Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Spontan Dan Kompulsif


Proses pengambilan keputusan pembelian intinya sangat bervariasi, ada yang sederhana dan ada yang kompleks. Hawkins (1992), dan Engel (1990), membagi proses pengambilan keputusan pembelian ke dalam tiga jenis yaitu pengambilan keputusan yang luas (extended decision making), pengambilan keputusan yang terbatas (limited decision making), dan pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision making).

Masing-masing individu mempunyai sikap yang berbeda-beda. Begitu pula terhadap sikap pembeliannya. Tiap-tiap individu sanggup menentukan banyak sekali macam keputusan pembeliannya. Sebelum melaksanakan pembelian suatu produk biasanya konsumen selalu merencanakan terlebih dahulu wacana barang apa yang akan dibelinya, jumlah, harga, daerah pembelian, dan lain sebagainya. Namun demikian ada kalanya proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen timbul begitu saja ketika ia melihat suatu barang atau jasa. Karena ketertarikannya, selanjutnya ia melaksanakan pembelian pada barang atau jasa yang bersangkutan. Model atau tipe pembelian tersebut dinamakan tipe pembelian yang tanpa direncanakan atau impulsive buying.

Pembelian spontan merupakan suatu proses pembelian yang terjadi ketika seseorang melihat suatu barang dan tiba-tiba ingin membeli barang tersebut, dan kemudian memutuskan untuk melaksanakan pembelian ketika itu juga. Perilaku pembelian tanpa direncanakan yang dilakukan secara teratur menimbulkan orang berperilaku kompulsif. Pembelian kompulsif merupakan proses pengulangan yang sering hiperbola dalam berbelanja yang dikarenakan oleh rasa ketagihan, tertekan atau rasa bosan (Solomon, 2002:15). Pembelian kompulsif merupakan pembelian kronis yang berulang yang menjadi respon utama terhadap kejadiaan atau perasaan negatif. O’Guinn dan Faber (1992) menyerupai yang dikutip oleh Park dan Burns (2005:135) menyatakan bahwa, biasanya pembelanja kompulsif ialah seseorang yang tidak sanggup mengendalikan atau mengatasi dorongan untuk membeli sesuatu. Park dan Burns (2005:135) menyatakan bahwa, “beberapa di antara mereka/konsumen mengatakan pembelian secara ekstrim atau yang disebut juga pembelian kompulsif (compulsive buying)”.

Perilaku pembelian kompulsif sanggup terjadi pada semua orang, baik itu laki-laki maupun perempuan (gender), bau tanah atau muda dan lain sebagainya. Pembelian kompulsif juga sering dihubungkan dengan gaya hidup. Salah satu parameter dari gaya hidup berdasarkan Park dan Burns (2005:135) ialah cara berpakaian. Dalam mengidentifikasi segmen gaya hidup berpakaian, Gutman dan Mills (1982:72) mengembangkan faktor minat terhadap fashion yang terdiri dari empat dimensi yaitu

  1. Pedoman fashion,
  2. Ketertarikan pada fashion,
  3. Pentingnya berpakaian yang baik, dan
  4. Perilaku anti- fashion.

Menggunakan sudut pandang andal dari Korea, Chung (1996) dan Lee et al., (2004) meperkenalkan empat dimensi yang sama mengenai minat terhadap fashion (Park dan Burns, 2005:136).

Dengan mengembangkan dasar yang sama dengan Gutman dan Mills (1982), Huddleston et al., (1993) memakai minat terhadap fashion untuk memperkenalkan karakteristik gaya hidup yang bekerjasama eksklusif dengan kebiasaan berbelanja dan Lumpkin (1985) menyertakan itu sebagai variabel dalam mengidentifikasi segmen orientasi berbelanja. Sebagai tambahan, Darley dan Johnson (1993) menemukan bahwa kebiasaan belanja para putri remaja Amerika termakan oleh minat terhadap fashion, mempunyai kekerabatan yang signifikan dengan pembelian kompulsif (Park dan Burns, 2005:136).

Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burns (2005) yang merupakan pengembangan dari penelitian Gutman dan Mills (1982) menambahkan variabel penggunaan kartu kredit sebagai variabel yang meningkatkan pembelian kompulsif. Dalam penelitiannya, Park dan Burns (2005) menyatakan bahwa pembelian kompulsif akan menjadi lebih tinggi ketika seorang individu mempunyai kemmapuan secara finansial dalam bentuk kepemilikan kartu kredit.

Pembelian kompulsif cendekia balig cukup akal ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran alasannya ialah dianggap sebagai akhir dari materialisme dan dampak jelek dari konsumerisme. Alasannya ialah alasannya ialah kedua hal tersebut besar lengan berkuasa sangat serius baik itu secara perseorangan maupun bagi publik. Meskipun beberapa langkah-langkah terperinci telah dibentuk untuk mengidentifikasi faktor-faktor pembelian kompulsif, namun variabel-variabel yang sempurna untuk melaksanakan riset masih sangat terbatas. Variabel-variabel yang dipakai oleh kebanyakan peneliti d’Atous et al., (1990); DeSarbo dan Edwards, (1996); Kwak et al., (2002); Mowen dan Spears, (1990); Ridfleisch et al., (1997); Roberts, (1998); Valence et al., (1998) cenderung terbatas pada variabel pemasaran yang bekerjasama dengan media masa (iklan, program TV), variabel lingkungan sosial (socio-environmental) yang merupakan hal-hal yang bekerjasama dengan keluarga dan imbas rekan, serta variabel sikap personal yang bekerjasama dengan sikap seseorang dan kondisi demografis.

Park (2003) menemukan bahwa penggunaan kartu kredit merupakan faktor yang paling besar lengan berkuasa disamping hasrat membeli barang-barang modis pada pembeli rumahan (home shopper) melalui TV. Park juga menyatakan bahwa pembeli rumahan melalui TV yang membeli barang-barang fashion mengambarkan tingkat pembelian kompulsif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembeli yang tidak membeli barang-barang fashion. Berdasarkan temuan tersebut, Park menyatakan kebutuhan akan riset lebih lanjut meliputi majemuk kekerabatan variabel fashion untuk memahami pembelian kompulsif secara lebih baik dan untuk menjelaskan kekerabatan variabel tersebut dengan penggunaan kartu kredit.  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krugger (1998), menyatakan bahwa pembeli kompulsif biasanya lebih memperhatikan penampilan mereka dan memakai lebih banyak barang, terutama pakaian. Penelitian ini meneliti variabel minat terhadap fashion, yang bekerjasama dengan perhatian seseorang wacana persepsi orang lain terhadap pakaiannya. Penyebabnya ialah minat terhadap fashion yang mempengaruhi pembelian kompulsif baik itu secara eksklusif maupun tak langsung.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Spontan Dan Kompulsif"

Posting Komentar