyerupai semula. Karena suatu harta terkena peril menjadikan pendapatan perusahaan menurun dan di lain pihak biayanya naik.
Sumber kerugian net income, terdiri dari dua hal, yaitu : pendapatan yang menurun dan biaya yang meningkat
a) Pendapatan yang menurun
Bila suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami penurunan, yang disebabkan antara lain :
- Kerugian uang sewa
Jika suatu harta yang disewakan rusak/hancur populer peril, selanjutnya menimbulkan gangguan terhadap operasi perusahaan, yaitu harta tersebut untuk sementara dalam perbaikan ataupun seterusnya tidak sanggup disewakan, sehingga perusahaan kehilangan pendapatan sewa.
- Bila suatu perusahaan hartanya terkena peril, selanjutnya terpaksa menghentikan atau mengurangi volume operasinya, maka akan mengakibatkan:
o Keuntungan yang seharusnya diterima akan hilang
o Biaya yang tetap harus dikeluarkan, meskipun operasi perusahaan mengalami gangguan.
- Gangguan tak terduga di dalam bisnis, yang dialami pemasok atau penyalur dari perusahaan.
- Hilangnya keuntungan dari barang jadi yang mestinya bisa dijual, yang rusak lantaran kerusakan alat produksi atau barang jadi itu sendiri yang terkena peril.
- Bila lantaran peril bukti-bukti piutang hilang, maka penagihan piutang akan menjadi lebih sulit, sehingga piutang yang bisa terkumpul menjadi menurun.
- Perusahaan yang terkena peril biasanya perhatiannya lebih dicurahkan pada evakuasi operasi perusahaan dari pada untuk mengumpulkan piutang, sehingga acara pengumpulan piutang akan menurun dan hasilnya juga akan turun.
b) Biaya yang meningkat.
Bila suatu perusahaan terkena peril sanggup meningkatkan kenaikan beberapa jenis biaya, antara lain :
- Kenaikan biaya sewa
Karena terjadi kerusakan bangunan/peralatan, maka untuk melanjutkan operasinya perusahaan terpaksa untuk sementara harus menyewa peralatan lain.
- Seringkali diharapkan biaya ekstra untuk meneruskan operasi perusahaan secara normal demi menjaga hubungan baik dengan pelanggan.
- Meningkatnya biaya perbaikan untuk barang-barang yang rusak.
4.3.1.4. Subyek Kerugian Harta
Dalam kaitannya dengan problem kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa pengertian harta di sini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup pula sekumpulan hak, yang berasal dari atau merupakan belahan dari aset nyata, yang juga mempunyai nilai irit yang pasti. Hak tersebut sanggup berupa banyak sekali bentuk yang sanggup diperoleh dengan banyak sekali cara.
Untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus mengetahui dan memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada serta mengetahui bagaimana cara menilainya.
Hal kedua yang perlu dipahami pula ialah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya pengertian harta dari pada aset nyata ialah bahwa orang yang sanggup menderita (subyek kerugian) tidak selalu orang yang mempunyai harta tersebut, tetapi mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan kepemilikan dan siapa yang bertanggung jawab atau menderita kerugian atas harta yang terkena suatu peril.
1) Kepemilikan
Kepemilikan atas harta sanggup diperoleh dari : pembelian, penyitaan barang jaminan, hadiah atau hasil-hasil dari insiden yang lain. Jika harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan menderita/bertanggung jawab atas kerugian akhir peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya mempunyai sebagian dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari kerugian tersebut.
2) Kredit dengan jaminan
Kreditur yang memperlihatkan kredit dengan jaminan mempunyai hak/bagian atas harta yang digunakan sebagai jaminan. Oleh lantaran itu bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, lantaran terkena peril, maka kreditur bisa menderita kerugian meskipun kreditur bukan pemilik dari harta tersebut.
3) Jual-beli bersyarat
Tanggung jawab terhadap kerugian-kerugian yang terjadi dalam transaksi jual-beli bersyarat ialah tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak jual-beli termaksud. Artinya tanggung jawab sanggup di bahu penjual dan bisa juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi persyaratan kontrak jual-belinya.
4) Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung jawab atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril. Tetapi ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a) Berdasarkan aturan budpekerti penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya, yang disebabkan oleh kecerobohannya.
b) Bila dalam kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta kepada pemiliknya dalam kondisi baik, menyerupai pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan lantaran keusangan/keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab penyewa.
5) Bailments
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh :
• Mobil yang direparasikan, untuk sementara berada di tangan pemilik bengkel.
• Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara berada di tangan tukang binatu
• Barang-barang yang disimpan di gudang yang disewa.
Orang-orang atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut “bailee” dan si pemilik barang disebut “bailor”, sedang perjanjian antara bailee dan bailor disebut “bailments”.
Bila barang selama berada di tangan bailee terkena peril, tanggung jawab terhadap kerugian akhir peril tersebut tergantung pada isi perjanjian bailmentsnya. Tetapi bagaimanapun juga bila kerugian harta selama barang ada di tangannya diakibatkan oleh kecerobohannya, maka bailee bertanggung jawab terhadap kerugian harta tersebut.
Kadang-kadang lantaran suatu lantaran tertentu perjanjian telah dibentuk sebelum terjadi kerugian atau lantaran keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggannya (bailor), bailee memikul tanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang ada di tangannya, sekalipun kerugian itu bukan lantaran kecerobohannya. Bailee yang bertindak demikian pada hakekatnya ialah sebagai wakil atau distributor pemilik.
Karakteristik dari hubungan bailments ini antara lain :
a) Identitas harta (“the title of the property”) atau bukti kepemilikan masih ada di tangan bailor.
b) Kepemilikan atau penguasaan harta untuk sementara berada di tangan bailee.
c) Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain dari harta harus merupakan pemindahan posisi dari seorang bailee dan harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai hingga dimana tanggungjawab terhadap harta yang untuk sementara berada di bawah kekuasaan Bailee, aturan menentukan 3 macam kategori, yaitu :
a) Bila penyerahan harta dalam bailments tersebut untuk kepentingan bailor dan bailee tidak mendapat kompensasi apapun atas pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee tidak bertanggung jawab atas kerugian harta tersebut.
Contoh :
Seseorang menitipkan barangnya kepada temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut, bila harta yang dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
b) Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan bailee, dimana bailee sanggup meminjam dan memanfaatkan harta tersebut untuk sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka bailee bertanggungjawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh :
Pemilik bengkel yang memanfaatkan kendaraan beroda empat yang sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan kepada pemiliknya dan pemilik tidak mendapat kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya disewakan), maka bila kendaraan beroda empat tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggungjawab pemilik bengkel.
c) Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah pihak mendapat manfaat dari penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang diserahkan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh :
Seorang pemilik kendaraan beroda empat menyerahkan mobilnya kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik mendapat belahan dari hasil persewaannya, maka bila kendaraan beroda empat terkena peril, kerugiannya dipikul bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.
6) Easement
Easement ialah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas pemanfaatan harta tersebut menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan (pemakai). Hak ini biasanya diperoleh melalui pengungkapan/pengakuan secara tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui sebuah perjanjian/akte (prescription).
Contoh :
Seorang pengusaha materi bangunan mempunyai hak untuk menggunakan halaman tetangganya untuk menyimpan sebagian barang dagangannya. Bila terjadi kerugian akhir penempatan barang dagangan tersebut, maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang materi bangunan itu sendiri.
7) Lisensi
Lisensi ialah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk menggunakan harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi kerugian akhir penggunaan tersebut, kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik atau bisa juga berdasarkan perjanjian.
Contoh :
Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan, kosmetik dan produk toiletris yang diperoleh beberapa perusahaan di Indonesia.. Misalnya : hak PT. PZ. Cussons Indonesia untuk memproduksi cream perawatan bayi milik PZ Cussons (Int) Ltd. England.
4.3.2. Tanggung jawab atas kerugian pihak lain
4.3.2.1. Pengertian
Tanggung jawab atas kerugian pihak lain (Liability Loss Exposures) ialah tanggung jawab yang timbul lantaran adanya kemungkinan acara perusahaan menimbulkan kerugian harta atau personil pihak lain, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
4.3.2.2. Jenis Tanggung jawab kepada pihak lain
Tanggung jawab yang sah secara garis besar sanggup dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Tanggung jawab sipil/perdata, yaitu tanggung jawab yang sah yang realisasinya biasanya dilakukan oleh satu pihak (penggugat) melawan pihak lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah. Dimana keputusan hukumnya berupa : pengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan (penggugat). Dimana pengadilan tetapkan masalah yang diajukan oleh pihak yang berperkara dan atas biaya mereka sendiri.
2) Tanggung jawab umum/pidana, berlakunya tanggung jawab ini kepada yang bersangkutan diajukan oleh petugas pelaksana aturan (Jaksa Penuntut Umum) atas nama masyarakat/umum/Negara terhadap individu maupun perjuangan bisnis, yang diduga harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus dibayar/dijalani oleh tersangka. Bila ancaman hukumannya cukup berat dan tersangka tidak bisa membayar pengacara, maka pengacara disediakan dan dibayar oleh pemerintah.
4.3.2.3. Sumber tanggung jawab Sipil
Tanggung jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu tubuh sanggup timbul lantaran banyak sekali sebab/sumber, yang antara lain terdiri dari :
a. Yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain yang timbul lantaran pelanggaran atau abolisi atas kontrak yang telah disetujuinya.
b. Yang timbul dari kelalaian atau kecerobohan, yang meliputi :
1. Kelalaian yang disengaja, contohnya berupa : pelanggaran, salah tangkap, penyerangan, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
2. Kelalaian yang tidak disengaja, yaitu akhir dari tindakan yang ceroboh, contohnya : memasang strum pada pagar.
3. Subyek kecerobohan yang menimbulkan tanggung jawab menyerupai berupa gangguan pribadi, kecelakaan industri, kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Yang timbul dari penipuan atau kesalahan, contohnya : dispensasi keputusan dari yang seharusnya, kekurangan penggantian kerugian, menciptakan kontrak pura-pura.
d. Yang timbul dari tindakan atau acara yang lain, menyerupai : kebangkrutan, penyitaan, perwalian dan sebagainya.
4.3.2.4. Cara Menentukan Tanggung jawab Sipil
Dalam menentukan tanggung jawab sipil peraturan aturan berpegang pada prinsip : “perlindungan aturan hanya diberikan pada orang-orang yang sanggup membuktikannya”.
Karena prinsip tersebut maka pihak-pihak yang berperkara harus menangani kepentingannya sendiri atau menggunakan pengacara yang profesional, semoga sanggup mengambarkan bahwa dialah yang memang berhak. Sebab hanya dengan kekuatan, ketelitian, kecermatan dan kebijaksanaan orang yang berperkara sanggup menang.
Dalam proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka :
1. Pihak pengadilan/hukum tidak akan memperlihatkan keadilan secara khusus, artinya pengadilan akan memperlihatkan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk sanggup “menentukan/membuktikan sendiri” atas hak-haknya, melalui pembuktian bahwa “dia yang benar”.
2. Hak-hak sipil tidak serta merta dilindungi, kecuali bila yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk itu. Kaprikornus pengadilan tidak serta menentukan siapa yang berhak tanpa ada permohonan untuk itu.
3. Ada batas “kadaluarsa”, artinya ada batas waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4. Para pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan demikian penggugat bertanggung jawab untuk sanggup mengambarkan secara memuaskan semoga berhasil gugatannya, dengan “jumlah bukti yang lebih besar” dari pada bukti yang diajukan oleh tergugat., lantaran dalam penentuan hak ini dianut azas “Res Ipsa Loquitur” (= “Sesuatu yang berbicara pada dirinya sendiri”).
4.3.2.5. Sifat Kerugian
Kerugian/kerusakan yang diderita oleh seseorang yang sanggup menimbulkan tanggung jawab yang sah pada pihak lain sanggup digolongkan ke dalam :
a. Kerugian yang bersifat “khusus/spesial”, yang biasanya gampang diketahui, contohnya kehilangan hak milik, biaya perbaikan dan sebagainya.
b. Kerugian yang bersifat “umum”, yang biasanya tidak eksklusif sanggup diketahui pada ketika insiden terjadi; contohnya : suatu kerugian mungkin diikuti kehilangan-kehilangan yang tidak sanggup diukur secara langsung, menyerupai : kepedihan hati, rasa kehilangan dan sebagainya (kerugian immaterial)
Dalam proses aturan penentuan hak/besarnya kerugian kedua macam kerugian tersebut sanggup dinilai sebelum proses investigasi di pengadilan. Dalam
hal ini termasuk juga hal-hal yang dimungkinkan akan terjadi di masa yang akan datang.
4.3.2.6. Konsep Tanggung Jawab atas Kelalaian
Lalai atau “tort” berasal dari kata “tortus”, yang artinya “membelit”, yaitu tingkah laris yang berbelit dan tidak jujur. Salah/lalai atau tort ialah kesalahan sipil yang sanggup diperbaiki dengan tindakan sumbangan “ganti rugi”.
Lalai ialah tindakan tidak sah yang sanggup menjangkau apa saja yang tidak terjangkau oleh aturan pidana. Kaprikornus tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan, bukan pelanggaran hak milik dan sebagainya.
1) Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laris yang disengaja, tetapi tidak dengan niat menghasilkan konsekuensi yang terjadi, yang mungkin merugikan orang lain.
Contoh : Seorang pramuniaga mendemonstrasikan obat serangga berupa cairan yang disemprotkan di depan orang yang alergi terhadap obat serangga tersebut. Tentu saja hal itu akan menjadikan penderitaan orang yang ditawari.
2) Kelalaian yang tidak disengaja (ceroboh), yaitu berupa kegagalan untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan sesuatu (yang seharusnya dilakukan), lantaran kekurang hati-hatiannya, sehingga menjadikan kerugian.
Contoh : Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada sementara orang yang tidak tahan terhadap pinicilin, sehingga ia harus selalu menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika beliau mengobati pasiennya dengan pinicilin yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak sanggup segera memperlihatkan pertolongan, lantaran persediaan obat penawarnya sedang habis.
4.3.2.7. Pembelaan
Dalam proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa/tergugat sanggup mengajukan atau memperlihatkan bahwa ia tidak ceroboh, sehingga beliau tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penuntut. Artinya tergugat sanggup membela diri, bahwa beliau tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila menyangkut 3 hal, yaitu :
1) Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko yang dihadapi berkaitan dengan hal yang bekerjasama dengan tergugat.
Contoh :
Seorang sopir pribadi tidak bertanggung jawab terhadap kerugian majikannya akhir kendaraan beroda empat yang dikemudikan rusak lantaran tabrakan. Kaprikornus terhadap kerugian tersebut si majikan tidak sanggup menuntut ganti rugi pada sopirnya, lantaran diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko yang dihadapi dengan penggunaan sopir pribadi.
2) Membandingkan sumbangan dari kecerobohan terhadap kerugian. Hal ini berlaku bila diduga bahwa penggugat maupun tergugat kedua-duanya ceroboh, sehingga menimbulkan kerugian. Dalam menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang bersangkutan berupaya untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin dilakukan.
3) Lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akhir perbuatannya dalam melaksanakan kiprah kewajibannya. Dalam perkembangan cukup umur ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya. Kaprikornus kadang kala tetap harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak. Dengan adanya pengadilan tata perjuangan negara (PTUN) memperlihatkan bahwa petugas/lembaga pemerintah tidak serta-merta bebas terhadap tanggung jawab atas tindakannya yang merugikan orang/pihak lain.
4.3.2.8. Tanggung jawab yang bekerjasama dengan perbuatan orang lain.
Tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang seolah-olah dilakukan sendiri meliputi :
1) Tanggung jawab yang timbul lantaran tindakan karyawannya sendiri.
Sampai seberapa jauh tanggung jawab majikan terhadap tindakan karyawannya tergantung pada tingkat pengawasan yang sanggup dilakukan perusahaan/majikan terhadap tindakan karyawannya tersebut.
2) Tanggung jawab yang timbul lantaran hubungan kontrak/kerjasama antara pelaku dan perusahaan.
Dalam hal ini prinsipnya : kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada proyek yang ditanganinya.
Mungkin juga tanggung jawab atas kerugian tersebut sanggup dibebankan kepada karyawannya sendiri yang bekerjasama dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan antara lain :
a) kegagalannya dalam menentukan kontraktor yang tepat,
b) yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung jawab atas kelalaiannya kalau hubungan dengan kontraktor itu merupakan kerjasama.
4.3.2.9. Tanggung jawab terhadap kontrak
Perbuatan yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak dikategorikan sebagai “pelanggaran”. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat tidak sesuai dengan isi kontrak, sehingga menimbulkan kerugian, bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
4.3.2.10. Tanggung jawab berdasarkan Undang-undang/Peraturan
Semua negara tentu menciptakan peraturan/undang-undang perihal tanggung jawab dari tindakan-tindakan tertentu yang sanggup merugikan orang lain. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain :
1) Hukum penjualan : penjual bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga atas penjualan barangnya.
Contoh :
Penjual minuman keras bertanggung jawab atas kerugian orang lain akhir ulah pembelinya yang mabuk.
2) Tanggung jawab orang bau tanah terhadap kenakalan anaknya.
Pada prinsipnya orang bau tanah tidak bertanggung jawab terhadap tingkah laku/ kenakalan anaknya.
Dalam praktek hal ini tidak mutlak, artinya dalam kondisi tertentu orang bau tanah bertanggung jawab terhadap ulah anaknya yang merugikan orang lain.
3) Tanggung jawab pemelihara binatang.
Pemilik binatang peliharaan bertanggung jawab atas kerugian atas ulah binatang peliharaannya, terutama binatang peliharaan yang berupa binatang buas. Tetapi bila binatang peliharaannya berupa binatang jinak/ternak (misalnya: anjing, kucing, ayam) untuk menentukan tanggung jawabnya harus dibuktikan terlebih dahulu ada tidaknya unsur kelalaian dari si pemilik.
4.3.2.11. Seluk-beluk tanggung jawab dan masalahnya.
1) Tanggung jawab yang muncul dari kepemilikan Real Estate
Tanggung jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real estatenya tergantung pada status dari pengunjung pada ketika melaksanakan kunjungan, yang sanggup dibedakan ke dalam :
a) Pelanggar : yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang masuk tanpa diundang. Dalam hubungan ini aturan mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak untuk merasa kondusif dan hening di real estatenya sendiri, tanpa ada gangguan dari pihak lain. Maka dari itu pemilik real estate tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pelanggar tersebut.
b) Pemilik ijin : yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa ada hubungan kontrak/bisnis dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari keuntungan bagi kedua belah pihak. Dalam keadaan yang demikian ini pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pemilik ijin atas kelalaiannya untuk menjaga keselamatan pemilik ijin.
c) Pengunjung : yaitu orang yang tiba berkunjung untuk berbisnis dengan pemilik real estate. Dalam kondisi ini pemilik real estate bertanggung jawab penuh atas kerugian yang diderita pengunjung sebagai akhir kondisi real estatenya.
Contoh :
Seorang yang tiba berbelanja ke sebuah toko kepeleset, sehingga mengalami patah tulang disebabkan lantai toko yang kurang bersih, maka pemilik toko bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
2) Tanggung jawab yang muncul dari gangguan terhadap pribadi atau masyarakat
Perusahaan sanggup dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian pribadi atau masyarakat akhir dari real estate miliknya tidak sanggup melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya. Artinya perseorangan atau masyarakat menjadi terganggu atas sikap dari real estate. Hal ini meliputi :
a) Gangguan Publik : contohnya pembuatan konstruksi jalan yang tidak kondusif oleh kontraktor, kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut kepentingan masyarakat. Gangguan yang demikian ini menimbulkan tanggung jawab yang bersifat kriminal/pidana.
b) Gangguan Pribadi : yaitu gangguan-gangguan yang menimbulkan kerugian pada seseorang, yang menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh :
Peledakan bangunan untuk renovasi, pengeboran minyak bumi, pemasangan pipa kanal air dan sebagainya yang sanggup mengganggu kepentingan pribadi orang lain.
Dalam masalah yang demikian ini perusahaan yang melaksanakan pekerjaan itu bertanggung jawab secara mutlak.
3) Tanggung jawab yang muncul dari Penjualan, Pembuatan dan Distribusi Barang/jasa.
Adalah kewajiban legal yang melibatkan kesepakatan dan kewajiban dari penjual sesuai dengan penjualan barang/jasa. Apabila dalam melaksanakan janji/ kewajiban tersebut ada hal-hal yang merugikan pembeli/pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman, pemasangan dan pemeliharaan yang tidak sebagaimana mestinya, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penjual.
Hal ini meliputi :
a) Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari kontrak penjualan, yang meliputi :
• Garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
• Kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau sanggup mengidentifikasi bahwa barang yang dibeli sanggup memenuhi tujuan pokoknya,
• Jaminan terhadap kualitas minimum tertentu, contohnya bebas dari cacat yang tersembunyi.
b) Tanggung jawab yang muncul dari kecerobohan.
Contoh :
Kerugian yang timbul lantaran kecerobohan perusahaan pengalengan ikan, minuman, sehingga produknya mengandung zat-zat yang merusak.
c) Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul lantaran produknya yang merusak, yang bukan lantaran kecerobohannya.
Contoh :
Perusahaan asbes bertanggung jawab atas sakit “Asbestoris”, yaitu sakit sesak nafas yang diakibatkan oleh mengumpulnya debu-debu asbes dalam kanal pernafasan.
4) Tanggung jawab yang muncul dari Hubungan Fiducier
Dalam hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang diembannya.
Contoh :
• Tanggung jawab Dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan untuk kepentingan pemegang saham, yang meliputi perawatan dan kesetiaan/ loyalitas.
• Tanggung jawab dari para manajer terhadap pelaksanaan planning yang telah dibentuk oleh panitia/pimpinan.
5) Tanggung jawab para profesional
Berkaitan dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan khusus sebagai hasil keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional bertanggung jawab terhadap kerugian akhir dari penerapan keahlian mereka.
Contoh : Dalam dunia kedokteran : kerugian lantaran “malpraktek”.
Masalah ini memang cukup rumit pemecahannya, lantaran :
a) Tidak gampang mengidentifikasi dan mengartikan malpraktek,
b) Perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa yang benar pada beberapa waktu yang kemudian belum tentu benar pada ketika sekarang.
6) Tanggung jawab yang muncul lantaran penggunaan kendaraan bermotor
Yaitu tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akhir kecelakaan kendaraan bermotor (termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab bisa :
a) Pengemudi : yaitu bertanggung jawab terhadap kerugiannya apabila kecelakaan itu akhir kecerobohannya.
b) Pemilik kendaraan/Majikan : yaitu apabila pada ketika terjadi kecelakaan pengemudi bertindak atas suruhan dari pemilik/majikan.
Kesulitan yang dihadapi bila kerugian itu menjadi tanggung jawab pengemudi ialah kemampuan keuangannya untuk membayar ganti rugi, lantaran umumnya para pengemudi kemampuan keuangannya sangat terbatas.
Di Indonesia problem ini dicoba diatasi dengan adanya forum asuransi sosial, yang khusus memperlihatkan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas, yang dikelola PT. Jasa Raharja.
4.3.3. Tanggung Jawab Atas Kerugian Personil
Perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian personil (Personnel Loss Exposures) baik yang menimpa karyawannya maupun keluarga dari karyawan yang bersangkutan. Kerugian tersebut meliputi kerugian lantaran karyawan atau keluarganya mengalami kecelakaan, meninggal dunia, mencapai usia tua, sakit atau kehilangan pekerjaan lantaran banyak sekali sebab. Dalam peristiwa-peristiwa yang demikian, baik karyawan maupun keluarga akan ikut menderita atas kerugian tersebut, maka ialah masuk akal bila seorang manajer terutama Manajer Risiko harus memperlihatkan perhatian yang sama terhadap kerugian yang diderita karyawan maupun yang menimpa keluarganya. Kaprikornus dalam mengelola risiko Manajer Risiko harus memperhitungkan risiko yang demikian ini. Maka dari itu Business Risk Management meliputi pula Family Risk Management.
4.3.3.1. Alasan Perusahaan Memperhatikan Kerugian Personil
Alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang dialami karyawan maupun keluarganya antara lain ialah :
1) Untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.
2) Untuk meningkatkan moral dan produktivitas kerja karyawan
3) Sebagai salah satu materi dalam perjanjian kerja bersama dengan karyawan/ organisasi karyawan, yaitu yang menyangkut jaminan kesejahteraan karyawan
4) Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistem perpajakan yang berkaitan dengan sumbangan jaminan sosial
5) Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan karyawan, di luar gaji/upah yang diberikan
6) Untuk membangun gambaran baik perusahaan mengenai pengelolaan terhadap sumber daya manusia/karyawan
7) Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan
8) Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau mengikut-sertakan karyawannya dalam acara asuransi sosial tenaga kerja (Asuransi Tenaga Kerja = Astek).
4.3.3.2. Hubungan Majikan dengan Karyawan
Perhatian yang diberikan oleh perusahaan terhadap kerugian (terutama finansial) yang diderita oleh karyawannya pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk memelihara dan membina hubungan yang baik/harmonis antara majikan/perusahaan dengan karyawannya. Dengan kebijaksanaan tersebut diharapkan antara lain akan sanggup : menarik karyawan gres yang berkualitas tinggi, meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan, sanggup mengurangi Labour turn over, pemogokan dan sebagainya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga akan sanggup : meningkatkan produktivitas kerja karyawan lantaran dengan demikian mereka terbebas akan rasa was-was terhadap risiko yang sanggup menimpanya, termasuk bila nanti harus berhenti bekerja lantaran usia maupun lantaran ketidakmampuan. Kaprikornus dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan keuntungan perusahaan, lantaran mereka akan berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.
Perhatian perusahaan terhadap problem kesejahteraan karyawan telah mengalami perkembangan yang pesat, terutama setelah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1) Pengawasan terhadap problem pengupahan semenjak Perang Dunia II eksklusif ditujukan kepada problem kesejahteraan karyawan dalam menilai kondisi ketenaga-kerjaan (employment).
2) Perkembangan tingkat harga semenjak tahun 1949-an mengurangi peranan “harga” sebagai kekuatan alasan organisasi-organisasi buruh untuk menuntut kenaikan upah. Artinya kenaikan harga tidak bisa lagi digunakan sebagai alasan yang signifikan untuk menuntut kenaikan upah.
3) Tingginya pajak pendapatan menarik minat majikan untuk memperlihatkan sebagian keuntungan perusahaan kepada karyawan tidak berupa upah, tetapi berupa peningkatan kesejahteraan, yang sanggup diperhitungkan sebagai unsur biaya dan sanggup mengurangi sisa pendapatan kena pajak.
4.3.3.3. Kategori Tanggung Jawab Terhadap Kerugian Personil
Tanggung jawab terhadap kerugian personil sanggup dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
1) Kerugian personil yang berkaitan eksklusif dengan acara perusahaan.
2) Kerugian personil yang tidak ada kaitan ataupun kalau ada secara tidak eksklusif dengan acara perusahaan.
1) Kerugian Personil yang berkaitan eksklusif dengan acara perusahaan
Tanggung jawab perusahaan terhadap kerugian personil yang berkaitan eksklusif dengan acara perusahaan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab majikan terhadap karyawan yang melaksanakan pekerjaan yang beliau bebankan. Tanggung jawab tersebut biasanya akan terlihat pada ketentuan-ketentuan hubungan kerja antara buruh dan majikan.
Dalam melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi kemungkinan :
a) Harus bertanggung jawab terhadap kerusakan/kerugian yang diakibatkan oleh kecerobohannya dalam bekerja.
b) Terpaksa menderita secara phisik dan kerugian materi yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja
Sebaliknya dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan/perusahaan :
a) Harus tunduk kepada undang-undang perihal hubungan perburuhan, jaminan sosial dan keselamatan kerja
b) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut sanggup dikenakan hukuman pidana maupun perdata.
Di samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya insan yang baik majikan/perusahaan juga berkewajiban :
a) Melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat atau sarana guna menjaga keselamatan kerja yang layak
b) Memperhatikan sifat phisik dari karyawan yang dikaitkan dengan keselamatan kerja
c) Menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya, contohnya melatih karyawan untuk menanggulangi keteledoran.
Pada pokoknya ada 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab majikan/perusahaan terhadap karyawan, yaitu :
a) Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan untuk sakit yang diakibatkan oleh pekerjaan yang dilakukan.
b) Santunan terhadap cacat yang diderita karyawan, akhir dari kecelakaan kerja
c) Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang meninggal lantaran kecelakaan kerja
d) Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang diharapkan untuk pemulihan kesehatan maupun keterampilan yang menurun akhir kecelakaan kerja.
2) Kerugian Personil yang tidak berkaitan dengan acara perusahaan
Karyawan termasuk keluarganya juga menghadapi risiko kerugian potensial dari menurunnya kemampuan memperoleh pendapatan dan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga, sebagai akhir seorang karyawan : meninggal dunia, kesehatan yang menurun, menganggur maupun lantaran usia tua.
a) Meninggal Dunia
Kerugian utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang meninggal dalam usia muda (premature death) ialah hilangnya sumber penghasilan (earning power). Berapa besar kerugian finansial yang diderita oleh keluarga yang ditinggalkan sanggup diestimasikan dengan cara melaksanakan
asumsi penghasilan higienis yang diterima setiap bulan/tahun seandainya beliau tidak meninggal hingga masa pensiun dikurangi dengan biaya-biaya yang diharapkan untuk memelihara kehidupan/ kemampuannya selama itu. Selanjutnya dihitung “present value” dari sisanya.
b) Kesehatan yang menurun
Adalah suatu hal yang masuk akal bila seseorang lantaran sesuatu hal pada suatu ketika kondisi kesehatannya menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam kerugian yang diderita, yaitu :
1. Berkurang atau hilangnya sumber penghasilan lantaran ketidakmampuan atau berkurangnya kemampuan
2. Biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan atau upaya merehabilitasi.
Bila ketidakmampuannya bersifat tetap/selamanya maka kerugiannya akan sama dengan lantaran kematian, sedang kalau bersifat sementara, maka kerugian hanya selama kemampuannya belum pulih kembali.
c) Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran disini ialah pengangguran yang “terpaksa” (in-voluntary unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, yang merupakan salah satu penyebab hilangnya sumber pendapatan seseorang/karyawan.
Pengangguran sanggup dibedakan ke dalam :
• Pengangguran menyeluruh (agregate unemployment), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh sektor kehidupan ekonomi.
• Pengangguran selektif atau struktural, yaitu pengangguran yang hanya menimpa suatu sektor/daerah perusahaan, industri, kelompok karyawan atau tempat tertentu saja.
• Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang hanya menimpa seseorang secara individual.
d) Pensiun
Kerugian finansial lantaran pensiun tidak sebesar kerugian finansial sebagai akhir kematian atau pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi meskipun demikian problem ini sering dihadapi oleh kebanyakan orang pada selesai masa kehidupannya. Yaitu adanya kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati masa pensiun.
Masalah ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak semua orang sanggup melakukannya, lantaran banyak sekali sebab, contohnya : lantaran penghasilannya memang terbatas (pas-pasan), sehingga mustahil menabung : lantaran pola hidupnya yang boros pada masa aktif bekerja dan sebagainya.
4.3.3.4. Kerugian yang menimpa perusahaan itu sendiri
Seorang Manajer Risiko juga harus memperhitungkan kemungkinan kerugian potensial yang diderita oleh perusahaan itu sendiri sebagai akhir peril yang menimpa seseorang, yaitu kematian atau ketidak mampuan karyawan, langganan atau pemilik perusahaan.
Kerugian-kerugian semacam ini sanggup diklasifikasikan kedalam :
1) Key-Person Losses
Yaitu kerugian akhir kematian atau ketidakmampuan seseorang yang mempunyai posisi “kunci” dalam menentukan keberhasilan dan kelancaran operasi perusahaan.
Contoh :
Kreditur dalam memperlihatkan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang mempunyai posisi kunci pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang tersebut akan mensugesti kepercayaan kreditur tersebut.
2) Credit Losses
Bagi perusahaan perbankan dan perusahaan lain yang menjual produknya secara kredit, menghadapi resiko tidak lancarnya pengembalian/pembayaran kredit. Kelancaran pembayaran kredit tersebut antara lain tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada perusahaan akseptor kredit. Kaprikornus apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak bisa bekerja tentu akan sangat mensugesti keberhasilan pengumpulan piutang/kredit.
3) Business-Discontinuation Losses
Bila orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau tidak bisa melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama sanggup menjadikan perusahaan untuk sementara tidak beroperasi.
PENDAHULUAN
1.1. Risiko Merupakan Bagian dari Kehidupan Manusia Maupun Perusahaan
Sepanjang insan hidup, insan akan selalu menghadapi risiko. Dalam kehidupan ini kita akan selalu menghadapi ketidakpastian, kita tidak tahu secara niscaya apa yang akan terjadi pada 1 tahun yang akan datang, beberapa bulan atau ahad yang akan datang, bahkan beberapa menit atau detik yang akan datang. Dunia ini penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian, itupun tetap mengandung ketidakpastian, lantaran kita tidak tahu kapan akan mati, dimana kematian atau disebabkan oleh apa kematian itu terjadi. Karena kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, bisa jadi apa yang kita rencanakan pada ketika pelaksanaannya gagal, tidak sesuai dengan impian kita oleh lantaran kondisinya ternyata tidak sama dengan apa yang kita prediksikan sebelumnya. Ketika kegagalan itu terjadi oleh lantaran banyak sekali faktor yang menyebabkannya, bisa jadi kita akan mendapat risiko kerugian baik materi maupun non materi dalam banyak sekali bentuknya.
Perusahaan sebagai forum bisnis, sama halnya juga dengan manusia, berada dalam suatu lingkungan yang penuh dengan ketidak pastian. Berbagai faktor dari lingkungan, baik itu konsumen, perantara, pesaing, pemerintah dan faktor lingkungan lainnya akan memperlihatkan efek kepada perusahaan baik efek yang positip berarti memperlihatkan peluang atau dorongan, atau efek yang negatif, berarti memperlihatkan kendala atau ancaman kepada perusahaan. Selanjutnya ketika pengaruhnya positip atau negatif, sejauhmana efek positip atau negatif tersebut kepada perusahaan. Semua itu tentu harus diperhatikan, dianalisis dan didiagnosis, namun tetap saja ketidak pastian itu tidak bisa kita rubah 100% menjadi sesuatu yang pasti. Hanya dengan perhatian yang memadai, melalui analisis dan diagnosis yang sempurna diharapkan manajemen perusahaan akan bisa memprediksi lebih sempurna kemungkinan risiko yang terjadi, sehingga akan sanggup meminimalkan kerugian dari resiko tersebut bila hal-hal yang tidak diharapkan terjadi, lantaran sudah diprediksi sebelumnya dan disiapkan antisipasinya.
1.2. Kontribusi Manajemen Risiko Terhadap Perusahaan Keluarga dan Masyarakat.
Sehubungan dengan kenyataan, bahwa ketidakpastian itu selalu ada, semua orang termasuk juga manajemen perusahaan harus selalu berusaha menanggulangi risiko-risiko yang terjadi atau yang mungkin terjadi, artinya berupaya untuk menghilangkan kerugian, atau paling tidak meminimalkan kerugian bila risiko dari ketidakpastian itu terjadi.
Manajemen Risiko yang baik akan sanggup meminimalkan kerugian-kerugian yang dihadapi perusahaan. Sehingga perusahaan bisa tetap menjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa berubah menjadi perusahaan yang lebih besar dan sukses dalam bisnisnya. Sebaliknya perusahaan yang tidak mempunyai Manajemen Risiko yang baik, sama saja perusahaan tersebut membiarkan dari segala kemungkinan yang bisa menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Tentu saja kalau kerugian yang terjadi sangat besar bisa menciptakan perusahaan tersebut bangkrut. Kemungkinan ini sangat besar, oleh lantaran risiko itu bisa tiba dari mana saja, sumber-sumber ataupun sebab-sebab yang bisa menimbulkan risiko tersebut sangat banyak.
Selanjutnya bila perusahaan terhindar dari risiko-risiko yang sangat merugikan maka perusahaan tersebut akan terjaga kelangsungan hidupnya bahkan bisa berkembang lebih besar, perusahaan pun sanggup meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Karyawan yang bekerja di perusahaan tentunya akan lebih tenang dalam bekerja. Karyawan yang lebih tenang, sehat dan kondusif dalam bekerja lantaran antara lain adanya Manajemen Risiko yang baik dari perusahaan yang menjamin keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan, maka selanjutnya para karyawan dari perusahaan ini akan lebih bisa memperlihatkan kesejahteraan kepada keluarganya.
Pada gilirannya ketika semua perusahaan telah menerapkan Manajemen Risiko yang baik, setiap individu juga menerapkan Manajemen Risiko yang baik maka pada gilirannya masyarakat secara keseluruhan terhindar atau sanggup meminimalkan kerugian dari risiko-risiko yang merugikan, pada kesannya masayarakat pun akan meningkat kesejahteraannya,
1.3. Latihan & Diskusi
1. Jelaskan hubungan antara ketidakpastian dengan risiko
2. Jelaskan mengapa individu dan perusahaan harus menerapkan Manajemen Risiko yang baik.
3. Jelaskan saling hubungan antara risiko perusahaan, individu dan masyarakat
BAB II
KONSEP RISIKO
2.1. Pengertian Risiko
Istilah risiko sudah biasa digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, umumnya secara intuitip kita sudah memahami apa yang dimaksudkan. Secara ilmiah pengertian risiko masih tetap bermacam-macam . Berikut beberapa pengertian risiko yang disampaikan oleh beberapa ahli:
1. Risiko ialah suatu variasi dari hasil-hasil yang sanggup terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, MH.).
2. Risiko ialah ketidaktentuan/uncertainty yang mungkin melahirkan insiden kerugian/loss (A. Abas Salim).
3. Risiko ialah ketidak pastian atas terjadinya suatu insiden (Soekarta)
4. Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil kasatmata dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi)
5. Risiko ialah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi).
2.2. Karakteristik Risiko
Dari pengertian-pengertian risiko di atas sanggup kita simpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/tidak diharapkan. Dengan demikian risiko ini mempunyai karakteristik :
a. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa
b. Bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Kaprikornus ketidakpastian merupakan kondisi yang menimbulkan timbulnya risiko. Kondisi ketidakpastian sendiri timbul lantaran banyak sekali sebab, antara lain :
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan hingga kegiatan itu berakhir, dimana makin panjang tenggang waktunya akan makin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yang tersedia yang diharapkan untuk penyusunan rencana.
c. Keterbatasan pengetahuan/kemampuan pengambilan keputusan dari perencana.
2.3. Wujud Risiko
Risiko sanggup berwujud dalam banyak sekali bentuk, antara lain :
1. Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, contohnya yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya.
2. Berupa penderitaan seseorang, contohnya sakit/cacat lantaran kecelakaan.
3. Berupa tanggungjawab hukum, contohnya risiko dari perbuatan atau insiden yang merugikan orang lain.
4. Berupa kerugian lantaran perubahan pasar, contohnya lantaran terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen, dan sebagainya.
2.4. Macam-macam Risiko
Risiko sanggup diklasifikasikan dengan banyak sekali cara, antara lain :
1. Berdasarkan sifatnya :
a. Risiko Spekulatif/Speculatif risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu aktivitas/keputusan yang sengaja dilakukan, namun hasilnya menyimpang dari impian sehingga merugikan. Artinya dalam suatu keputusan/kegiatan yang dilakukan ada kemungkinan mendapat keuntungan dan ada kemungkinan mendapat kerugian. Contoh : risiko hutang-piutang, judi, perdagangan berjangka, dan sebagainya.
b. Risiko murni/pure risk, yaitu risiko yang timbul dari suatu insiden yang betul-betul tidak disengaja. Kaprikornus hanya ada kemungkinan kerugian. Contoh : risiko terjadinya kebakaran, tragedi alam, pencurian, dan sebagainya.
c. Selain risiko spekulatif dan risiko murni, berdasarkan sifatnya juga terdapat 1) risiko fundamental, yaitu risiko yang penyebabnya tidak sanggup dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu orang/beberapa orang, tetapi banyak orang, contoh banjir, angin topan dan tragedi lainnya, 2) risiko dinamis, yaitu risiko yang timbul lantaran perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi. Contoh : risiko keuangan.
2. Dapat tidaknya risiko tersebut dialihkan kepada pihak lain;
a. Risiko yang sanggup dialihkan kepada pihak lain
b. Risiko yang tidak sanggup dialihkan kepada pihak lain
3. Berdasarkan sumber risiko :
a. Risiko sosial, yaitu risiko yang disebabkan oleh sikap manusia. Contoh: peperangan, pencurian, penggelapan, pembunuhan, kerusuhan, dan sebagainya.
b. Risiko ekonomi, yaitu risiko yang timbul sebagai akhir dari sikap dan kondisi ekonomi. Contoh : inflasi, resesi, perubahan selera konsumen, persaingan, dan sebagainya.
c. Risiko fisik, yaitu risiko yang timbul disebabkan oleh kondisi alam. Contoh : badai, banjir, gempa bumi, dan sebagainya.
d. Berdasarkan sumbernya risiko juga sanggup dibagi menjadi risiko internal, yaitu 1) risiko yang bersumber dari dalam perusahaan, contoh : kecelakaan kerja dan mismanajemen 2) risiko eksternal, yaitu risiko yang bersumber dari luar perusahaan, contoh : persaingan, fluktuasi harga dan kebijakan pemerintah.
2.5. Latihan & Diskusi
1. Jelaskan pengertian dari risiko
2. Jelaskan karakteristik risiko
3. Jelaskan wujud dari risiko
4. Sebutkan macam-macam risiko dan masing-masing berikan contohnya.
BAB III
MANAJEMEN RISIKO SEBAGAI FUNGSI PERUSAHAAN
3.1. Pendahuluan
Bagaimana peranan Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan sanggup kita telusuri dari pendapat Henri Fayol, yang menyatakan bahwa ada enam fungsi dasar kegiatan pengelolaan suatu perusahaan industri, yaitu : kegiatan teknis, komersial, keuangan, keamanan, akuntansi dan manajerial.
Dari ke enam fungsi dasar tersebut, maka Manajemen Risiko berkaitan dengan kegiatan keamanan, yang bertujuan menjaga harta benda dan personil perusahaan terhadap kerugian yang disebabkan oleh banyak sekali gangguan. Dengan demikian kegiatan Manajemen Risiko meliputi semua tindakan untuk memperlihatkan keamanan terhadap operasi perusahaan dan memperlihatkan ketenangan jiwa yang dibutuhkan oleh seluruh personil perusahaan (mencakup pemilik, pimpinan dan karyawan perusahaan).
3.2. Pengertian Manajemen Risiko
Pada dasarnya Manajemen Risiko ialah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Kaprikornus Manajemen Risiko meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinir dan mengawasi acara penanggulangan risiko.
3.3. Tujuan Manajemen Risiko
Tujuan Manajemen Risiko di perusahaan intinya untuk mengamankan perusahaan dari kemungkinan perusahaan terkena kerugian dan meminimalkan kerugian bila peril sudah terjadi. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh Manajemen Risiko sanggup dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Tujuan sebelum terjadinya peril.
2. Tujuan setelah terjadinya peril.
3.3.1. Tujuan sebelum terjadinya peril
Tujuan yang ingin dicapai yang menyangkut hal-hal sebelum terjadinya peril ada beberapa macam, antara lain :
1. Hal-hal yang bersifat ekonomis, contohnya : upaya untuk menanggulangi kemungkinan kerugian dengan cara yang paling ekonomis, yang dilakukan melalui analisa keuangan terhadap biaya acara keselamatan, besarnya premi asuransi, biaya dari bermacam-macam teknik penanggulangan risiko.
2. Hal-hal yang bersifat non ekonomis, yaitu upaya untuk mengurangi kecemasan, lantaran adanya kemungkinan terjadinya peril tertentu sanggup menimbulkan kecemasan dan ketakutan, sehingga dengan adanya upaya penanggulangan maka kondisi itu sanggup diatasi.
3. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan untuk memenuhi kewajiban yang berasal dari pihak ketiga/pihak luar perusahaan, menyerupai :
a. Memasang/memakai alat-alat keselamatan kerja tertentu di tempat kerja/pada waktu bekerja untuk menghindari kecelakaan kerja, contohnya : pemasangan rambu-rambu, pemakaian alat pengaman (misal : gas masker) untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Keselamatan Kerja.
b. Mengasuransikan aktiva yang digunakan sebagai agunan, yang dilakukan oleh debitur untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kreditur.
3.2.2. Tujuan setelah terjadinya peril
Pada pokoknya meliputi upaya untuk evakuasi operasi perusahaan setelah terkena peril, yang sanggup berupa :
1. Menyelamatkan operasi perusahaan, artinya manajer risiko harus mengupayakan pencarian seni manajemen bagaimana semoga kegiatan tetap berjalan sehabis perusahaan terkena peril, meskipun untuk sementara waktu yang beroperasi hanya sebagian saja.
2. Mencari upaya-upaya semoga operasi perusahaan tetap berlanjut setelah perusahaan terkena peril. Hal ini sangat penting terutama untuk perusahaan yang melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung, misalnya: bank, lantaran bila tidak akan menimbulkan kegelisahan dan nasabahnya bisa lari ke perusahaan pesaing.
3. Mengupayakan semoga pendapatan perusahaan tetap mengalir, meskipun tidak sepenuhnya, paling tidak cukup untuk menutup biaya variabelnya. Untuk mencapai tujuan ini bilamana perlu perusahaan untuk sementara melaksanakan kegiatan perjuangan di tempat lain.
4. Mengusahakan tetap berlanjutnya pengembangan perjuangan bagi perusahaan yang sedang melaksanakan pengembangan usaha, contohnya : yang sedang memproduksi barang gres atau memasuki pasar baru. Kaprikornus harus berupaya untuk mengatur seni manajemen semoga pengembangan yang sedang dirintis tetap bisa berlangsung. Sebab untuk melaksanakan perintisan tersebut sudah dikeluarkan biaya yang tidak kecil.
5. Berupaya tetap sanggup melaksanakan tanggung jawab sosial dari perusahaan. Artinya harus sanggup menyusun kebijaksanaan untuk meminimumkan efek jelek dari suatu peril yang diderita perusahaan terhadap karyawannya, para pelanggan/penyalur, para pemasok dan sebagainya. Artinya akhir dari peril jangan hingga menimbulkan problem sosial, contohnya jangan hingga menjadikan terjadinya pengangguran.
3.4. Fungsi Pokok Manajemen Risiko
Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya meliputi :
a. Menemukan kerugian potensial
Artinya berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yang meliputi :
1. Kerusakan phisik dari harta kekayaan perusahaan
2. Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akhir terganggunya operasi perusahaan.
3. Kerugian akhir adanya tuntutan aturan dari pihak lain
4. Kerugian-kerugian yang timbul lantaran : penipuan, tindakan-tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya karyawan dan sebagainya.
5. Kerugian-kerugian yang timbul akhir “keyman” meninggal dunia, sakit atau menjadi cacat.
Untuk itu cara-cara yang sanggup ditempuh oleh Manajer Risiko antara lain dengan : melaksanakan inspeksi fisik di tempat kerja, mengadakan angket kepada semua pihak di perusahaan, menganalisa semua variabel yang tercakup dalam peta pedoman proses produksi dan sebagainya. Misalnya : dengan menganalisa materi baku dan pembantu sanggup diidentifikasi : kemungkinan kerugian lantaran jumlah pasokan yang tidak memadai, penyerahan yang tidak sempurna waktu, kerusakan dan kehilangan pada ketika penyimpanan; pada proses produksi sanggup diidentifikasi : kemungkinan kerugian lantaran salah proses, kerusakan alat produksi, keterlambatan dan sebagainya; pada produk selesai : kemungkinan kerugian lantaran barang rusak/hilang dalam penyimpanan, penipuan/kecurangan dari penyalur dan sebagainya.
b. Mengevaluasi Kerugian Potensial
Artinya melaksanakan penilaian dan penilaian terhadap semua kerugian potensial yang dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi asumsi mengenai :
1. Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian, artinya memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun).
2. Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya efek kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi finansial perusahaan.
c. Memilih teknik/cara yang sempurna atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang sempurna guna menanggulangi kerugian.
Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang sanggup digunakan untuk menanggulangi risiko, yaitu : mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Dimana kiprah dari Manajer Risiko ialah menentukan salah satu cara yang paling sempurna untuk menanggulangi suatu risiko atau menentukan suatu kombinasi dari cara-cara yang paling sempurna untuk menanggulangi risiko.
3.5. Proses Pengelolaan Risiko
Dalam proses pengelolaan risiko langkah-langkah yang harus dilalui pada pokoknya ialah :
1. Mengidentifikasi/menentukan terlebih dahulu obyektif (tujuan) yang ingin dicapai dari pengelolaan risiko. Misalnya, pelayanan terhadap pelanggan tetap bisa dilakukan, perusahaan tetap beroperasi, karyawan sanggup bekerja dengan tenang, dan seterusnya.
2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian/peril atau mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi. Langkah ini ialah yang paling sulit, tetapi juga paling penting, lantaran keberhasilan pengelolaan risiko sangat tergantung pada hasil identifikasi ini.
3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, dimana yang dievaluasi dan diukur ialah :
a. Besarnya kemungkinan peril yang akan terjadi selama suatu periode tertentu (frekuensinya).
b. Besarnya akhir dari kerugian tersebut terhadap kondisi keuangan perusahaan/keluarga (kegawatannya),
4. Mencari cara atau kombinasi cara-cara yang paling baik, paling sempurna dan paling irit untuk menuntaskan masalah-masalah yang timbul akhir terjadinya suatu peril. Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi :
a. Menghindari kemungkinan terjadinya peril
b. Mengurangi kesempatan terjadinya peril
c. Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan),
d. Menerima dan memikul kerugian yang timbul (meretensi).
5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan keputusan-keputusan yang telah diambil untuk menanggulangi risiko. Misalnya menciptakan proteksi yang layak terhadap kecelakaan kerja, menghubungi, menentukan dan menuntaskan pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi.
6. Mengadministrasikan, memantau dan mengevaluasi semua langkah-langkah atau seni manajemen yang telah diambil dalam menanggulangi risiko. Hal ini sangat penting terutama untuk dasar kebijaksanaan pengelolaan risiko di masa mendatang. Di samping itu juga adanya kenyataan bahwa apabila kondisi suatu proyek berubah penanggulangannya juga berubah.
3.6. Kedudukan Manajer Risiko
Di Indonesia pada ketika ini sanggup dikatakan masih sangat jarang perusahaan yang mempunyai manajer atau belahan yang khusus menangani pengelolaan risiko secara keseluruhan yang dihadapi oleh perusahaan. Yang sudah ada umumnya gres seorang Manajer Asuransi, yang fungsinya hanya mengurusi masalah-masalah yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi, dimana perusahaan menjalin hubungan pertanggungan, yang meliputi antara lain : mengurusi penutupan kontrak-kontrak asuransi, mengurusi ganti rugi bila terjadi peril dan sebagainya. Kedudukan dari manajer ini umumnya hanya setingkat Kepala Seksi (Manajer tingkah bawah).
Di negara-negara yang telah maju, terutama di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan besar, umumnya telah mempunyai Manajer Risiko, dengan banyak sekali nama jabatan menyerupai : Manajer Risiko, Manajer Asuransi, Direktur Risiko dan sebagainya, yang kedudukannya umumnya setingkat dengan “Manajer tingkat menengah”.
Tugas mereka umumnya meliputi : mengidentifikasi dan mengukur kerugian dari exposures, menuntaskan klaim-klaim asuransi, merencanakan dan mengelola jaminan tenaga kerja, ikut serta mengontrol kerugian dan keselamatan kerja. Dengan demikian mereka merupakan belahan penting dalam tim manajemen perusahaan.
3.7. Kerjasama dengan Departemen Lain
Seorang Manajer Risiko tidak bekerja dalam “isolasi”, artinya dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan risiko ia tidak bekerja sendiri. Tugas utama Manajer Risiko ialah mengidentifikasi dan merumuskan kebijaksanaan dalam penanggulangan risiko. Sedang implementasi/pelaksanaan dari kebijaksanaan tersebut sebagian besar diserahkan kepada departemen/bagian masing-masing yang bersangkutan. Misalnya : implementasi penanggulangan risiko di bidang produksi diserahkan kepada Manajer Produksi, di bidang keuangan pada Manajer Keuangan, di bidang personalia pada Manajer Personalia dan seterusnya.
Kaprikornus dalam pelaksanaan penanggulangan risiko Manajer Risiko perlu bekerjasama secara serasi dengan departemen/bagian lain yang bersangkutan. Perlunya kerjasama tersebut sanggup dianalisis melalui kegiatan-kegiatan dari departemen/bagian yang berkaitan dengan penanggulangan risiko, yaitu :
a. Bagian Akunting :
Yaitu kegiatan-kegiatan terutama yang berkaitan dengan upaya mengurangi penggelapan dan pencurian oleh karyawan sendiri ataupun pihak lain. Misalnya :
1. Mengurangi kesempatan karyawan untuk melaksanakan penggelapan, melalui internal control dan internal audit.
2. Melalui rekening asset untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian lantaran exposures terhadap harta.
3. Melakukan penilaian terhadap rekening piutang mengukur risiko terhadap piutang dan mengalokasikan cadangan bagi kerugian exposures piutang.
b. Bagian Keuangan :
Terutama berkaitan dengan upaya untuk mendapat informasi perihal : kerugian, gangguan terhadap cash-flow dan sebagainya. Misalnya :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mensugesti dan dipengaruhi oleh turunnya keuntungan dan cash-flow.
2. Menganalisis risiko murni terhadap pembelian alat-alat produksi tahan lama (yang mahal) atau investasi baru.
3. Menganalisis risiko yang berkaitan dengan pinjaman yang menggunakan harta milik perusahaan sebagai jaminan.
c. Bagian Marketing :
Terutama yang berkaitan dengan risiko tanggung-gugat, artinya risiko adanya tuntutan dari pihak luar/pelanggan, lantaran perusahaan melaksanakan sesuatu yang tidak memuaskan mereka. Misalnya :
1. Kerusakan barang akhir pembungkusan yang kurang baik
2. Penyerahan barang yang tidak sempurna waktu
Juga upaya-upaya melaksanakan distribusi barang-barang dengan memperhatikan keselamatan, dalam rangka mengurangi kecelakaan.
Contoh : Adanya peringatan/slogan pada kendaraan beroda empat pengangkut rokok dari PT. Gudang Garam yang berbunyi “Utamakan Selamat”.
d. Bagian Produksi :
Mencakup upaya-upaya yang berkaitan dengan :
1. Pencegahan terhadap adanya produk-produk yang cacat, yang tidak memenuhi syarat kualitas.
2. Pencegahan terhadap pemborosan pemakaian materi baku, materi pembantu maupun peralatan.
3. Pencegahan terhadap kecelakaan kerja, dengan penerapan aturan-aturan dari Undang-undang Kecelakaan Kerja dan sebagainya.
e. Bagian Maintenance :
Bagian ini ialah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan perawatan gedung, pabrik serta peralatan-peralatan lainnya, yang kesemuanya sangat vital guna mencegah, mengurangi frekuensi maupun kegawatan dari suatu kerugian/peril.
f. Bagian Personalia :
Bagian ini mempunyai tanggung jawab yang berkaitan dengan penanggulangan risiko terhadap diri karyawan. Misalnya : acara keselamatan dan kesehatan kerja, instalasi dan manajemen program-program kesejahteraan karyawan, guna mencegah pemogokan, kebosanan dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sangat diharapkan adanya komunikasi dua arah antara Manajer Risiko dengan Manajer-manajer Bagian yang bersangkutan. Kaprikornus diharapkan adanya kerjasama yang aktif diantara mereka, sehingga sanggup dikatakan bahwa : “tanpa kolaborasi aktif dari departemen lain acara Manajemen Risiko akan gagal”.
3.8. Latihan dan Diskusi
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Manajemen Risiko.
2. Jelaskan kiprah dari Manajemen Risiko dalam pengelolaan perusahaan.
3. Jelaskan tujuan dari Manajemen Risiko dalam perusahaan.
4. Jelaskan apa fungsi pokok Manajemen Risiko dalam perusahaan.
5. Jelaskan langkah-langkah proses pengelolaan risiko dalam perusahaan.
6. Jelaskan kedudukan dari Manajer Risiko dan bagaimana hubungannya dengan bagian-bagian lain dalam perusahaan.
BAB IV
PENGIDENTIFIKASIAN RISIKO
4.1. Pengertian Pengidentifikasian Risiko
Pengidentifikasian risiko intinya merupakan kegiatan analisis secara sistematis dan berkesinambungan untuk menemukan/mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian yang potensial yang dihadapi/mengancam perusahaan. Langkah ini merupakan langkah yang relatif paling sulit tetapi paling penting, lantaran pengelolaan risiko selanjutnya sangat tergantung pada hasil identifikasi ini. Jika kerugian potensial yang mungkin menimpa perusahaan tidak diketahui, maka mustahil sanggup mengelola risiko perusahaan yang bersangkutan dengan baik.
4.2. Metode Pengidentifikasian Risiko
Pengidentifikasian risiko sanggup dilakukan dengan: 1) Studi Dokumen/Analisis data historis, 2) Observasi, 3) Pengacuan (benchmarking) dan 4) Pendapat ahli.
4.2.1. Studi Dokumen/Analisis Data Historis
Studi dokumen dilakukan dengan mempelajari data dan informasi dari banyak sekali laporan, manual dan materi tertulis lainnya yang terdapat pada unit kerja yang diidentifikasi dan unit lainnya untuk mengetahui insiden apa saja yang pernah terjadi dan kemungkinan penyebabnya. Data-data sekunder perihal risiko juga sanggup diperoleh dari beberapa lembaga, menyerupai kepolisian, perusahaan asuransi dan instansi terkait lainnya.
Apabila suatu pekerjaan belum dilakukan dan masih dalam tahap perencanaan, sehingga belum ada data-data dan tidak bisa dilakukan observasi maka sanggup dilakukan dengan mempelajari sketsa alur proses dan banyak sekali bentuk perencanaan lainnya menyerupai strategi, kebijakan, mekanisme dan program.
4.2.2. Observasi
Observasi ialah melaksanakan pengamatan eksklusif terhadap obyek yang diidentifikasi. Jika akan mengidentifikasi risiko di belahan produksi, maka hal yang perlu diamati bagaimana proses produksi itu berlangsung, selanjutnya mengidentifikasi dimana saja risiko sanggup terjadi, insiden apa saja yang sanggup menimpa dan apa penyebabnya. Demikian juga bila ingin melaksanakan identifikasi risiko di belahan lainnya. Hal yang dilakukan ialah mengamati belahan tersebut, mencari tahu risiko apa saja yang sanggup terjadi pada belahan tersebut, insiden apa yang bisa menimpa dan apa saja penyebabnya.
4.2.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan bertanya kepada orang-orang yang bekerja pada unit kerja yang menjadi objek identifikasi risiko, meliputi manajemen, karyawan dan orang lain yang bekerjasama dengan unit kerja yang diidentifikasi. Mereka dianggap kompeten untuk memperlihatkan informasi perihal keberadaan risiko, termasuk kejadian-kejadian yang menimpa dan penyebabnya.
4.2.4. Pengacuan
Dilakukan dengan cara mencari informasi perihal risiko di tempat atau perusahaan lain, contohnya, dari info di media massa, sanggup diketahui bahwa eskalator beresiko menimbulkan bawah umur terjepit.
4.2.5. Pendapat Tenaga Ahli
Mencari informasi dari hebat di bidang risiko tertentu, contohnya dari bertanya pada dokter, sanggup diketahui bahwa orang dengan tingkat kolesterol tinggi beresiko kena penyakit jantung
4.3. Klasifikasi Kerugian Potensial
Seluruh kerugian potensial yang sanggup menimpa bisnis pada pokoknya sanggup diklasifikasikan kedalam :
a. Kerugian atas harta kekayaan/property losses
b. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak lain/liability losses
c. Kerugian personil/personnil losses.
4.3.1. Kerugian Atas Harta
4.3.1.1. Pembagian Jenis Harta
Kerugian harta ialah kerugian yang menimpa harta milik perusahaan. Untuk kepentingan penanggulangan risiko, harta dibagi ke dalam :
1) Benda tetap, yaitu harta yang terdiri dari tanah dan bangunan yang ada di atasnya
2) Barang bergerak, yaitu barang-barang yang tidak terikat pada tanah, yang selanjutnya sanggup dibagi lagi ke dalam :
• Barang-barang yang digunakan untuk melaksanakan acara produksi, misal materi baku, peralatan, sparepart dan sebagainya.
• Barang-barang yang akan dijual, misal : hasil produksi, barang dagangan, surat-surat berharga, uang, dan sebagainya.
4.3.1.2. Penyebab Kerugian Atas Harta
Penyebab kerugian terhadap harta dibedakan ke dalam :
1) Bahaya fisik, yaitu ancaman yang ditimbulkan lantaran kekuatan alam, menyerupai kebakaran, angin topan, gempa bumi.
2) Bahaya sosial, yaitu ancaman yang timbul lantaran :
a) Adanya penyimpangan tingkah laris insan dari norma-norma kehidupan yang wajar, misal : pencurian, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.
b) Adanya penyimpangan sikap yang dilakukan oleh insan secara kelompok, misal : pemogokan, kerusuhan, dan sebagainya.
3) Bahaya Ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan, misal : mismanajemen, resesi ekonomi, perubahan harga, persaingan dan sebagainya.
4.3.1.3. Macam-macam Kerugian atas Harta
Kerugian yang menimpa harta lantaran terjadinya peril sanggup dibedakan ke dalam : 1) kerugian langsung, 2) kerugian tidak eksklusif dan 3) kerugian pendapatan higienis (net income).
1) Kerugian langsung
Kerugian eksklusif ialah kerugian yang eksklusif terkait dengan peril yang menimpa harta tersebut, yaitu kerugian yang diderita lantaran rusaknya atau hancurnya harta yang terkena peril, contohnya gedung terbakar, dimana kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut, yang besarnya sama dengan nilai pembangunan kembali atau biaya perbaikan terhadap gedung yang bersangkutan.
2) Kerugian tidak langsung
Kerugian tidak eksklusif ialah kerugian yang disebabkan oleh berkurangnya nilai, terjadinya kerusakan atau tidak berfungsinya barang lain selain yang terkena peril secara langsung. Kerugian tidak eksklusif sanggup juga dikatakan kerugian yang timbul lebih lanjut yang disebabkan adanya harta yang terkena peril yang menimbulkan kerugian langsung.
Contoh :
• Makanan, minuman, obat-obatan menjadi rusak dikarenakan lingkungan yang berubah disebabkan oleh peril yang telah menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi listriknya terbakar), sehingga tidak bisa dilakukan pengaturan temperatur dan kelembaban. Kaprikornus dalam hal ini kerugian langsungnya ialah biaya perbaikan gardu listrik, sedangkan kergian tidak langsungnya ialah terjadinya kerusakan makanan dan minuman akhir tidak berfungsinya alat pengatur temperatur.
• Harta yang terdiri dari dua komponen atau lebih, apabila salah satu komponennya rusak, maka komponen-komponen yang lain jadi tidak bisa berfungsi, sehingga nilainya ikut menjadi berkurang, meskipun sebetulnya tidak rusak.
• Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak seluruhnya rusak artinya masih ada bagian-bagian yang tidak mengalami kerusakan dan bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya. Kerugian tidak langsungnya : biaya pembongkaran dan pembangunan kembali belahan gedung yang sebetulnya tidak rusak.
• Bila rusaknya satu alat produksi menjadikan beberapa karyawan terpaksa harus menganggur untuk beberapa hari dan mereka itu umumnya harus tetap dibayar upah/gajinya. Kerugian tidak langsungnya ialah gaji/upah karyawan yang harus nganggur tersebut.
3) Kerugian Net Income
Kerugian net income, yaitu kerugian yang terjadi lantaran menurunnya pendapatan higienis suatu perusahaan, yang disebabkan oleh hilangnya/berkurangnya manfaat suatu harta yang terkena peril, baik sebagian maupun seluruhnya, hingga harta tersebut diganti atau dipulihkan menyerupai semula. Karena suatu harta terkena peril menjadikan pendapatan perusahaan menurun dan di lain pihak biayanya naik.
Sumber kerugian net income, terdiri dari dua hal, yaitu : pendapatan yang menurun dan biaya yang meningkat
a) Pendapatan yang menurun
Bila suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami penurunan, yang disebabkan antara lain :
- Kerugian uang sewa
Jika suatu harta yang disewakan rusak/hancur populer peril, selanjutnya menimbulkan gangguan terhadap operasi perusahaan, yaitu harta tersebut untuk sementara dalam perbaikan ataupun seterusnya tidak sanggup disewakan, sehingga perusahaan kehilangan pendapatan sewa.
- Bila suatu perusahaan hartanya terkena peril, selanjutnya terpaksa menghentikan atau mengurangi volume operasinya, maka akan mengakibatkan:
o Keuntungan yang seharusnya diterima akan hilang
o Biaya yang tetap harus dikeluarkan, meskipun operasi perusahaan mengalami gangguan.
- Gangguan tak terduga di dalam bisnis, yang dialami pemasok atau penyalur dari perusahaan.
- Hilangnya keuntungan dari barang jadi yang mestinya bisa dijual, yang rusak lantaran kerusakan alat produksi atau barang jadi itu sendiri yang terkena peril.
- Bila lantaran peril bukti-bukti piutang hilang, maka penagihan piutang akan menjadi lebih sulit, sehingga piutang yang bisa terkumpul menjadi menurun.
- Perusahaan yang terkena peril biasanya perhatiannya lebih dicurahkan pada evakuasi operasi perusahaan dari pada untuk mengumpulkan piutang, sehingga acara pengumpulan piutang akan menurun dan hasilnya juga akan turun.
b) Biaya yang meningkat.
Bila suatu perusahaan terkena peril sanggup meningkatkan kenaikan beberapa jenis biaya, antara lain :
- Kenaikan biaya sewa
Karena terjadi kerusakan bangunan/peralatan, maka untuk melanjutkan operasinya perusahaan terpaksa untuk sementara harus menyewa peralatan lain.
- Seringkali diharapkan biaya ekstra untuk meneruskan operasi perusahaan secara normal demi menjaga hubungan baik dengan pelanggan.
- Meningkatnya biaya perbaikan untuk barang-barang yang rusak.
4.3.1.4. Subyek Kerugian Harta
Dalam kaitannya dengan problem kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa pengertian harta di sini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup pula sekumpulan hak, yang berasal dari atau merupakan belahan dari aset nyata, yang juga mempunyai nilai irit yang pasti. Hak tersebut sanggup berupa banyak sekali bentuk yang sanggup diperoleh dengan banyak sekali cara.
Untuk mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus mengetahui dan memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada serta mengetahui bagaimana cara menilainya.
Hal kedua yang perlu dipahami pula ialah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya pengertian harta dari pada aset nyata ialah bahwa orang yang sanggup menderita (subyek kerugian) tidak selalu orang yang mempunyai harta tersebut, tetapi mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan kepemilikan dan siapa yang bertanggung jawab atau menderita kerugian atas harta yang terkena suatu peril.
1) Kepemilikan
Kepemilikan atas harta sanggup diperoleh dari : pembelian, penyitaan barang jaminan, hadiah atau hasil-hasil dari insiden yang lain. Jika harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan menderita/bertanggung jawab atas kerugian akhir peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya mempunyai sebagian dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari kerugian tersebut.
2) Kredit dengan jaminan
Kreditur yang memperlihatkan kredit dengan jaminan mempunyai hak/bagian atas harta yang digunakan sebagai jaminan. Oleh lantaran itu bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, lantaran terkena peril, maka kreditur bisa menderita kerugian meskipun kreditur bukan pemilik dari harta tersebut.
3) Jual-beli bersyarat
Tanggung jawab terhadap kerugian-kerugian yang terjadi dalam transaksi jual-beli bersyarat ialah tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak jual-beli termaksud. Artinya tanggung jawab sanggup di bahu penjual dan bisa juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi persyaratan kontrak jual-belinya.
4) Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung jawab atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril. Tetapi ada beberapa perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a) Berdasarkan aturan budpekerti penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya, yang disebabkan oleh kecerobohannya.
b) Bila dalam kontrak sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta kepada pemiliknya dalam kondisi baik, menyerupai pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan lantaran keusangan/keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab penyewa.
5) Bailments
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh :
• Mobil yang direparasikan, untuk sementara berada di tangan pemilik bengkel.
• Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara berada di tangan tukang binatu
• Barang-barang yang disimpan di gudang yang disewa.
Orang-orang atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut “bailee” dan si pemilik barang disebut “bailor”, sedang perjanjian antara bailee dan bailor disebut “bailments”.
Bila barang selama berada di tangan bailee terkena peril, tanggung jawab terhadap kerugian akhir peril tersebut tergantung pada isi perjanjian bailmentsnya. Tetapi bagaimanapun juga bila kerugian harta selama barang ada di tangannya diakibatkan oleh kecerobohannya, maka bailee bertanggung jawab terhadap kerugian harta tersebut.
Kadang-kadang lantaran suatu lantaran tertentu perjanjian telah dibentuk sebelum terjadi kerugian atau lantaran keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggannya (bailor), bailee memikul tanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang ada di tangannya, sekalipun kerugian itu bukan lantaran kecerobohannya. Bailee yang bertindak demikian pada hakekatnya ialah sebagai wakil atau distributor pemilik.
Karakteristik dari hubungan bailments ini antara lain :
a) Identitas harta (“the title of the property”) atau bukti kepemilikan masih ada di tangan bailor.
b) Kepemilikan atau penguasaan harta untuk sementara berada di tangan bailee.
c) Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada orang lain dari harta harus merupakan pemindahan posisi dari seorang bailee dan harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai hingga dimana tanggungjawab terhadap harta yang untuk sementara berada di bawah kekuasaan Bailee, aturan menentukan 3 macam kategori, yaitu :
a) Bila penyerahan harta dalam bailments tersebut untuk kepentingan bailor dan bailee tidak mendapat kompensasi apapun atas pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee tidak bertanggung jawab atas kerugian harta tersebut.
Contoh :
Seseorang menitipkan barangnya kepada temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut, bila harta yang dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
b) Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan bailee, dimana bailee sanggup meminjam dan memanfaatkan harta tersebut untuk sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka bailee bertanggungjawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh :
Pemilik bengkel yang memanfaatkan kendaraan beroda empat yang sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan kepada pemiliknya dan pemilik tidak mendapat kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya disewakan), maka bila kendaraan beroda empat tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggungjawab pemilik bengkel.
c) Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah pihak mendapat manfaat dari penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang diserahkan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh :
Seorang pemilik kendaraan beroda empat menyerahkan mobilnya kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik mendapat belahan dari hasil persewaannya, maka bila kendaraan beroda empat terkena peril, kerugiannya dipikul bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.
6) Easement
Easement ialah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas pemanfaatan harta tersebut menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan (pemakai). Hak ini biasanya diperoleh melalui pengungkapan/pengakuan secara tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui sebuah perjanjian/akte (prescription).
Contoh :
Seorang pengusaha materi bangunan mempunyai hak untuk menggunakan halaman tetangganya untuk menyimpan sebagian barang dagangannya. Bila terjadi kerugian akhir penempatan barang dagangan tersebut, maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang materi bangunan itu sendiri.
7) Lisensi
Lisensi ialah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk menggunakan harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi kerugian akhir penggunaan tersebut, kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik atau bisa juga berdasarkan perjanjian.
Contoh :
Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan, kosmetik dan produk toiletris yang diperoleh beberapa perusahaan di Indonesia.. Misalnya : hak PT. PZ. Cussons Indonesia untuk memproduksi cream perawatan bayi milik PZ Cussons (Int) Ltd. England.
4.3.2. Tanggung jawab atas kerugian pihak lain
4.3.2.1. Pengertian
Tanggung jawab atas kerugian pihak lain (Liability Loss Exposures) ialah tanggung jawab yang timbul lantaran adanya kemungkinan acara perusahaan menimbulkan kerugian harta atau personil pihak lain, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
4.3.2.2. Jenis Tanggung jawab kepada pihak lain
Tanggung jawab yang sah secara garis besar sanggup dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Tanggung jawab sipil/perdata, yaitu tanggung jawab yang sah yang realisasinya biasanya dilakukan oleh satu pihak (penggugat) melawan pihak lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah. Dimana keputusan hukumnya berupa : pengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan (penggugat). Dimana pengadilan tetapkan masalah yang diajukan oleh pihak yang berperkara dan atas biaya mereka sendiri.
2) Tanggung jawab umum/pidana, berlakunya tanggung jawab ini kepada yang bersangkutan diajukan oleh petugas pelaksana aturan (Jaksa Penuntut Umum) atas nama masyarakat/umum/Negara terhadap individu maupun perjuangan bisnis, yang diduga harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus dibayar/dijalani oleh tersangka. Bila ancaman hukumannya cukup berat dan tersangka tidak bisa membayar pengacara, maka pengacara disediakan dan dibayar oleh pemerintah.
4.3.2.3. Sumber tanggung jawab Sipil
Tanggung jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu tubuh sanggup timbul lantaran banyak sekali sebab/sumber, yang antara lain terdiri dari :
a. Yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain yang timbul lantaran pelanggaran atau abolisi atas kontrak yang telah disetujuinya.
b. Yang timbul dari kelalaian atau kecerobohan, yang meliputi :
1. Kelalaian yang disengaja, contohnya berupa : pelanggaran, salah tangkap, penyerangan, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
2. Kelalaian yang tidak disengaja, yaitu akhir dari tindakan yang ceroboh, contohnya : memasang strum pada pagar.
3. Subyek kecerobohan yang menimbulkan tanggung jawab menyerupai berupa gangguan pribadi, kecelakaan industri, kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Yang timbul dari penipuan atau kesalahan, contohnya : dispensasi keputusan dari yang seharusnya, kekurangan penggantian kerugian, menciptakan kontrak pura-pura.
d. Yang timbul dari tindakan atau acara yang lain, menyerupai : kebangkrutan, penyitaan, perwalian dan sebagainya.
4.3.2.4. Cara Menentukan Tanggung jawab Sipil
Dalam menentukan tanggung jawab sipil peraturan aturan berpegang pada prinsip : “perlindungan aturan hanya diberikan pada orang-orang yang sanggup membuktikannya”.
Karena prinsip tersebut maka pihak-pihak yang berperkara harus menangani kepentingannya sendiri atau menggunakan pengacara yang profesional, semoga sanggup mengambarkan bahwa dialah yang memang berhak. Sebab hanya dengan kekuatan, ketelitian, kecermatan dan kebijaksanaan orang yang berperkara sanggup menang.
Dalam proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka :
1. Pihak pengadilan/hukum tidak akan memperlihatkan keadilan secara khusus, artinya pengadilan akan memperlihatkan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk sanggup “menentukan/membuktikan sendiri” atas hak-haknya, melalui pembuktian bahwa “dia yang benar”.
2. Hak-hak sipil tidak serta merta dilindungi, kecuali bila yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk itu. Kaprikornus pengadilan tidak serta menentukan siapa yang berhak tanpa ada permohonan untuk itu.
3. Ada batas “kadaluarsa”, artinya ada batas waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4. Para pihak harus tunduk pada peraturan yang berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan demikian penggugat bertanggung jawab untuk sanggup mengambarkan secara memuaskan semoga berhasil gugatannya, dengan “jumlah bukti yang lebih besar” dari pada bukti yang diajukan oleh tergugat., lantaran dalam penentuan hak ini dianut azas “Res Ipsa Loquitur” (= “Sesuatu yang berbicara pada dirinya sendiri”).
4.3.2.5. Sifat Kerugian
Kerugian/kerusakan yang diderita oleh seseorang yang sanggup menimbulkan tanggung jawab yang sah pada pihak lain sanggup digolongkan ke dalam :
a. Kerugian yang bersifat “khusus/spesial”, yang biasanya gampang diketahui, contohnya kehilangan hak milik, biaya perbaikan dan sebagainya.
b. Kerugian yang bersifat “umum”, yang biasanya tidak eksklusif sanggup diketahui pada ketika insiden terjadi; contohnya : suatu kerugian mungkin diikuti kehilangan-kehilangan yang tidak sanggup diukur secara langsung, menyerupai : kepedihan hati, rasa kehilangan dan sebagainya (kerugian immaterial)
Dalam proses aturan penentuan hak/besarnya kerugian kedua macam kerugian tersebut sanggup dinilai sebelum proses investigasi di pengadilan. Dalam
hal ini termasuk juga hal-hal yang dimungkinkan akan terjadi di masa yang akan datang.
4.3.2.6. Konsep Tanggung Jawab atas Kelalaian
Lalai atau “tort” berasal dari kata “tortus”, yang artinya “membelit”, yaitu tingkah laris yang berbelit dan tidak jujur. Salah/lalai atau tort ialah kesalahan sipil yang sanggup diperbaiki dengan tindakan sumbangan “ganti rugi”.
Lalai ialah tindakan tidak sah yang sanggup menjangkau apa saja yang tidak terjangkau oleh aturan pidana. Kaprikornus tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan, bukan pelanggaran hak milik dan sebagainya.
1) Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laris yang disengaja, tetapi tidak dengan niat menghasilkan konsekuensi yang terjadi, yang mungkin merugikan orang lain.
Contoh : Seorang pramuniaga mendemonstrasikan obat serangga berupa cairan yang disemprotkan di depan orang yang alergi terhadap obat serangga tersebut. Tentu saja hal itu akan menjadikan penderitaan orang yang ditawari.
2) Kelalaian yang tidak disengaja (ceroboh), yaitu berupa kegagalan untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan sesuatu (yang seharusnya dilakukan), lantaran kekurang hati-hatiannya, sehingga menjadikan kerugian.
Contoh : Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada sementara orang yang tidak tahan terhadap pinicilin, sehingga ia harus selalu menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika beliau mengobati pasiennya dengan pinicilin yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak sanggup segera memperlihatkan pertolongan, lantaran persediaan obat penawarnya sedang habis.
4.3.2.7. Pembelaan
Dalam proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa/tergugat sanggup mengajukan atau memperlihatkan bahwa ia tidak ceroboh, sehingga beliau tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penuntut. Artinya tergugat sanggup membela diri, bahwa beliau tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila menyangkut 3 hal, yaitu :
1) Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko yang dihadapi berkaitan dengan hal yang bekerjasama dengan tergugat.
Contoh :
Seorang sopir pribadi tidak bertanggung jawab terhadap kerugian majikannya akhir kendaraan beroda empat yang dikemudikan rusak lantaran tabrakan. Kaprikornus terhadap kerugian tersebut si majikan tidak sanggup menuntut ganti rugi pada sopirnya, lantaran diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko yang dihadapi dengan penggunaan sopir pribadi.
2) Membandingkan sumbangan dari kecerobohan terhadap kerugian. Hal ini berlaku bila diduga bahwa penggugat maupun tergugat kedua-duanya ceroboh, sehingga menimbulkan kerugian. Dalam menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang bersangkutan berupaya untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin dilakukan.
3) Lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akhir perbuatannya dalam melaksanakan kiprah kewajibannya. Dalam perkembangan cukup umur ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya. Kaprikornus kadang kala tetap harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak. Dengan adanya pengadilan tata perjuangan negara (PTUN) memperlihatkan bahwa petugas/lembaga pemerintah tidak serta-merta bebas terhadap tanggung jawab atas tindakannya yang merugikan orang/pihak lain.
4.3.2.8. Tanggung jawab yang bekerjasama dengan perbuatan orang lain.
Tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang seolah-olah dilakukan sendiri meliputi :
1) Tanggung jawab yang timbul lantaran tindakan karyawannya sendiri.
Sampai seberapa jauh tanggung jawab majikan terhadap tindakan karyawannya tergantung pada tingkat pengawasan yang sanggup dilakukan perusahaan/majikan terhadap tindakan karyawannya tersebut.
2) Tanggung jawab yang timbul lantaran hubungan kontrak/kerjasama antara pelaku dan perusahaan.
Dalam hal ini prinsipnya : kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada proyek yang ditanganinya.
Mungkin juga tanggung jawab atas kerugian tersebut sanggup dibebankan kepada karyawannya sendiri yang bekerjasama dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan antara lain :
a) kegagalannya dalam menentukan kontraktor yang tepat,
b) yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung jawab atas kelalaiannya kalau hubungan dengan kontraktor itu merupakan kerjasama.
4.3.2.9. Tanggung jawab terhadap kontrak
Perbuatan yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak dikategorikan sebagai “pelanggaran”. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat tidak sesuai dengan isi kontrak, sehingga menimbulkan kerugian, bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
4.3.2.10. Tanggung jawab berdasarkan Undang-undang/Peraturan
Semua negara tentu menciptakan peraturan/undang-undang perihal tanggung jawab dari tindakan-tindakan tertentu yang sanggup merugikan orang lain. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain :
1) Hukum penjualan : penjual bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga atas penjualan barangnya.
Contoh :
Penjual minuman keras bertanggung jawab atas kerugian orang lain akhir ulah pembelinya yang mabuk.
2) Tanggung jawab orang bau tanah terhadap kenakalan anaknya.
Pada prinsipnya orang bau tanah tidak bertanggung jawab terhadap tingkah laku/ kenakalan anaknya.
Dalam praktek hal ini tidak mutlak, artinya dalam kondisi tertentu orang bau tanah bertanggung jawab terhadap ulah anaknya yang merugikan orang lain.
3) Tanggung jawab pemelihara binatang.
Pemilik binatang peliharaan bertanggung jawab atas kerugian atas ulah binatang peliharaannya, terutama binatang peliharaan yang berupa binatang buas. Tetapi bila binatang peliharaannya berupa binatang jinak/ternak (misalnya: anjing, kucing, ayam) untuk menentukan tanggung jawabnya harus dibuktikan terlebih dahulu ada tidaknya unsur kelalaian dari si pemilik.
4.3.2.11. Seluk-beluk tanggung jawab dan masalahnya.
1) Tanggung jawab yang muncul dari kepemilikan Real Estate
Tanggung jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real estatenya tergantung pada status dari pengunjung pada ketika melaksanakan kunjungan, yang sanggup dibedakan ke dalam :
a) Pelanggar : yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang masuk tanpa diundang. Dalam hubungan ini aturan mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak untuk merasa kondusif dan hening di real estatenya sendiri, tanpa ada gangguan dari pihak lain. Maka dari itu pemilik real estate tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pelanggar tersebut.
b) Pemilik ijin : yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa ada hubungan kontrak/bisnis dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari keuntungan bagi kedua belah pihak. Dalam keadaan yang demikian ini pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pemilik ijin atas kelalaiannya untuk menjaga keselamatan pemilik ijin.
c) Pengunjung : yaitu orang yang tiba berkunjung untuk berbisnis dengan pemilik real estate. Dalam kondisi ini pemilik real estate bertanggung jawab penuh atas kerugian yang diderita pengunjung sebagai akhir kondisi real estatenya.
Contoh :
Seorang yang tiba berbelanja ke sebuah toko kepeleset, sehingga mengalami patah tulang disebabkan lantai toko yang kurang bersih, maka pemilik toko bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
2) Tanggung jawab yang muncul dari gangguan terhadap pribadi atau masyarakat
Perusahaan sanggup dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian pribadi atau masyarakat akhir dari real estate miliknya tidak sanggup melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya. Artinya perseorangan atau masyarakat menjadi terganggu atas sikap dari real estate. Hal ini meliputi :
a) Gangguan Publik : contohnya pembuatan konstruksi jalan yang tidak kondusif oleh kontraktor, kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut kepentingan masyarakat. Gangguan yang demikian ini menimbulkan tanggung jawab yang bersifat kriminal/pidana.
b) Gangguan Pribadi : yaitu gangguan-gangguan yang menimbulkan kerugian pada seseorang, yang menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh :
Peledakan bangunan untuk renovasi, pengeboran minyak bumi, pemasangan pipa kanal air dan sebagainya yang sanggup mengganggu kepentingan pribadi orang lain.
Dalam masalah yang demikian ini perusahaan yang melaksanakan pekerjaan itu bertanggung jawab secara mutlak.
3) Tanggung jawab yang muncul dari Penjualan, Pembuatan dan Distribusi Barang/jasa.
Adalah kewajiban legal yang melibatkan kesepakatan dan kewajiban dari penjual sesuai dengan penjualan barang/jasa. Apabila dalam melaksanakan janji/ kewajiban tersebut ada hal-hal yang merugikan pembeli/pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman, pemasangan dan pemeliharaan yang tidak sebagaimana mestinya, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penjual.
Hal ini meliputi :
a) Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari kontrak penjualan, yang meliputi :
• Garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
• Kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau sanggup mengidentifikasi bahwa barang yang dibeli sanggup memenuhi tujuan pokoknya,
• Jaminan terhadap kualitas minimum tertentu, contohnya bebas dari cacat yang tersembunyi.
b) Tanggung jawab yang muncul dari kecerobohan.
Contoh :
Kerugian yang timbul lantaran kecerobohan perusahaan pengalengan ikan, minuman, sehingga produknya mengandung zat-zat yang merusak.
c) Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul lantaran produknya yang merusak, yang bukan lantaran kecerobohannya.
Contoh :
Perusahaan asbes bertanggung jawab atas sakit “Asbestoris”, yaitu sakit sesak nafas yang diakibatkan oleh mengumpulnya debu-debu asbes dalam kanal pernafasan.
4) Tanggung jawab yang muncul dari Hubungan Fiducier
Dalam hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang diembannya.
Contoh :
• Tanggung jawab Dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan untuk kepentingan pemegang saham, yang meliputi perawatan dan kesetiaan/ loyalitas.
• Tanggung jawab dari para manajer terhadap pelaksanaan planning yang telah dibentuk oleh panitia/pimpinan.
5) Tanggung jawab para profesional
Berkaitan dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan khusus sebagai hasil keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional bertanggung jawab terhadap kerugian akhir dari penerapan keahlian mereka.
Contoh : Dalam dunia kedokteran : kerugian lantaran “malpraktek”.
Masalah ini memang cukup rumit pemecahannya, lantaran :
a) Tidak gampang mengidentifikasi dan mengartikan malpraktek,
b) Perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa yang benar pada beberapa waktu yang kemudian belum tentu benar pada ketika sekarang.
6) Tanggung jawab yang muncul lantaran penggunaan kendaraan bermotor
Yaitu tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akhir kecelakaan kendaraan bermotor (termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab bisa :
a) Pengemudi : yaitu bertanggung jawab terhadap kerugiannya apabila kecelakaan itu akhir kecerobohannya.
b) Pemilik kendaraan/Majikan : yaitu apabila pada ketika terjadi kecelakaan pengemudi bertindak atas suruhan dari pemilik/majikan.
Kesulitan yang dihadapi bila kerugian itu menjadi tanggung jawab pengemudi ialah kemampuan keuangannya untuk membayar ganti rugi, lantaran umumnya para pengemudi kemampuan keuangannya sangat terbatas.
Di Indonesia problem ini dicoba diatasi dengan adanya forum asuransi sosial, yang khusus memperlihatkan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas, yang dikelola PT. Jasa Raharja.
4.3.3. Tanggung Jawab Atas Kerugian Personil
Perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian personil (Personnel Loss Exposures) baik yang menimpa karyawannya maupun keluarga dari karyawan yang bersangkutan. Kerugian tersebut meliputi kerugian lantaran karyawan atau keluarganya mengalami kecelakaan, meninggal dunia, mencapai usia tua, sakit atau kehilangan pekerjaan lantaran banyak sekali sebab. Dalam peristiwa-peristiwa yang demikian, baik karyawan maupun keluarga akan ikut menderita atas kerugian tersebut, maka ialah masuk akal bila seorang manajer terutama Manajer Risiko harus memperlihatkan perhatian yang sama terhadap kerugian yang diderita karyawan maupun yang menimpa keluarganya. Kaprikornus dalam mengelola risiko Manajer Risiko harus memperhitungkan risiko yang demikian ini. Maka dari itu Business Risk Management meliputi pula Family Risk Management.
4.3.3.1. Alasan Perusahaan Memperhatikan Kerugian Personil
Alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang dialami karyawan maupun keluarganya antara lain ialah :
1) Untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.
2) Untuk meningkatkan moral dan produktivitas kerja karyawan
3) Sebagai salah satu materi dalam perjanjian kerja bersama dengan karyawan/ organisasi karyawan, yaitu yang menyangkut jaminan kesejahteraan karyawan
4) Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistem perpajakan yang berkaitan dengan sumbangan jaminan sosial
5) Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan karyawan, di luar gaji/upah yang diberikan
6) Untuk membangun gambaran baik perusahaan mengenai pengelolaan terhadap sumber daya manusia/karyawan
7) Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan
8) Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau mengikut-sertakan karyawannya dalam acara asuransi sosial tenaga kerja (Asuransi Tenaga Kerja = Astek).
4.3.3.2. Hubungan Majikan dengan Karyawan
Perhatian yang diberikan oleh perusahaan terhadap kerugian (terutama finansial) yang diderita oleh karyawannya pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk memelihara dan membina hubungan yang baik/harmonis antara majikan/perusahaan dengan karyawannya. Dengan kebijaksanaan tersebut diharapkan antara lain akan sanggup : menarik karyawan gres yang berkualitas tinggi, meningkatkan loyalitas karyawan kepada perusahaan, sanggup mengurangi Labour turn over, pemogokan dan sebagainya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga akan sanggup : meningkatkan produktivitas kerja karyawan lantaran dengan demikian mereka terbebas akan rasa was-was terhadap risiko yang sanggup menimpanya, termasuk bila nanti harus berhenti bekerja lantaran usia maupun lantaran ketidakmampuan. Kaprikornus dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan keuntungan perusahaan, lantaran mereka akan berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.
Perhatian perusahaan terhadap problem kesejahteraan karyawan telah mengalami perkembangan yang pesat, terutama setelah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1) Pengawasan terhadap problem pengupahan semenjak Perang Dunia II eksklusif ditujukan kepada problem kesejahteraan karyawan dalam menilai kondisi ketenaga-kerjaan (employment).
2) Perkembangan tingkat harga semenjak tahun 1949-an mengurangi peranan “harga” sebagai kekuatan alasan organisasi-organisasi buruh untuk menuntut kenaikan upah. Artinya kenaikan harga tidak bisa lagi digunakan sebagai alasan yang signifikan untuk menuntut kenaikan upah.
3) Tingginya pajak pendapatan menarik minat majikan untuk memperlihatkan sebagian keuntungan perusahaan kepada karyawan tidak berupa upah, tetapi berupa peningkatan kesejahteraan, yang sanggup diperhitungkan sebagai unsur biaya dan sanggup mengurangi sisa pendapatan kena pajak.
4.3.3.3. Kategori Tanggung Jawab Terhadap Kerugian Personil
Tanggung jawab terhadap kerugian personil sanggup dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
1) Kerugian personil yang berkaitan eksklusif dengan acara perusahaan.
2) Kerugian personil yang tidak ada kaitan ataupun kalau ada secara tidak eksklusif dengan acara perusahaan.
1) Kerugian Personil yang berkaitan eksklusif dengan acara perusahaan
Tanggung jawab perusahaan terhadap kerugian personil yang berkaitan eksklusif dengan acara perusahaan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab majikan terhadap karyawan yang melaksanakan pekerjaan yang beliau bebankan. Tanggung jawab tersebut biasanya akan terlihat pada ketentuan-ketentuan hubungan kerja antara buruh dan majikan.
Dalam melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi kemungkinan :
a) Harus bertanggung jawab terhadap kerusakan/kerugian yang diakibatkan oleh kecerobohannya dalam bekerja.
b) Terpaksa menderita secara phisik dan kerugian materi yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja
Sebaliknya dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan/perusahaan :
a) Harus tunduk kepada undang-undang perihal hubungan perburuhan, jaminan sosial dan keselamatan kerja
b) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut sanggup dikenakan hukuman pidana maupun perdata.
Di samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya insan yang baik majikan/perusahaan juga berkewajiban :
a) Melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat atau sarana guna menjaga keselamatan kerja yang layak
b) Memperhatikan sifat phisik dari karyawan yang dikaitkan dengan keselamatan kerja
c) Menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya, contohnya melatih karyawan untuk menanggulangi keteledoran.
Pada pokoknya ada 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab majikan/perusahaan terhadap karyawan, yaitu :
a) Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan untuk sakit yang diakibatkan oleh pekerjaan yang dilakukan.
b) Santunan terhadap cacat yang diderita karyawan, akhir dari kecelakaan kerja
c) Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang meninggal lantaran kecelakaan kerja
d) Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang diharapkan untuk pemulihan kesehatan maupun keterampilan yang menurun akhir kecelakaan kerja.
2) Kerugian Personil yang tidak berkaitan dengan acara perusahaan
Karyawan termasuk keluarganya juga menghadapi risiko kerugian potensial dari menurunnya kemampuan memperoleh pendapatan dan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga, sebagai akhir seorang karyawan : meninggal dunia, kesehatan yang menurun, menganggur maupun lantaran usia tua.
a) Meninggal Dunia
Kerugian utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang meninggal dalam usia muda (premature death) ialah hilangnya sumber penghasilan (earning power). Berapa besar kerugian finansial yang diderita oleh keluarga yang ditinggalkan sanggup diestimasikan dengan cara melaksanakan
asumsi penghasilan higienis yang diterima setiap bulan/tahun seandainya beliau tidak meninggal hingga masa pensiun dikurangi dengan biaya-biaya yang diharapkan untuk memelihara kehidupan/ kemampuannya selama itu. Selanjutnya dihitung “present value” dari sisanya.
b) Kesehatan yang menurun
Adalah suatu hal yang masuk akal bila seseorang lantaran sesuatu hal pada suatu ketika kondisi kesehatannya menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam kerugian yang diderita, yaitu :
1. Berkurang atau hilangnya sumber penghasilan lantaran ketidakmampuan atau berkurangnya kemampuan
2. Biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan atau upaya merehabilitasi.
Bila ketidakmampuannya bersifat tetap/selamanya maka kerugiannya akan sama dengan lantaran kematian, sedang kalau bersifat sementara, maka kerugian hanya selama kemampuannya belum pulih kembali.
c) Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran disini ialah pengangguran yang “terpaksa” (in-voluntary unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, yang merupakan salah satu penyebab hilangnya sumber pendapatan seseorang/karyawan.
Pengangguran sanggup dibedakan ke dalam :
• Pengangguran menyeluruh (agregate unemployment), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh sektor kehidupan ekonomi.
• Pengangguran selektif atau struktural, yaitu pengangguran yang hanya menimpa suatu sektor/daerah perusahaan, industri, kelompok karyawan atau tempat tertentu saja.
• Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang hanya menimpa seseorang secara individual.
d) Pensiun
Kerugian finansial lantaran pensiun tidak sebesar kerugian finansial sebagai akhir kematian atau pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi meskipun demikian problem ini sering dihadapi oleh kebanyakan orang pada selesai masa kehidupannya. Yaitu adanya kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati masa pensiun.
Masalah ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak semua orang sanggup melakukannya, lantaran banyak sekali sebab, contohnya : lantaran penghasilannya memang terbatas (pas-pasan), sehingga mustahil menabung : lantaran pola hidupnya yang boros pada masa aktif bekerja dan sebagainya.
4.3.3.4. Kerugian yang menimpa perusahaan itu sendiri
Seorang Manajer Risiko juga harus memperhitungkan kemungkinan kerugian potensial yang diderita oleh perusahaan itu sendiri sebagai akhir peril yang menimpa seseorang, yaitu kematian atau ketidak mampuan karyawan, langganan atau pemilik perusahaan.
Kerugian-kerugian semacam ini sanggup diklasifikasikan kedalam :
1) Key-Person Losses
Yaitu kerugian akhir kematian atau ketidakmampuan seseorang yang mempunyai posisi “kunci” dalam menentukan keberhasilan dan kelancaran operasi perusahaan.
Contoh :
Kreditur dalam memperlihatkan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang mempunyai posisi kunci pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang tersebut akan mensugesti kepercayaan kreditur tersebut.
2) Credit Losses
Bagi perusahaan perbankan dan perusahaan lain yang menjual produknya secara kredit, menghadapi resiko tidak lancarnya pengembalian/pembayaran kredit. Kelancaran pembayaran kredit tersebut antara lain tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada perusahaan akseptor kredit. Kaprikornus apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak bisa bekerja tentu akan sangat mensugesti keberhasilan pengumpulan piutang/kredit.
3) Business-Discontinuation Losses
Bila orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau tidak bisa melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama sanggup menjadikan perusahaan untuk sementara tidak beroperasi.
0 Response to "Contoh Makalah Administrasi Resiko"
Posting Komentar