Devaluasi Dan Revaluasi

Berkaitan dengan kurs mata uang asing, di samping kurs itu dipengaruhi oleh undangan dan penawaran terhadap mata uang gila yang bersangkutan, pemerintah juga sering mengambil kebijakan penentuan kurs. Kebijakan tersebut sanggup berupa devaluasi maupun revaluasi. Mengapa pemerintah melaksanakan kebijakan devaluasi ataupun revaluasi?

Devaluasi yaitu kebijakan menurunkan nilai mata uang dalam negeri atas mata uang asing. Misalnya, semula US$ 1=Rp 400,00 kemudian menjadi US$=Rp 650,00 (devaluasi pada tanggal 15 November 1978). sebaliknya, revaluasi yaitu kebijakan menaikkan nilai mata uang dalam negeri atas mata uang asing.

Perlu di cacat bahwa penurunan nilai rupiah terhadap mata uang gila pada masa krisis moneter di Indonesia (sejak 1997) tidaklah termasuk devaluasi, alasannya yaitu bukan merupakan  kebijakan pemerintah. Penurunan nilai jawaban tarik menarik antara undangan dan penawaran terhadap mata uang rupiah di pasar internasional dan nasional.

Dampak Kebijakan Devaluasi
Dengan devaluasi, nilai mata uang gila terhadap Rupiah menjadi naik. Akibatnya, harga barang-barang impor menjadi sangat tinggi jikalau dinilai dengan rupiah. Harapan pemerintah, dengan kebijakan ini impor sanggup dikurangi. Sebaliknya, barang-barang yang kita ekspor ke luar negeri menjadi turun nilainya jikalau mata uang importirnya bukan rupiah (sekalipun dilihat dari rupiah tidak turun). Karena nilai barang-barang ekpor kita di luar negeri lebih rendah maka dibutuhkan volume ekspor sanggup naik (bisa bersaing di pasar internasional).

Dengan adanya kenaikan ekspor dan penurunan impor, dibutuhkan perusahaan-perusahaan di dalam negeri sanggup berkembang. Akibatnya, akan sanggup menyerap tanaga kerja yang menganggur dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

Namun, devaluasi juga memiliki dampak negatif. Adanya devaluasi menciptakan harga-harga di dalam negeri mejadi naik. Selain itu, orang-orang Indonesia yang memiliki utang luar negeri dalam bentuk mata uang gila menjadi terpukul alasannya yaitu utang tersebut menjadi membengkak jikalau dilihat dari Rupiah.







Contoh:
Utang Adi US$1 juta. Apabila ia bayar utangnya sebelum 15 November 1978, ia harus membeli US$ dengan kurs US$ 1 = Rp 400,00. jadi Adi harus herus mengeluarkan Rp 400 juta. Namun, apabila ia harus membayar utangnya sesudah 15 November 1978, Adi harus mengeluarkan Rp 650 juta ini berarti, devaluasi menjadikan utang Adi bertambah dalam nilai Rupiah sebesar Rp250 juta. “tambahan” utang  ini sanggup mendorong Adi untuk menaikkan harga barang.

Dampak Kebijakan Revaluasi
Revaluasi yaitu kebijakan menaikkan mata uang dalam negeri atas mata uang asing. Kebijakan ini diambil dikala pemerintah ingin mendorong tingkat impor dan menurunkan ekspor. Mengapa pemerintah ingin mengingkatkan impor? Salah satu alasannya adalah  untuk mengurangi akumulasi mata uang gila dalam negeri. Dengan revaluasi, nilai barang-barang dalam negeri menjadi lebih mahal, dan nilai barang-barang luar negeri menjadi lebih murah. Akibatnya, impor meningkat. Setiap impor dilakukan, suatu nilai mata uang gila harus dipakai untuk membayar barang-barang yang diimpor tersebut. Sehingga, peningkatan impor menjadikan peningkatan undangan mata uang gila dan pada karenanya penurunan cadangan mata uang asingg di dalam negeri. 

Revaluasi sanggup membawa dampak negatif pada laba dan daya saing perusahaan-perusahaan dalam negeri. Revaluasi menciptakan barang-barang lokal lebih murah di pasar internasional. Akibatnya, perusahaan-perusahaan dalam negeri akan mengalami tekanan untuk menurunkan harga barang-barangnya, meningkatkan produktivitas, dan promosi supaya barang-barangnya sanggup bersaing di pasar internasional dan dalam negeri.

Contoh:
Pada bulan Januari 2004 US$ 1 = Rp 8.500
Pada bulan Maret 2004, pemerintah mengambil kebijakan revaluasi sehingga US$ 1 = Rp7.000.

Perusahaan Empat Musim yaitu perusahaan garmen yang mengekspor produk-produknya ke aneka macam negara Eropa. Seluruh transaksi memakai mata uang US$. Pada bulan Januari 2004, apabila Negara x ingin membeli produk-produk Perusahaan Empat Musim senilai Rp 1.000.000. Negara X harus membayar Rp 1.000.000 x US$1/Rp 8.5000 = US$ 117.647. Setelah revaluasi, nilai transaksi itu menjelma Rp 1.000.000 x US$1/Rp 7.000. = US$142,857. Dari sini sanggup dilihat bahwa sesudah revaluasi, barang-barang ekspor akan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, apalagi Perusahaan Empat Musim yaitu pengimpor produk garmen, nilai transaksi sesudah revaluasi akan menjadi lebih murah. Katakanlah Perusahaan Empat Musim memiliki transaksi impor US$ 1juta x Rp 8.500/US$ 1 =Rp 8.500.000.000, namun sesudah revaluasi transaksi menjadi US$ 1juta x Rp 7.000/US$1 = Rp 7.000.000.000. ini berarti, biaya impor menjadi lebih murah.


Sumber: Buku Ekonomi. Suyanto. Nurhadi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Devaluasi Dan Revaluasi"

Posting Komentar